Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

asepanakemaAvatar border
TS
asepanakema
[Share] Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW
Bismillahirrahmanirrahim


Terima Kasih kepada momod yg telah memberikan izin membuat thread ini
Ini adalah thread Sejarah Hidup Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam
berasal dari Buku



---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah


Spoiler for index:



Sebelum memposting di Thread ini tolong baca ini Dulu



Mohon Untuk di

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star


dan

emoticon-No Sara Please emoticon-No Sara Please emoticon-No Sara Please


Diubah oleh asepanakema 16-11-2012 16:40
tata604
nona212
nona212 dan tata604 memberi reputasi
2
17K
115
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
asepanakemaAvatar border
TS
asepanakema
#33
Dari Pernikahan Sampai Masa Kerasulan Nya 3
Kehidupan Muhammad dalam usia demikian itu ternyata tenteram
adanya. Kalau tidak karena kehilangan kedua anaknya itu tentu
itulah hidup yang sungguh nikmat dirasakan bersama Khadijah,
yang setia dan penuh kasih, hidup sebagai ayah-bunda yang
bahagia dan rela. Oleh karena itu wajar sekali apabila
Muhammad membiarkan dirinya berjalan sesuai dengan bawaannya,
bawaan berpikir dan bermenung, dengan mendengarkan percakapan
masyarakatnya tentang berhala-berhala, serta apa pula yang
dikatakan orang-orang Nasrani dan Yahudi tentang diri mereka
itu. Ia berpikir dan merenungkan. Di kalangan masyarakatnya
dialah orang yang paling banyak berpikir dan merenung. Jiwa
yang kuat dan berbakat ini, jiwa yang sudah mempunyai
persiapan kelak akan menyampaikan risalah Tuhan kepada umat
manusia, serta mengantarkannya kepada kehidupan rohani yang
hakiki, jiwa demikian tidak mungkin berdiam diri saja melihat
manusia yang sudah hanyut ke dalam lembah kesesatan. Sudah
seharusnya ia mencari petunjuk dalam alam semesta ini,
sehingga Tuhan nanti menentukannya sebagai orang yang akan
menerima risalahNya. Begitu besar dan kuatnya kecenderungan
rohani yang ada padanya, ia tidak ingin menjadikan dirinya
sebangsa dukun atau ingin menempatkan diri sebagai ahli pikir
seperti , dilakukan oleh Waraqa b. Naufal dan sebangsanya.
Yang dicarinya hanyalah kebenaran semata. Pikirannya penuh
untuk itu, banyak sekali ia bermenung. Pikiran dan renungan
yang berkecamuk dalam hatinya itu sedikit sekali dinyatakan
kepada orang lain.

Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Arab masa itu bahwa
golongan berpikir mereka selama beberapa waktu tiap tahun
menjauhkan diri dari keramaian orang, berkhalwat dan
mendekatkan diri kepada tuhan-tuhan mereka dengan bertapa dan
berdoa, mengharapkan diberi rejeki dan pengetahuan.
Pengasingan untuk beribadat semacam ini mereka namakan
tahannuf dan tahannuth.

Di tempat ini rupanya Muhammad mendapat tempat yang paling
baik guna mendalami pikiran dan renungan yang berkecamuk dalam
dirinya. Juga di tempat ini ia mendapatkan ketenangan dalam
dirinya serta obat penawar hasrat hati yang ingin menyendiri,
ingin mencari jalan memenuhi kerinduannya yang selalu makin
besar, ingin mencapai ma'rifat serta mengetahui rahasia alam
semesta.

Di puncak Gunung Hira, - sejauh dua farsakh sebelah utara
Mekah -terletak sebuah gua yang baik sekali buat tempat
menyendiri dan tahannuth. Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun
ia pergi ke sana dan berdiam di tempat itu, cukup hanya dengan
bekal sedikit yang dibawanya. Ia tekun dalam renungan dan
ibadat, jauh dari segala kesibukan hidup dan keributan
manusia. Ia mencari Kebenaran, dan hanya kebenaran semata.

Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu,
sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang
ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam
kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran. Di
situ ia mengungkapkan dalam kesadaran batinnya segala yang
disadarinya. Tambah tidak suka lagi ia akan segala prasangka
yang pernah dikejar-kejar orang.

Ia tidak berharap kebenaran yang dicarinya itu akan terdapat
dalam kisah-kisah lama atau dalam tulisan-tulisan para
pendeta, melainkan dalam alam sekitarnya: dalam luasan langit
dan bintang-bintang, dalam bulan dan matahari, dalam padang
pasir di kala panas membakar di bawah sinar matahari yang
berkilauan. Atau di kala langit yang jernih dan indah,
bermandikan cahaya bulan dan bintang yang sedap dan lembut,
atau dalam laut dan deburan ombak, dan dalam segala yang ada
di balik itu, yang ada hubungannya dengan wujud ini, serta
diliputi seluruh kesatuan wujud. Dalam alam itulah ia mencari
Hakekat Tertinggi. Dalam usaha mencapai itu, pada saat-saat ia
menyendiri demikian jiwanya membubung tinggi akan mencapai
hubungan dengan alam semesta ini, menembusi tabir yang
menyimpan semua rahasia. Ia tidak memerlukan permenungan yang
panjang guna mengetahui bahwa apa yang oleh masyarakatnya
dipraktekkan dalam soal-soal hidup dan apa yang disajikan
sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, tidak
membawa kebenaran samasekali. Berhala-berhala yang tidak
berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki,
tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa
bahaya. Hubal, Lat dan 'Uzza, dan semua patung-patung dan
berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar
Ka'bah, tak pernah menciptakan, sekali pun seekor lalat, atau
akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Mekah.
Tetapi! Ah, di mana gerangan kebenaran itu! Gerangan di mana
kebenaran dalam alam semesta yang luas ini, luas dengan
buminya, dengan lapisan-lapisan langit dan bintang-bintangnya?
Adakah barangkali dalam bintang yang berkelip-kelip, yang
memancarkan cahaya dan kehangatan kepada manusia, dari sana
pula hujan diturunkan, sehingga karenanya manusia dan semua
makhluk yang ada di muka bumi ini hidup dari air, dari cahaya
dan kehangatan udara? Tidak! Bintang-bintang itu tidak lain
adalah benda-benda langit seperti bumi ini juga. Atau
barangkali di balik benda-benda itu terdapat eter yang tak
terbatas, tak berkesudahan?

Tetapi apa eter itu? Apa hidup yamg kita alami sekarang, dan
besok akan berkesudahan? Apa asalnya, dan apa sumbernya?
Kebetulan sajakah bumi ini dijadikan dan dijadikan pula kita
di dalamnya? Tetapi, baik bumi atau hidup ini sudah mempunyai
ketentuan yang pasti yang tak berubah-ubah, dan tidak mungkin
bila dasarnya hanya kebetulan saja. Apa yang dialami manusia,
kebaikan atau keburukan, datang atas kehendak manusia sendiri,
ataukah itu sudah bawaannya sendiri pula sehingga tak kuasa ia
memilih yang lain?

Masalah-masalah kejiwaan dan kerohanian serupa itu, itu juga
yang dipikirkan Muhammad selama ia mengasingkan diri dan
bertekun dalam Gua Hira'. Ia ingin melihat Kebenaran itu dan
melihat hidup itu seluruhnya. Pemikirannya itu memenuhi
jiwanya, memenuhi jantungnya, pribadinya dan seluruh wujudnya.
Siang dan malam hal ini menderanya terus menerus. Bilamana
bulan Ramadan sudah berlalu dan ia kembali kepada Khadijah,
pengaruh pikiran yang masih membekas padanya membuat Khadijah
menanyakannya selalu, karena dia pun ingin lega hatinya bila
sudah diketahuinya ia dalam sehat dan afiat.

Dalam melakukan ibadat selama dalam tahannuth itu adakah
Muhammad menganut sesuatu syariat tertentu? Dalam hal ini
ulama-ulama berlainan pendapat. Dalam Tarikh-nya Ibn Kathir
menceritakan sedikit tentang pendapat-pendapat mereka mengenai
syariat yang digunakannya melakukan ibadat itu: Ada yang
mengatakan menurut syariat Nuh, ada yang mengatakan menurut
Ibrahim, yang lain berkata menurut syariat Musa, ada yang
mengatakan menurut Isa dan ada pula yang mengatakan, yang
lebih dapat dipastikan, bahwa ia menganut sesuatu syariat dan
diamalkannya. Barangkali pendapat yang terakhir ini lebih
tepat daripada yang sebelumnya. Ini adalah sesuai dengan dasar
renungan dan pemikiran yang menjadi kedambaan Muhammad.

Tahun telah berganti tahun dan kini telah tiba pula bulan
Ramadan. Ia pergi ke Hira', ia kembali bermenung, sedikit demi
sedikit ia bertambah matang, jiwanya pun semakin penuh. Sesudah
beberapa tahun jiwa yang terbawa oleh Kebenaran Tertinggi itu
dalam tidurnya bertemu dengan mimpi hakiki yang memancarkan
cahaya kebenaran yang selama ini dicarinya Bersamaan dengan
itu pula dilihatnya hidup yang sia-sia, hidup tipu-daya dengan
segala macam kemewahan yang tiada berguna.

Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah sesat dari
jalan yang benar, dan hidup kerohanian mereka telah rusak
karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta
kepercayaan-kepercayaan semacamnya yang tidak kurang pula
sesatnya. Semua yang sudah pernah disebutkan oleh kaum Yahudi
dan kaum Nasrani tak dapat menolong mereka dari kesesatan itu.
Apa yang disebutkan mereka itu masing masing memang benar;
tapi masih mengandung bermacam-macam takhayul dan pelbagai
macam cara paganisma, yang tidak mungkin sejalan dengan
kebenaran sejati, kebenaran mutlak yang sederhana, tidak
mengenal segala macam spekulasi perdebatan kosong, yang
menjadi pusat perhatian kedua golongan Ahli Kitab itu. Dan
Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan
selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam.
Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim. Kebenaran itu ialah bahwa
manusia dinilai berdasarkan perbuatannya. "Barangsiapa
mengerjakan kebaikan seberat atom pun akan dilihatNya. Dan
barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atom pun akan
dilihatNya pula." (Qur'an, 99:7-8) Dan bahwa surga itu benar
adanya dan neraka pun benar adanya. Mereka yang menyembah tuhan
selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan
kediaman yang paling durhaka.
0