baccuAvatar border
TS
baccu
Pamali - KUNCEN




Warna jingga di ufuk barat cakrawala nampak begitu syahdu, menandakan waktu bergeser dari siang menjadi malam. Di jembatan layang, Sarah terhenti sejenak untuk mengagumi indahnya ciptaan Sang Maha Kuasa. Namun sorot matanya begitu kosong, dia sendiri terkadang bingung apa yang sebenarnya sedang terbesit di pikirannya. Lamunannya pecah tatkala seorang wanita berambut panjang sepunggung menabraknya dari belakang secara tak sengaja.

“Maaf,” kata wanita tersebut sambil sedikit membungkukkan badan ke depan memandang Sarah.

“Eh, engga, Aku yang harusnya minta maaf mba,” saut Sarah dengan terbata-bata, karena dia yakin bahwa tak seharusnya berhenti di kawasan umum.

Perempuan yang mengenakan jas dan rok pendek warna putih dengan tas selempang hitam di bahu kanan tersebut nampak tersenyum sebelum kembali melanjutkan jalan kaki menyeberangi jembatan yang sangat tak begitu sibuk. Entah kenapa senyumnya nampak ganjil. Wajahnya putih pucat dan bola matanya besar. Sepoi angin menerpa tengkuk Sarah hingga membuatnya merinding. Akhirnya dia pun ikut bergegas melanjutkan langkahnya untuk pulang karena tak ingin terjebak di gerlapnya kerumunan malam.

Dalam langkahnya, Sarah teringat kalimat ibunya waktu kecil untuk tidak boleh bepergian saat malam hari. Karena konon katanya, waktu petang adalah momen di mana makhluk halus mulai memasuki alam manusia. Tak sedikit di zaman modern seperti sekarang masih ditemukan berita tentang anak kecil yang hilang, kemudian ditemukan tiga hari berikutnya di belakang rumah. Atau kasus tentang mobil yang tersesat dan tiba-tiba sudah di tengah hutan.

Namun apa daya, kondisi ekonomi yang terhimpit membuatnya harus pindah ke ibu kota. Setelah lulus sekolah menengah, dia mengikuti berbagai pelatihan yang ditawarkan dari sekolah hingga membuatnya cakap berbahasa asing. Sarah kini bekerja sebagai alih bahasa di sebuah perusahaan besar yang bergerak di media cetak. Kewajiban dan tugasnya dalam pekerjaan yang memaksanya pulang di kala petang setiap hari.

Suara lantunan untuk beribadah terdengar lirih di kejauhan. Sayup-sayup celoteh orang-orang yang berlalu lalang sedikit menghilang setelah kakinya melangkah di komplek tempat dia mengontrak rumah untuk tinggal. Kawasan ini memang terbilang sepi, walaupun rata-rata bangunan terbilang mewah. Banyak rumah yang dibangun namun ditinggal begitu saja oleh penghuninya karena bekerja di luar kota, sehingga tak ayal banyak yang disewakan untuk ditinggali orang lain. Namun begitu ada dua orang penjaga keamanan yang bergantian jaga antara siang dan malam.

“Malem Pak Slamet,” sapa Sarah kepada sekuriti komplek shift malam tersebut dengan senyum manisnya.

“Eh, neng Sarah udah pulang aja,” sahutnya sembari mengangkat topi baseball warna hitam. “Tadi ada temen yang nyariin neng.”

“Temen? Siapa pak?” tanya Sarah mengernyitkan dahi. Karena dia yakin tak punya satu pun teman dekat selain Santi yang tinggal di kontrakan bersamanya.

“Aduh lupa tanya namanya. Tapi orangnya cantik, pake setelan warna putih. Rambutnya panjang lurus macam awewe yang sering muncul di iklan shampo,” jawab Pak Slamet dengan sedikit bercanda.

“Ih Pak Slamet sukanya bercanda deh,” timpalnya sembari hendak berjalan pergi. Namun baru satu hentakan langkah, Sarah berhenti kembali.

“Oiya, dia titip pesen neng!” suara Pak Slamet sedikit berteriak sambil mendongakkan kepalanya. “Katanya nanti mau telepon lagi.”

Sarah sedikit tertegun mendengar ucapan sang sekuriti tersebut. Namun tak ia acuhkan karena Pak Slamet memang suka bercanda. Tak lama, Sarah berhenti di muka pintu dan mencari kunci di dalam tas selempangnya yang segera ia temukan dengan cepat.

Bergegas, dia menuju kamar dan menaruh tas serta melepas flat shoes warna moka dan menuju kamar mandi. Udara ibu kota di malam hari pun terasa begitu pengap dan berdebu. Sarah melucuti satu per satu pakaian kemudian menyiram tubuhnya yang gerah dengan air dingin. Selesai berbilas dengan guyuran terakhir, dia menyisir rambut hitamnya di depan cermin sambil senyum-senyum tipis. Terperanjat kaget, suara dering telepon genggam miliknya berbunyi cukup keras. Sarah langsung berlari meraihnya dan menjawab panggilan.

“Halo Sar! Lo udah balik?” tanya suara wanita di balik telepon yang ternyata Santi, teman kontrakannya.

“Udah nih baru selese mandi. Kenapa?”

“Gue pulang agak maleman ya. Masih ada lemburan dikit,” jawab suara tersebut.

“Oke. Nanti pintunya ga kukunci ya,” timpal Sarah.

“Thanks, Sar. Ntar gue bawain sesuatu deh.”

Kemudian panggilan terputus dan Sarah merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang empuk. Dia baru ingat bahwa kuku tangannya sudah mulai panjang. Setelah mengenakan tanktop hitam dan celana pendek, Sarah duduk di depan pintu untuk menggunting kukunya. Saat sedang asyik memotong kuku jari manis, jantungnya hampir terhempas ketika suara ketukan terdengar dari dalam rumah. Suara seperti orang sedang mengetuk pintu kayu.

Sarah beranjak dari tempatnya dan berjalan ke arah dapur dan ditengoknya, kosong. Dia pun kembali melanjutkan untuk memotong kuku jari terakhir yaitu kelingking. Dilihat waktu di sudut kanan atas layar ponselnya yang menunjukkan pukul 21.13 dan dia sudah mulai mengantuk. Namun sebelum masuk ke dalam kamarnya, tak lupa dia menyapu sisa-sisa kuku yang berserakan di lantai. Kaget bukan main, tiba-tiba berdiri seorang wanita di depan teras ketika Sarah hendak mengibaskan sapu yang ia genggam.

“Malem-malem kok nyapu mba? Pamali tau. Nanti didatengin hantu loh,” ucap seorang wanita yang Sarah yakin tadi ia temui di jembatan layang. Wanita tersebut berdiri terpaku dan tersenyum. Senyum yang mungkin akan sedikit mengusik tidur malamnya.

Sarah terhempas mundur dan jalan perlahan sembari memandang wanita misterius yang datang entah dari mana. Wanita berpakaian putih tersebut mulai tertawa. Suara tertawanya begitu parau namun melengking kencang. Bak orang yang sedang menonton film kartun, suara tertawanya sangat menggelitik tapi menyeramkan.

Dengan panik, Sarah membanting pintu dan berlari menuju kamarnya. Jantungnya semakin berlomba tatkala pintu kamarnya diketuk dengan cukup keras. Rasa takut dan ngeri mencampuri perasaannya saat itu. Berbagai lantunan ayat suci ia lontarkan dari mulutnya. Nafasnya semakin terengah-engah dan keringat mencucur deras. Di tengah kekalutannya, ada sedikit rasa lega ketika suara Santi terdengar dari balik pintu memanggil namanya.

“Sar! Sar! Lo kenapa Sar?”

Sarah berlari dan membuka pintu kamarnya.

“Lo kenapa Sar? Kenapa tiba-tiba lari masuk ke dalam rumah gitu dah?” tanya Santi heran memandang mata Sarah yang membelalak.

“Nanti kuceritain. Sini masuk,” kemudian menyeret tangan Santi dan masuk ke dalam kamarnya. Sarah menceritakan kejadian yang barusan ia alami. Santi mendengar dengan seksama dan sesekali mengernyitkan dahinya, mungkin pertanda tidak percaya.

“Makanya mitos orang tua tuh didengerin. Udah gunting kuku malem-malem, duduk depan pintu pula. Didatengin beneran kan?”

Belum selesai dijawab oleh Sarah, mereka berdua dikagetkan dengan suara orang menggedor pintu kamar. Kedua gadis tersebut memandang arah pintu dengan serentak untuk kemudian saling bertukar pandang. Santi berdiri dari ranjang dengan tangan kanan masih memegang tangan Sarah.

Suara tertawa melengking tadi kembali terdengar, namun kali ini jauh lebih keras dari pada sebelumnya. Sarah dan Santi berteriak kencang dan saling memandang dengan panik. Tanpa sepatah kata pun mereka berdua masuk ke dalam lemari pakaian Sarah yang cukup lega. Tak lupa Sarah meraih ponsel genggam yang sedari tadi ia letakkan di atas tempat tidur. Sarah menutup kedua telinganya sambil memejamkan mata dengan rapat. Mulutnya kembali mengucapkan doa-doa berharap sesuatu yang mengganggunya segera pergi. Santi pun melakukan hal yang sama seperti Sarah.

Hening, suara tertawa melengking sudah hilang, namun suasana masih cukup mencekam. Dalam kegelapan, Sarah bisa melihat bahwa waktu sudah mulai menunjukkan tengah malam. Sarah sedikit mengintip keluar dari dalam lemari yang begitu gelap. Dia memandang ke arah Santi yang juga tampak sangat panik.

Tiba-tiba ponselnya bergetar tanda ada panggilan masuk. Tanpa pikir panjang Sarah kemudian menjawab panggilan tersebut dan terdengar suara yang ia kenal. Di dalam lemari pakaian yang gelap dan pengap, Sarah merasakan hawa dingin yang amat menusuk kulit. Rambut di sekujur tubuhnya berdiri hebat saat suara dari balik telepon itu mengatakan sesuatu.

“Sar lo lagi di mana? Gue udah sampe rumah tapi ga bisa masuk nih.”


- S E L E S A I -
azhuramasdaAvatar border
tictic80Avatar border
kas.botAvatar border
kas.bot dan 4 lainnya memberi reputasi
5
252
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan