Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fadhlierlandaAvatar border
TS
fadhlierlanda
Kenapa Negeri Kita Dijajah Kompeni 350 Tahun
Minggu, 30 November 2014 15:16 WIB
SAAT iseng berselancar di jagat maya dan entah bagaimana kesasar di youtube, tiba-tiba saya sudah terpelanting ke era awal 1990 an. Era di mana di televisi nasional, satu-satunya waktu itu, suka memutar film-film yang dibintangi Dicky Zulkarnaen. Terutama sekali serial Si Pitung.

Setidaknya ada tiga serial Si Pitung yang saya tonton. Dua mengisahkan Si Pitung, dan satu terkaitpaut dengan sahabatnya, Ji'ih. Paling mengenaskan adalah seri kedua, Si Pitung Banteng Betawi. Di sini Pitung, maling budiman, menemui ajal setelah ditembak kompeni dengan peluru emas. Ia dikhianati Somad, saudara seperguruannya. Somad mencuri "baca-bacaan" Si Pitung, tersimpan dalam sebuah "dompet kecil", saat pendekar pilih tanding itu mandi di sungai.

Pengkhianatan! Demikianlah perilaku ini terus dan terus-menerus terulang sejak kompeni pertama kali masuk ke wilayah nusantara. Mula-mula mereka cuma datang satu kapal. Bukan bala tentara, melainkan sekadar pedagang dan petualang. Sungguh bukan tandingan bagi pendekar-pendekar yang bisa berlari selekas angin dengan kulit serba atos tak mempan senjata tajam. Peluru? Hanya akan menghadirkan rasa gatal seperti digigit nyamuk.
Tapi kompeni bisa masuk, bisa menguasai, bisa menjajah, bahkan sampai 350 tahun kemudian. Padahal mereka bukanlah penakluk yang hebat. Kompeni tak sebanding dengan bangsa Yunani, Roma, Persia, Viking, Mongol, Portugis, atau Inggris. Balatentara mereka tidak buas-buas amat. Perkakas perang mereka juga tidak terlalu canggih (untuk ukuran masa itu). Semestinya, jika bercermin dari betapa luar biasanya kedigdayaan kanuragan para pendekar di negeri ini, kompeni sama sekali tak punya peluang untuk masuk. Masalahnya adalah, mereka tidak memaksa masuk. Mereka melenggang karena pintu bagi mereka dibukakan lebar-lebar.

Kematian Pitung hanya satu dari begitu banyak perilaku sejenis. Somad iri pada Pitung yang dilebih disayang oleh guru mereka, Haji Naipin. Somad juga menyukai Aisyah, perempuan cantik yang ternyata juga lebih menyambut api cinta Pitung. Maka ia pun memelihara benih dendam. Pada puncaknya, Somad memilih membantu kompeni. Prinsipnya, "musuhmu musuhku juga". Pitung harus mati. Somad tak peduli jika itu membuat kompeni menguasai tanah Betawi.

Ironisnya, perilaku memilukan ini, ternyata, tetap terpelihara sampai sekarang. Dendam politik, dendam pemilihan umum presiden, membuat sebagian besar rakyat negeri terkasih ini gelap mata, memandang dengan kacamata kuda. Hanya satu sisi, yakni sisi negatif. Pendek kata, apapun yang dilakukan Joko Widodo, Presiden RI, adalah kesalahan terbesar dalam sejarah umat manusia.
Apakah Jokowi selalu benar? Sudah tentu tidak. Jokowi bukan nabi. Ia cuma manusia biasa yang kondratnya tidak lepas dari salah dan lupa. Sebaliknya, apakah dia selalu salah? Terang tidak. Ada sejumlah kebijakan Jokowi yang tidak bijak, menyedihkan, dan menjengkelkan.

Namun alangkah menyedihkannya apabila dendam politik dan dendam pemilu menjerumuskan kita kepada prinsip "musuhmu musuhku juga". Celakanya, justru ini yang sedang terjadi. Kita tahu, hubungan Indonesia dengan Malaysia sekarang sedang memanas. Jokowi melontarkan pernyataan akan menenggelamkan kapal-kapal ikan Malaysia yang melanggar batas perairan. Pernyataan ini, rupa-rupanya, tak sekadar gertak. Jokowi memerintahkan TNI Angkatan Laut untuk memarkir kapal-kapal tempur di batas-batas wilayah Indonesia yang sering dimasuki secara ilegal oleh kapal Malaysia. Akibatnya, produksi ikan Malaysia menurun. Mereka tak lagi mengimpor ikan ke Singapura, Thailand, dan Filipina.

Malaysia pun kelimpungan. Mereka yang awalnya memuji-muji Jokowi sebagai The New Hope, kini balik menyerang. Sejumlah media di Malaysia, dalam headline mereka, terang-terangan menyebut Jokowi sebagai "Presiden Kurang Ajar". Ada juga yang mengejeknya sebagai antek Amerika dan kapitalisme.
Prinsip "musuhmu musuhku juga", membuat kelompok-kelompok Jokowi Haters dan Prabowo Lovers, ikut-ikutan menyerang. Mereka mendukung dengan segenap jiwa raga cercaan Malaysia. Bahkan menambahkannya hingga jadi jauh lebih dahsyat. Mereka seakan hendak mengatakan," begini, lho, cara mencela yang baik dan benar itu. Yeah... Seperti Somad, barangkali, bagi mereka, terpenting Jokowi harus "mati". Peduli setan negeri ini diludahi dan diberaki.

http://medan.tribunnews.com/2014/11/...peni-350-tahun

udah jelas kan alasan Indonesia bisa diinjak oleh negara lain? ada keterlibatan anak bangsa juga. padahal kebijakan Jokowi untuk keras pada nelayan asing di wilayah laut NKRI adalah untuk wibawa NKRI di hadapan negara lain
0
3.1K
32
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan