Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

asepanakemaAvatar border
TS
asepanakema
[Share] Sejarah Hidup Nabi Muhammad SAW
Bismillahirrahmanirrahim


Terima Kasih kepada momod yg telah memberikan izin membuat thread ini
Ini adalah thread Sejarah Hidup Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wassalam
berasal dari Buku



---------------------------------------------
S E J A R A H H I D U P M U H A M M A D

oleh MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL
diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah


Spoiler for index:



Sebelum memposting di Thread ini tolong baca ini Dulu



Mohon Untuk di

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Star emoticon-Rate 5 Star


dan

emoticon-No Sara Please emoticon-No Sara Please emoticon-No Sara Please


Diubah oleh asepanakema 16-11-2012 16:40
tata604
nona212
nona212 dan tata604 memberi reputasi
2
17K
115
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
asepanakemaAvatar border
TS
asepanakema
#12
MEKAH, KABAH DAN QURAISY 2
[size="4"]Kemudian itu Ibrahim menyatakan kepada anaknya tentang
mimpinya itu dan minta pendapatnya. 'Ayah, lakukanlah apa yang
diperintahkan.' Lalu katanya lagi dalam ballada itu: 'Ayah,
kalau ayah akan menyembelihku, kuatkanlah ikatan itu supaya
darahku nanti tidak kena ayah dan akan mengurangi pahalaku.
Aku tidak menjamin bahwa aku takkan gelisah bila dilaksanakan.
Tajamkanlah parang itu supaya dapat sekaligus memotongku. Bila
ayah sudah merebahkan aku untuk disembelih, telungkupkan aku
dan jangan dimiringkan. Aku kuatir bila ayah kelak melihat
wajahku ayah akan jadi lemah, sehingga akan menghalangi maksud
ayah melaksanakan perintah Tuhan itu. Kalau ayah berpendapat
akan membawa bajuku ini kepada ibu kalau-kalau menjadi hiburan
baginya, lakukanlah, ayah.'

'Anakku,' kata Ibrahim, 'ini adalah bantuan besar dalam
melaksanakan perintah Allah.'

Kemudian ia siap melaksanakan. Diikatnya kuat-kuat tangan anak
itu lalu dibaringkan keningnya untuk disembelih. Tetapi
kemudian ia dipanggil: 'Hai Ibrahim! Engkau telah melaksanakan
mimpi itu.' Anak itu kemudian ditebusnya dengan seekor domba
besar yang terdapat tidak jauh dari tempat itu. Lalu
disembelihnya dan dibakarnya.

Demikianlah kisah penyembelihan dan penebusan itu. Ini adalah
kisah penyerahan secara keseluruhan kepada kehendak Allah.

Ishaq telah menjadi besar disamping Ismail. Kasih-sayang ayah
sama terhadap keduanya. Akan tetapi Sarah menjadi gusar
melihat anaknya itu dipersamakan dengan anak Hajar dayangnya
itu. Ia bersumpah tidak akan tinggal bersama-sama dengan Hajar
dan anaknya tatkala dilihatnya Ismail memukul adiknya itu.
Ibrahim merasa bahwa hidupnya takkan bahagia kalau kedua
wanita itu tinggal dalam satu tempat. Oleh karena itu pergilah
ia dengan Hajar dan anak itu menuju ke arah selatan. Mereka
sampai ke suatu lembah, letak Mekah yang sekarang. Seperti
kita sebutkan di atas, lembah ini adalah tempat para kafilah
membentangkan kemahnya pada waktu mereka berpapasan dengan
kafilah dari Syam ke Yaman, atau dari Yaman ke Syam. Tetapi
pada waktu itu adalah saat yang paling sepi sepanjang tahun.
Ismail dan ibunya oleh Ibrahim ditinggalkacuman
ditinggalkannya pula segala keperluannya. Hajar membuat sebuah
gubuk tempat ia berteduh dengan anaknya. Dan Ibrahim pun
kembali ke tempat semula.

Sesudah kehabisan air dan perbekalan, Hajar melihat ke kanan
kiri. Ia tidak melihat sesuatu. Ia terus berlari dan turun ke
lembah mencari air. Dalam berlari-lari itu - menurut cerita
orang - antara Shafa dan Marwa, sampai lengkap tujuh kali, ia
kembali kepada anaknya dengan membawa perasaan putus asa.
Tetapi ketika itu dilihatnya anaknya sedang mengorek-ngorek
tanah dengan kaki, yang kemudian dari dalam tanah itu keluar
air. Dia dan Ismail dapat melepaskan dahaga. Disumbatnya mata
air itu supaya jangan mengalir terus dan menyerap ke dalam
pasir.

Anak yang bersama ibunya itu membantu orang-orang Arab yang
sedang dalam perjalanan, dan merekapun mendapat imbalan yang
akan cukup menjamin hidup mereka sampai pada musim kafilah
yang akan datang.

Mata air yang memancar dari sumur Zamzam itu menarik hati
beberapa kabilah akan tinggal di dekat tempat itu. Beberapa
keterangan mengatakan, bahwa kabilah Jurhum adalah yang
pertama sekali tinggal di tempat itu, sebelum datang Hajar dan
anaknya. Sementara yang lain berpendapat, bahwa mereka tinggal
di tempat itu setelah adanya sumber sumur Zamzam, sehingga
memungkinkan mereka hidup di lembah gersang itu.

Ismail sudah semakin besar, dan kemudian ia kimpoi dengan gadis
kabilah Jurhum. Ia dengan isterinya tinggal bersama-sama
keluarga Jurhum yang lain. Di tempat itu rumah suci sudah
dibangun, yang kemudian berdiri pula Mekah sekitar tempat itu.

Juga disebutkan bahwa pada suatu hari Ibrahim minta ijin
kepada Sarah akan mengunjungi Ismail dan ibunya. Permintaan
ini disetujui dan ia pergi. Setelah ia mencari dan menemui
rumah Ismail ia bertanya kepada isterinya: "Mana suamimu?"

"Ia sedang berburu untuk hidup kami," jawabnya.

Kemudian ditanya lagi, dapatkah ia menjamu makanan atau
minuman, dijawab bahwa dia tidak mempunyai apa-apa untuk
dihidangkan.

Ibrahim pergi, setelah mengatakan: "Kalau suamimu datang
sampaikan salamku dan katakan kepadanya: "Ganti ambang
pintumu."

Setelah pesan ayahnya itu kemudian disampaikan kepada Ismail,
ia segera menceraikan isterinya, dan kemudian kimpoi lagi
dengan wanita Jurhum lainnya, puteri Mudzadz bin 'Amr. Wanita
ini telah menyambut Ibrahim dengan baik setelah beberapa waktu
kemudian ia pernah datang. "Sekarang ambang pintu rumahmu
sudah kuat," (kata Ibrahim).

Dari perkimpoian ini Ismail mempunyai dua belas orang anak, dan
mereka inilah yang menjadi cikal-bakal Arab al-Musta'-riba,
yakni orang-orang Arab yang bertemu dari pihak ibu pada Jurhum
dengan Arab al-'Ariba keturunan Ya'rub ibn Qahtan. Sedang ayah
mereka, Ismail anak Ibrahim, dari pihak ibunya erat sekali
bertalian dengan Mesir, dan dari pihak bapa dengan Irak
(Mesopotamia) dan Palestina, atau kemana saja Ibrahim
menginjakkan kaki.
Cerita ini diambil dari sejarah yang hampir merupakan
konsensus dalam garis besarnya tentang kepergian Ibrahim dan
Ismail ke Mekah, meskipun terdapat perbedaan dalam detail. Dan
yang memajukan kritik atas peristiwa secara mendetail itu
berpendapat, bahwa Hajar dan Ismail telah pergi ke lembah yang
sekarang terletak Mekah itu dan bahwa di tempat itu terdapat
mata air yang ditempati oleh kabilah Jurhum. Hajar disambut
dengan senang hati oleh mereka ketika ia datang bersama
Ibrahim dan anaknya ke tempat itu. Sesudah Ismail besar ia
kimpoi dengan wanita Jurhum dan mempunyai beberapa orang anak.
Dari percampuran perkimpoian antara Ismail dengan unsur-unsur
Ibrani-Mesir di satu pihak dan unsur Arab di pihak lain,
menyebabkan keturunannya itu membawa sifat-sifat Arab, Ibrani
dan Mesir. Mengenai sumber yang mengatakan tentang Hajar yang
kebingungan setelah melihat air yang habis menyerap serta
tentang usahanya berlari tujuh kali dari Shafa dan Marwa dan
tentang sumur Zamzam dan bagaimana air menyembur, oleh mereka
masih diragukan.

Sebaliknya William Muir menyangsikan kepergian Ibrahim dan
Ismail itu ke Hijaz dan ia menolak dasar cerita itu.
Dikatakannya, bahwa itu adalah Israiliat (Yudaica) yang
dibuat-buat orang Yahudi beberapa generasi sebelum Islam, guna
mengikat hubungan dengan orang Arab yang sama-sama sebapa
dengan lbrahim, kalau Ishaq itu yang menjadi nenek-moyang
orang Yahudi. Jadi apabila saudaranya, Ismail itu moyang orang
Arab, maka mereka adalah saudara sepupu yang akan menjadi
kewajiban orang Arab pula menerima baik emigran orang-orang
Yahudi ke tengah-tengah mereka, dan akan memudahkan
perdagangan orang Yahudi di seluruh jazirah Arab. Pengarang
Inggris ini mendasarkan pendapatnya pada cara-cara peribadatan
di negeri-negeri Arab yang tak ada hubungannya dengan agama
Ibrahim, sebab mereka sudah benar-benar hanyut dalam
paganisma, sedang agama Ibrahim agama murni.

Kita tidak melihat bahwa argumentasi demikian itu sudah cukup
kuat untuk menghilangkan kenyataan sejarah. Jauh beberapa abad
sesudah meninggalnya Ibrahim dan Ismail paganisma Arab tidak
menunjukkan bahwa mereka memang sudah demikian tatkala Ibrahim
datang ke Hijaz dan tatkala ia dan Ismail bersama-sama
membangun Ka'bah. Andai kata waktu itu paganisma sudah ada,
tentu itu akan memperkuat pendapat Sir William Muir.
Masyarakat Ibrahim sendiri waktu itu menyembah berhala dan ia
berusaha mengajak mereka ke jalan yang benar, tapi tidak
berhasil. Apabila ia mengajak masyarakat Arab seperti mengajak
masyarakatnya sendiri, lalu tidak berhasil, dan orang-orang
Arab itu tetap menyembah berhala, tentu hal itu tidak sesuai
dengan kepergian Ibrahim dan Ismail ke Mekah. Keterangan
sejarah itu secara logika bahkan lebih kuat. Ibrahim yang
telah keluar dari Irak karena mau menghindar dari keluarganya,
ia pergi ke Palestina dan Mesir, adalah orang yang mudah
bepergian dan biasa mengarungi sahara. Sedang jalan antara
Palestina dan Mekah sejak dahulu kala sudah merupakan
lalu-lintas terbuka bagi para kafilah. Dengan demikian tidak
pula pada tempatnya orang meragukan kenyataan sejarah yang
dalam garis besamya sudah menjadi konsensus itu.
Sir William Muir dan mereka yang menunjang pendapatnya itu
mengatakan tentang kemungkinan adanya segolongan anak-anak
Ibrahim dan Ismail sesudah itu yang pindah dari Palestina ke
negeri-negeri Arab serta adanya pertalian mereka dalam arti
hubungan darah. Kita tidak mengerti, kalau kemungkinan
mengenai anak-anak Ibrahim dan Ismail ini bagi mereka dapat
diterima, sedang kemungkinan mengenai kedua orang itu sendiri
tidak! Bagaimana akan dikatakan belum dapat dipastikan padahal
peristiwa sejarah sudah memperkuatnya. Bagaimana pula takkan
terjadi padahal sumbernya sudah tak dapat diragukan lagi dan
sudah disebutkan dalam Quran dan dibicarakan juga dalam
kitab-kitab suci lainnya!

Ibrahim dan Ismail lalu mengangkat sendi-sendi Rumah Suci itu
dan "Bahwa rumah pertama dibuat untuk manusia beribadat ialah
yang di Mekah itu, sudah diberi berkah dan bimbingan bagi
semesta alam. Disitulah terdapat keterangan-keterangan yang
jelas sebagai Maqam (tempat) Ibrahim; barangsiapa memasukinya
menjadi aman." (Qur'an, 3: 96-97)
0