- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
TS
aymawishy
Kisah Seorang Pramugari (True Story)
Di saat kau merasa hidup sendiri
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Dalam kerasnya dunia
Tersenyumlah
Bila kau pun harus berputus asa
Berpikir semua kan berakhir
Tersenyumlah
Kau tak sendiri aku di sini
Menantimu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri aku di sini
Berikan tanganmu mari kita hadapi
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang dan tetap melangkah
Kau tak sendiri
Perhatikan sekitar coba kau amati
Hidup bukan sekedar tentang patah hati
Dan semua yang terjadi ambil hikmahnya
Om Iwan pun berkata "ambil indahnya"
Kau tak sendiri aku di sini
Memanggilmu bersama hangatnya mentari
Kau tak sendiri kami di sini
Raihlah tanganku bersama kita lewati
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kau inginkan yang kau harapkan
Hadapilah dengan hati tenang teruskan melangkah
Kau tak sendiri
Hidup memang tak selalu seperti
Yang kita inginkan yang kita harapkan
Hadapilah dengan hati tenang
Yakinkan dirimu
Kau tak sendiri yeah yeah yeaah
Quote:
Hai, aku Anes, nama panggilan dari pemilik akun aymawishy ini. Semasa sekolah, aku tinggal di sebuah Kabupaten di Jawa Timur bagian timur.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Mungkin yang sudah membaca threadku yang menceritakan bagaimana kisahku semasa SMPakan lebih tahu bagaimana kejamnya orang-orang di sekitarku memperlakukanku.
Tapi, seperti yang Papaku bilang, aku harus tetap semangat dan harus terus berperilaku baik meski dijahatin.
Selepas SMA, aku merantau ke Surabaya. Disaat itulah aku benar-benar ingin hidup mandiri tanpa bantuan dari Papa. Karenanya, aku harus bekerja agar bisa kuliah.
Awal kehidupanku di perantauan, sangatlah penuh perjuangan.
Ngekos di kosan kumuh, aku pernah. Disana aku ngerasain tidur diatas kasur yang basah karena atap kamarku bocor selama musim penghujan. Dan juga kamar mandi yang lantainya meski disikat berkali-kali pakai WPC, tetap berwarna hitam karena lumutan.
Selain itu, selama 3 bulan berturut-turut, tiap harinya hanya makan roti seharga seribuan yang aku beli di warung kopi dekat kantor tempat aku magang. Yaa meski, alhamdulillahnya ada aja orang baik yang ngasih aku makan. Ohya, karena sering banget makan roti tanpa makan nasi, aku jadi punya “maag” hehehe.
Rasanya jika diingat, masih banyak perjuangan-perjuangan yang aku lalui sejak tahun 2012.
Ohya..
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Saat nanti aku berbagi cerita di thread ini, tolong jangan dihujat ya.
Sebab..
Aku bukanlah seorang penulis, jadi jangan pernah berharap lebih terhadap tulisan yang aku bagi.
Aku juga bukanlah orang hebat yang hanya ingin berbagi pengalaman yang aku alami.
Pokok Isi Cerita
Quote:
#Bagian 1
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
-Part 1 : Awal Mula
-Part 2 : Menjemput Restu
-Part 3 : Tahap Awal
-Part 4 : Pantang Mundur
-Part 5 : Tentang Cinta Pertama
-Part 6 : Terjebak Nostalgia
-Part 7 : Mungkin Nanti
-Part 8 : Undangan?
Quote:
#Bagian 2 : Proses Perekrutan Pramugari
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
-Part 9 : Hi, Jakarta! Be Nice Please!
-Part 10 : Hall of Fame
-Part 11 : Berpisah dengan Shasa, Bertemu dengan Wildan!
-Part 12 : Papa Yang Makin Menua
-Part 13 : Manis Dan Pahit
-Part 14 : Yok Opo Seh!
-Part 15 : Dikirim Malaikat Baik Yang Menjelma Menjadi Manusia
-Part 16 : Medical Examination
-Part 17 : Curhat Dadakan, Berujung Menyesakkan
-Part 18 : Menjelang Tahun Baru
-Part 19 : Selamat Datang Tahun 2017!
-Part 20 : Made Darma
-Part 21 : Hari Yang Kutunggu
-Part 22 : PANTUKHIR!
Quote:
#Bagian 3
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
-Part 23 : Kesempatan Kedua
-Part 24 : Accedere
-Part 25 : Tentang Rey!
-Part 26 : Become In Love
-Part 27 : Buket Mawar Merah
-Part 28 : Out Of Control
-Part 29 : Di Zangrandi
-Part 30 : Pantukhir Kedua
-Part 31 : Si Paling Inisiatif
-Part 32 : Agnes
-Part 33 : Cemburu
-Part 34 : Rey!?
-Part 35 : Ternyata…
-Part 36 : Di Puncak Bromo
-Part 37 : Berpisah
-Part 38 : Hasil Pantukhir
-Part 39 : Tyas!
-Part 40 : Di Kampung Halaman
-Part 41 : Berpamitan
Quote:
#Bagian 4 : Initial Flight Attendant’s Ground Training
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
-Briefing and Sign Contract :
-Part 42 : Sekilas Tentang Ground Training
-Part 43 : Kog Begini Amat Sih?!
###
-Part 44 : Drama Perkara Sepatu
-Part 45 - Astaga!!
-Part 46 : KACAU!
-Part 47 : Drama di Hari Pertama
-Part 48 : Apa Benar FA Harus Deketin Pilot Agar Jam Terbangnya Banyak?
-Part 49 : Jawaban Dari Pertanyaan Mia
-Part 50 : Learning By Doing
-Part 51 : Tentang Chapter Lima dan CET
-Part 52 : Rey Datang Lagi
-Part 53 : Tersimpul Luka Kedua Kali
-Part 54 : White Horse
-Part 55 : Menjelang Flight Training
-Part 56 : Overthinking!
Quote:
#Bagian 5 : Flight Training
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
-Part 57 : Junior Selalu Salah
-Part 58 : Briefing Before Flight
-Part 59 : About Preflight Check
-Part 60 : Company Check
-Part 61 : Berjuang Lagi!
-Part 62 : Jungle And Sea Survival Part I
-Part 63 : Jungle And Sea Survival Part II
-Part 64 : Jungle And Sea Survival Part III
-Part 65 : Jungle And Sea Survival Part IV
-Part 66 : CCFA & DGCA Check
Quote:
#Bagian 6 : Kehidupan Seorang Pramugari
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
-Part 67 : Persiapan Untuk Terbang
-Part 68 : My First Flight
-Part 69 : Rian dan Ihsan
-Part 70 : Setan Penjaga Kamar Vs Senior Ala Ala
-Part 71 : Kisah Kasih Tak Sampai
-Part 72 : Padaido
-Part 73 : Hubungan Tanpa Status
-Part 74 : Mimpi Aneh
-Part 75 : Putri Kebaya
-Part 76 : Kamu Mau Jadi Pramugari Yang Seperti Apa?
-Part 77 : Turbulensi
-Part 78 : Hari-hari Bersama Papa
-Part 79 : Papa, It’s My Birthday!
-Part 80 : Duka Yang Bertubi
-Part 81 : Flashback to 2017
-Part 82 : Tentang Aku dan Dia
Diubah oleh aymawishy 02-02-2024 01:38
snf0989 dan 45 lainnya memberi reputasi
46
59.5K
Kutip
1K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
aymawishy
#268
Part 73 - Hubungan Tanpa Status
Spoiler for Hubungan Tanpa Status:
Disaat aku mulai mengenakan masker selam, tiba-tiba Mas Daud bertanya sesuatu yang tidak aku duga sebelumnya.
“Nes, kamu kenal Reyhan?”
Aku berusaha untuk mengabaikan pertanyaannya.
“Nes?”, kali ini Mas Daud menghentikan kegiatanku yang sedari tadi ga bisa makai masker selam dengan benar.
“Kamu inget Reyhan ga?”, tanyanya lagi.
“Mas, uda 2 tahun berlalu loh…”, jawabku perlahan.
“Masih inget berarti…”, ujarnya kemudian.
“Jadi gimana, aku boleh lanjut snorkeling ga nih?”, aku memasang wajah manyun, masih terus berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Haha iya boleh..”
Snorkeling kali ini tercampur dengan emosi yang tak bisa ku kontrol.
Bayangan tentang Rey, bukan, bukan bayangan, tetapi sikapnya yang seolah mempermainkanku—dulu, membuatku sangat geram.
Dulu, dia meninggalkanku dengan semaunya. Kalau istilah zaman sekarang ’ditinggal pas lagi sayang-sayangnya’.
Setelah aku nyaris berhasil untuk merelakannya, eh dia dateng lagi, membuat perasaanku ke dia kembali ada.
Tapi apa yang aku dapat? Dia lagi-lagi menyakitiku dengan amat sangat.
Jujur, hal yang paling aku sesalkan adalah aku sempat membiarkannya mencium bibirku sepuasnya. Padahal, aku ingin ciuman itu ya untuk suamiku nanti. Bodohnya aku terjebak dalam permainannya
Hal itu cukup membuatku merasa gagal dalam menjaga harga diriku yang selama ini aku pelihara dengan sangat baik.
Memikirkannya saja membuat jantungku berdegup sangat kencang dan amarahku makin membuncah tak karuan, aku tidak lagi menikmati keindahan laut dengan rasa damai dan tenang seperti sebelumnya.
Tak berselang lama, tiba-tiba betis sebelah kananku terasa kaku dan sangat nyeri. Aku mulai menghentikan gerakanku dan berusaha untuk berdiri tegak di dalam air.
Posisi Mas Daud yang sejak tadi tak berada jauh dariku, menyadari bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.
Tanpa banyak bicara, dia segera menggiringku mendekati speed boat lalu membantuku untuk menaikinya.
Begitu aku sudah berada di atas speed boat, otot-otot pada betis kananku rasanya semakin menegang, membuatku sangat kesakitan.
Om Onald segera berlari ke arahku sembari membawakan handuk juga kain lap beserta termos berukuran besar. Mas Daud yang kini juga sudah berada di atas speed boat, mulai memijat-mijat kakiku yang kaku.
“Mba Anes pake dulu handuknya biar ga kedinginan..”, ujar Om Onald.
“Makasih, Om…”
Setelahnya, Om Onald pun meninggalkan kami berdua.
Disaat aku melingkarkan handuk ke sebagian tubuhku, Mas Daud terlihat ragu-ragu.
Ia pun menatapku.
“Masih sakit?”, tanyanya.
Aku mengangguk sembari menggigit bagian bawah bibirku.
“Boleh aku tekuk celana ini sampe lutut?”, tanyanya lagi.
Aku menoleh ke sekitar, mencari-cari sosok Mba Mida, Mba Frieda, dan juga Mba Neila.
“Di speed boat ini hanya ada kita dan Om Onald.”, tegasnya. Sepertinya dia tau apa yang sedang aku pikirkan.
Tanpa bertanya lagi, dia pun mulai menarik celana renangku hingga ke lutut.
Kemudian, dia membasahi kain lap dengan air panas dalam termos, lalu menghangatkan kakiku dengan kain lap itu sembari memijat-mijatnya perlahan.
“Masih kaku ga betisnya?”, tanyanya setelah beberapa saat kami saling terdiam.
“Udah ga terlalu…”, lirihku.
“Ntar kalau kaki kamu uda ada di suhu normal, ga kedinginan, nyerinya bakal hilang.”
“Makasih ya…”, jawabku.
“Sorry ya, Nes.”, ujarnya kemudian.
“Untuk?”
“Nanyain tentang Rey..”
Aku terdiam lagi.
Aku pikir aku akan biasa saja jika ada seseorang yang menanyakan tentang Rey. Ternyata ga semudah itu yaa.
Apalagi kenangan tentang dia yang ternyata sama cewek di dalam kamar rumah sakit tiba-tiba kembali terlintas.
‘Padahal sebelum cewe itu dateng, aku susah payah ngerawat dia sendirian. Eh setelah kondisinya membaik, dia malah ngundang cewek lain tanpa sepengetahuanku. Ish!!’, bathinku menggerutu.
“Mas kenal Rey?”, akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan hal ini.
“Kenal.”, jawabnya singkat.
“Rey pernah cerita ga kalau dia punya sahabat yang sifatnya juga pengalamannya mirip banget sama dia?”, tanyanya kemudian.
“Hm pernah..”
“Nah yang dia maksud itu aku.”
Deg. Ternyata mereka ini sahabatan??
“Setelah ketemu kamu, aku jadi tau kenapa Rey jatuh cinta sama kamu..”
“Mas, tolong jangan dibahas lagi ya?”, potongku.
“Dengan kondisi kamu yang begini setelah aku ngebahas Rey, aku juga tau kalau kamu sebenarnya pun masih belum bisa lupain dia.”
“Maaf ya Mas, sebenarnya aku bukan ga bisa lupain dia. Hanya saja, dia yang ngasih aku rasa sakit yang begitu dalam.”
Mas Daud masih sibuk mengompres betisku yang sudah mulai membaik.
“Sejak kapan Mas tau tentang aku dan Rey?”, tanyaku lagi.
“Sejak dulu, sejak kalian pacaran… Hanya aja, baru kali ini aku ketemu kamu langsung. Ohya sebenernya, saat dia masuk rumah sakit 2 tahun lalu, kita uda nyaris ketemu loh.”
“Oh ya? Kog bisa?”
“Iyaa, saat dia di opname di rumah sakit, aku sempet jenguk dia sama pacar aku, eh sekarang udah jadi mantan sih.”
“Hmm?”
“Kata Rey, kamunya lagi beli sesuatu di bawah..”
‘Apa cewek yang aku lihat saat itu adalah pacar Mas Daud ya?’
“Pacar Mas pake baju biru tua bukan? Dan bawa koper terbang?”, tanyaku tiba-tiba.
“Iya, kog kamu tau?”
‘Astagaaa.. selama ini aku pikir cewek itu cewek Rey yang baru’
“Hm kami bertiga sempet nungguin kamu sampe malem loh. Rey juga bolak-balik nelponin kamu tapi nomor kamu ga bisa dihubungi.”
‘Yaa Allah.. aku salah paham selama ini’.
Mas Daud menceritakan kejadian malam itu dengan sangat tenang. Berbarengan dengan itu, dia kembali membuka tutup termos.
“Hm Mas, ga perlu di kompres lagi, yaa. Betisku uda ga nyeri..”
“Beneran?”
“Iyaa, makasih banyak ya..”, aku kembali menarik celana renangku hingga mata kaki.
“Sama-sama, Nes… mau nyebur lagi?”
“Sekarang jam berapa kah?”
“Hm masih jam 1 sih.”
“Serius? Aku pikir udah jam 3-an loh!”
“Hahaha belum. Jadi gimana? Mau nyebur lagi?”
“Mau hehehehe..”, ujarku kemudian.
Disaat aku berniat akan ‘nyebur’ lagi, Capt Arya, Mas Tama, dan Mba Mba yang lain malah mendekati speed boat.
“Wud, Anes kenapa?”, teriak Capt dari bawah, dia sedang menunggu giliran menaiki speed boat.
“Kakinya kram Capt!”, teriak Mas Daud sembari membantu Mba Mbanya menaiki speed boat.
Saat Mba Frieda, Mba Mida, dan Mba Neila sudah berhasil naik, mereka segera menghampiriku dan menanyakan keadaanku.
“Sekarang gimana kakinya Nes? Masih ngilu?”, tanya Mba Mida.
“Alhamdulillah udah engga Mba…”
“Btw tadi makasih yaa uda nolongin aku…”, ujar Mba Neila.
“Iya Mba, sama-sama yaaa…”
“Nes, gimana? Aman?”, tanya Capt yang baru saja bergabung dengan kami.
“Aman Capt..”
“Btw ini udah jam 3 nih, kita shalat dulu lalu langsung balik yaa? Gimana?”, tanya Capt.
Aku melirik ke arah Mas Daud, yang tadi sempat bilang sekarang masih jam 1.
“Sorry, jam 1 WIB ternyata…”, dia memberikan isyarat padaku dan berbicara tanpa suara.
Aku pun membalasnya dengan senyum.
Dalam keadaan yang masih basah kuyup, kami pun bergantian menjamak shalat di atas speed boat.
“Nes, ini beneran gapapa mukenah kamu jadi basah?”, tanya Mba Mida.
“Gapapa Mba Mida.. kan nanti bisa kering lagi..”
“Haha okedeh..”
Kalau ditanya gimana rasanya shalat di tengah laut? Sungguh ga bisa diungkapkan dalam kata-kata. Selain lebih tenang, rasanya pun lebih khusyuk.
Selepas aku shalat, aku kembali mengenakan sweaterku dan celana panjang hitamku, sebab anginnya lebih kencang dan lebih dingin dari sebelumnya.
Sekitar jam 15.30 WIT, Om Alex pun kembali mengemudikan speed boat menuju Pelabuhan Bosnik.
Capt Arya, Mas Daud, Mas Tama, Mba Mida, Mba Frieda, Mba Neila, dan aku kini duduk saling berhadapan.
Kami pun saling menceritakan keseruan yang tadi kami dapatkan.
Sesekali Capt mengeluarkan jokes bapak-bapaknya.
Lalu ditimpali dengan Mas Daud dan Mas Tama yang jokesnya ga kalah garing dari Capt.
Kalau dari tim cewek, yang paling kocak sih Mba Mida yaa. Yang lainnya hanya ketawa aja, termasuk aku.
“Daud, mantan lo bukannya sahabat si Mida ya?”, tanya Capt tiba-tiba. Membuat suasana ricuh seketika menjadi hening dan krik-krik-krik.
“Haha si Syifa maksudnya Capt?”, tanya Mba Mida.
“Iya, Syifa..”, jawab Capt.
Sekilas aku memperhatikan Mas Daud. Dari gerak-geriknya sih dia merasa ga nyaman dengan pembahasan ini.
“Udah nikah dia, Capt.”, jawab Mas Daud.
“Emang iya? Gue sih taunya dia resign..”
“Iya Capt. Baru sebulan putus sama Daud, dia nikah, terus resign.”, Mba Mida menjelaskan.
Dari sedikit cerita mereka, aku bisa menyimpulkan, kenapa Rey bilang kalau sahabatnya itu punya kisah dan sifat yang sama dengannya. Ternyata karena mereka berdua sama-sama ditinggal nikah sama mantan pacarnya. Dan aku juga jadi tau kenapa Mba Mida begitu berani dan begitu mengenali siapa Mas Daud ini. Ternyata karena Mba Mida ini sahabatnya mantan Mas Daud.
Setelah memberikan pertanyaan kepada Mas Daud, Capt kembali menanyai kami satu per satu dengan pertanyaan yang to the point. Contohnya gini:
“Nes, kenapa lo mau berteman doang dengan Daud? Emang lo uda punya pacar?”, aku adalah orang terakhir yang diinterogasi oleh Capt.
“Hmm belum pacaran sih Capt…”, jawabku pada akhirnya. Karena Mba Mba sebelumnya menjawabnya dengan jujur, aku pun berusaha untuk menjawab dengan jujur juga.
“Jadi?”, tanyanya lagi.
“Hubungan tanpa status?”, jawabku ragu.
“Hubungan tanpa status versi lo tuh gimana?”, tanya Capt lagi-lagi.
“Yaa kalau saya sih meskipun status belum jelas, tapi saya berusaha untuk jaga perasaan dia Capt. Membatasi berkomunikasi dan berteman dengan lawan jenis. Jadi, kalau ada lawan jenis yang berniat mendekati saya, saya langsung menjauh dengan tidak meresponnya.”
“Cowo yg HTS-an sama lo, ngelakuin hal yang sama ga?”, pertanyaan Capt semakin bikin jleb.
“Hm ga tau sih Capt.. tapi menurut saya, mau dia melakukan hal yang sama dengan saya atau tidak, biarlah itu jadi urusan dia. Yang penting, gimana sayanya memperlakukannya.”
“Aduuh, berat euy. Terus kalau boleh tau, dia dimana sekarang?”
“Dia lagi di Riau Capt.”
“Ngapain?”
“Dikirim ke Riau sama kampusnya.”
“Oh masih anak kuliahan?”
“Iya Capt..”
“Wah, beruntung banget tuh cowok yaa.”
Dari percakapan antara aku dan Capt ini, aku bisa menilai bahwa Capt adalah orang yang baik. Sebab, dia bisa menghargai apa yang sedang aku jalani dan tidak menjelek-jelekkan atau merendahkan seseorang yang menjalin hubungan tanpa status denganku.
——
Tak berasa, kami sudah tiba di Pelabuhan Bosnik dengan selamat.
Kami pun segera membilas dan berganti pakaian di toilet yang keadaannya cukup memprihatinkan.
Bagi yang sudah bilas dan berganti pakaian, bisa duduk-duduk menikmati es kelapa muda dan juga beberapa gorengan di tepian pantai.
“Nes, udah kelar?”, tanya Mas Daud saat aku duduk tak jauh dari dia duduk.
“Udah..”
“Mau es kelapa?”, tanyanya lagi.
“Aku uda pesen kog.”
Setelahnya, kami terdiam cukup lama sembari menikmati deburan ombak.
“Nes.. jadi uda berapa lama kamu HTSan sama cowo kamu?”
“Hm hampir 2 tahun..”
“Serius?? Lama juga ya! Terus kenapa kamu mau menjalani hubungan tanpa status?”
“Hm ga tau yaa.. mungkin karena selama ini, aku tuh selalu nyerah disaat orang yang aku sayang bilang ‘udahan’.”
“Hm?”
“Iya, kaya Rey misalnya. Disaat dia bilang udahan, akunya kaya, ‘oh yaudah’ gitu. Tapi kalau sama cowok ini, aku tuh punya rasa ingin milikin dia. Untuk pertama kalinya aku merasa begitu ke cowok. Makanya aku pertahanin dia selama ini.”
“Hm gitu. Kamu ga merasa dirugikan? Secara kamu jadi menutup diri setiap ada orang yang mau deketin kamu?”
“Enggak sih Mas. Sejauh ini aku ga pernah ngerasa dirugiin. Justru dengan kami yang begini, aku merasa lebih bisa menjaga diri dengan baik.”
“Hm gitu ya..”, Mas Daud menatapku dengan sedikit kebingungan.
“Ohya Nes, kamu dapet salam dari Rey..”
“Makasih..”, balasku sembari tersenyum.
“Gitu doang?”, Mas Daud membalas senyumanku.
“Terus? Harus gimana?”
“Yaa salam balik gitu?”
“Nes.. Anesss.. kamu dimanaaa??”, teriakan Mba Mida memotong perdebatanku dengan Mas Daud.
“Mba, aku disiniii…”, jawabku sembari melambaikan tangan.
“Astaagaaa, aku pikir kamu kemanaaaa tau. Kita bertiga nungguin kamu di depan toilet loh dari tadi.”
“Huhu maafin.. sini sini duduk. Mau aku pesenin es kelapa muda ga?”
“Boleh boleeh..”, jawab mereka serempak.
Setelahnya, kami pun menikmati sore di tepi pantai yang keindahannya sungguh sangat ku rindukan.
Sekitar jam 17.00 WIT, kami pun kembali pulang menuju hotel. Kenapa ga menunggu sunset? Karena menghindari jalanan yang gelap.
Fyi perjalanan daratnya itu bener-bener ngelewatin hutan gitu. Khawatir kalau nyampe hotelnya kemaleman, istirahat kami akan kurang.
Alhamdulillah, sekitar jam 6-an sore, kami sudah tiba di hotel.
Kami pun segera masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan beberes.
Setelahnya, kami makan malam bersama di ruang makan hotel, saling bercerita dan bercanda sampe jam 8 malem.
Beneran deh, rasanya ini bukan lagi kerja, tapi lagi liburan bareng keluarga.
——
Hotel di Biak ini terkenal sebagai hotel yang horor. Tapi malam itu, alhamdulillah aku bisa tidur dengan nyenyak.
Aku tidur sekitar jam 20.30 dan bangun-bangun sekitar jam 4-an.
“Pagi Nes..”, sapa Mba Frieda ketika aku baru saja membuka mata.
“Pagi Mba.. seger banget yaa bangun tidur pagi ini.”
“Iyaa.. rasanya tenang ga sih Nes?”
“Iya Mbaa. Bangeet!!”
“Nes Nes..”, Mba Frieda tiba-tiba beranjak dari kasurnya dan menyalakan lampu kamar.
“Kenapa Mba?”, aku panik dibuatnya.
“Wajah kamu kenapaaa???”
“Nes, kamu kenal Reyhan?”
Aku berusaha untuk mengabaikan pertanyaannya.
“Nes?”, kali ini Mas Daud menghentikan kegiatanku yang sedari tadi ga bisa makai masker selam dengan benar.
“Kamu inget Reyhan ga?”, tanyanya lagi.
“Mas, uda 2 tahun berlalu loh…”, jawabku perlahan.
“Masih inget berarti…”, ujarnya kemudian.
“Jadi gimana, aku boleh lanjut snorkeling ga nih?”, aku memasang wajah manyun, masih terus berusaha mengalihkan pembicaraan.
“Haha iya boleh..”
Snorkeling kali ini tercampur dengan emosi yang tak bisa ku kontrol.
Bayangan tentang Rey, bukan, bukan bayangan, tetapi sikapnya yang seolah mempermainkanku—dulu, membuatku sangat geram.
Dulu, dia meninggalkanku dengan semaunya. Kalau istilah zaman sekarang ’ditinggal pas lagi sayang-sayangnya’.
Setelah aku nyaris berhasil untuk merelakannya, eh dia dateng lagi, membuat perasaanku ke dia kembali ada.
Tapi apa yang aku dapat? Dia lagi-lagi menyakitiku dengan amat sangat.
Jujur, hal yang paling aku sesalkan adalah aku sempat membiarkannya mencium bibirku sepuasnya. Padahal, aku ingin ciuman itu ya untuk suamiku nanti. Bodohnya aku terjebak dalam permainannya
Hal itu cukup membuatku merasa gagal dalam menjaga harga diriku yang selama ini aku pelihara dengan sangat baik.
Memikirkannya saja membuat jantungku berdegup sangat kencang dan amarahku makin membuncah tak karuan, aku tidak lagi menikmati keindahan laut dengan rasa damai dan tenang seperti sebelumnya.
Tak berselang lama, tiba-tiba betis sebelah kananku terasa kaku dan sangat nyeri. Aku mulai menghentikan gerakanku dan berusaha untuk berdiri tegak di dalam air.
Posisi Mas Daud yang sejak tadi tak berada jauh dariku, menyadari bahwa aku sedang tidak baik-baik saja.
Tanpa banyak bicara, dia segera menggiringku mendekati speed boat lalu membantuku untuk menaikinya.
Begitu aku sudah berada di atas speed boat, otot-otot pada betis kananku rasanya semakin menegang, membuatku sangat kesakitan.
Om Onald segera berlari ke arahku sembari membawakan handuk juga kain lap beserta termos berukuran besar. Mas Daud yang kini juga sudah berada di atas speed boat, mulai memijat-mijat kakiku yang kaku.
“Mba Anes pake dulu handuknya biar ga kedinginan..”, ujar Om Onald.
“Makasih, Om…”
Setelahnya, Om Onald pun meninggalkan kami berdua.
Disaat aku melingkarkan handuk ke sebagian tubuhku, Mas Daud terlihat ragu-ragu.
Ia pun menatapku.
Aku kasih foto yang mirip dia saat dia basah-basahan di laut ya. Karena aku susah mendeskripsikan dia lewat kata-kata hehehe.
“Masih sakit?”, tanyanya.
Aku mengangguk sembari menggigit bagian bawah bibirku.
“Boleh aku tekuk celana ini sampe lutut?”, tanyanya lagi.
Aku menoleh ke sekitar, mencari-cari sosok Mba Mida, Mba Frieda, dan juga Mba Neila.
“Di speed boat ini hanya ada kita dan Om Onald.”, tegasnya. Sepertinya dia tau apa yang sedang aku pikirkan.
Tanpa bertanya lagi, dia pun mulai menarik celana renangku hingga ke lutut.
Kemudian, dia membasahi kain lap dengan air panas dalam termos, lalu menghangatkan kakiku dengan kain lap itu sembari memijat-mijatnya perlahan.
“Masih kaku ga betisnya?”, tanyanya setelah beberapa saat kami saling terdiam.
“Udah ga terlalu…”, lirihku.
“Ntar kalau kaki kamu uda ada di suhu normal, ga kedinginan, nyerinya bakal hilang.”
“Makasih ya…”, jawabku.
“Sorry ya, Nes.”, ujarnya kemudian.
“Untuk?”
“Nanyain tentang Rey..”
Aku terdiam lagi.
Aku pikir aku akan biasa saja jika ada seseorang yang menanyakan tentang Rey. Ternyata ga semudah itu yaa.
Apalagi kenangan tentang dia yang ternyata sama cewek di dalam kamar rumah sakit tiba-tiba kembali terlintas.
‘Padahal sebelum cewe itu dateng, aku susah payah ngerawat dia sendirian. Eh setelah kondisinya membaik, dia malah ngundang cewek lain tanpa sepengetahuanku. Ish!!’, bathinku menggerutu.
“Mas kenal Rey?”, akhirnya aku memberanikan diri untuk menanyakan hal ini.
“Kenal.”, jawabnya singkat.
“Rey pernah cerita ga kalau dia punya sahabat yang sifatnya juga pengalamannya mirip banget sama dia?”, tanyanya kemudian.
“Hm pernah..”
“Nah yang dia maksud itu aku.”
Deg. Ternyata mereka ini sahabatan??
“Setelah ketemu kamu, aku jadi tau kenapa Rey jatuh cinta sama kamu..”
“Mas, tolong jangan dibahas lagi ya?”, potongku.
“Dengan kondisi kamu yang begini setelah aku ngebahas Rey, aku juga tau kalau kamu sebenarnya pun masih belum bisa lupain dia.”
“Maaf ya Mas, sebenarnya aku bukan ga bisa lupain dia. Hanya saja, dia yang ngasih aku rasa sakit yang begitu dalam.”
Mas Daud masih sibuk mengompres betisku yang sudah mulai membaik.
“Sejak kapan Mas tau tentang aku dan Rey?”, tanyaku lagi.
“Sejak dulu, sejak kalian pacaran… Hanya aja, baru kali ini aku ketemu kamu langsung. Ohya sebenernya, saat dia masuk rumah sakit 2 tahun lalu, kita uda nyaris ketemu loh.”
“Oh ya? Kog bisa?”
“Iyaa, saat dia di opname di rumah sakit, aku sempet jenguk dia sama pacar aku, eh sekarang udah jadi mantan sih.”
“Hmm?”
“Kata Rey, kamunya lagi beli sesuatu di bawah..”
‘Apa cewek yang aku lihat saat itu adalah pacar Mas Daud ya?’
“Pacar Mas pake baju biru tua bukan? Dan bawa koper terbang?”, tanyaku tiba-tiba.
“Iya, kog kamu tau?”
‘Astagaaa.. selama ini aku pikir cewek itu cewek Rey yang baru’
“Hm kami bertiga sempet nungguin kamu sampe malem loh. Rey juga bolak-balik nelponin kamu tapi nomor kamu ga bisa dihubungi.”
‘Yaa Allah.. aku salah paham selama ini’.
Mas Daud menceritakan kejadian malam itu dengan sangat tenang. Berbarengan dengan itu, dia kembali membuka tutup termos.
“Hm Mas, ga perlu di kompres lagi, yaa. Betisku uda ga nyeri..”
“Beneran?”
“Iyaa, makasih banyak ya..”, aku kembali menarik celana renangku hingga mata kaki.
“Sama-sama, Nes… mau nyebur lagi?”
“Sekarang jam berapa kah?”
“Hm masih jam 1 sih.”
“Serius? Aku pikir udah jam 3-an loh!”
“Hahaha belum. Jadi gimana? Mau nyebur lagi?”
“Mau hehehehe..”, ujarku kemudian.
Disaat aku berniat akan ‘nyebur’ lagi, Capt Arya, Mas Tama, dan Mba Mba yang lain malah mendekati speed boat.
“Wud, Anes kenapa?”, teriak Capt dari bawah, dia sedang menunggu giliran menaiki speed boat.
“Kakinya kram Capt!”, teriak Mas Daud sembari membantu Mba Mbanya menaiki speed boat.
Saat Mba Frieda, Mba Mida, dan Mba Neila sudah berhasil naik, mereka segera menghampiriku dan menanyakan keadaanku.
“Sekarang gimana kakinya Nes? Masih ngilu?”, tanya Mba Mida.
“Alhamdulillah udah engga Mba…”
“Btw tadi makasih yaa uda nolongin aku…”, ujar Mba Neila.
“Iya Mba, sama-sama yaaa…”
“Nes, gimana? Aman?”, tanya Capt yang baru saja bergabung dengan kami.
“Aman Capt..”
“Btw ini udah jam 3 nih, kita shalat dulu lalu langsung balik yaa? Gimana?”, tanya Capt.
Aku melirik ke arah Mas Daud, yang tadi sempat bilang sekarang masih jam 1.
“Sorry, jam 1 WIB ternyata…”, dia memberikan isyarat padaku dan berbicara tanpa suara.
Aku pun membalasnya dengan senyum.
Dalam keadaan yang masih basah kuyup, kami pun bergantian menjamak shalat di atas speed boat.
“Nes, ini beneran gapapa mukenah kamu jadi basah?”, tanya Mba Mida.
“Gapapa Mba Mida.. kan nanti bisa kering lagi..”
“Haha okedeh..”
Kalau ditanya gimana rasanya shalat di tengah laut? Sungguh ga bisa diungkapkan dalam kata-kata. Selain lebih tenang, rasanya pun lebih khusyuk.
Selepas aku shalat, aku kembali mengenakan sweaterku dan celana panjang hitamku, sebab anginnya lebih kencang dan lebih dingin dari sebelumnya.
Sekitar jam 15.30 WIT, Om Alex pun kembali mengemudikan speed boat menuju Pelabuhan Bosnik.
Capt Arya, Mas Daud, Mas Tama, Mba Mida, Mba Frieda, Mba Neila, dan aku kini duduk saling berhadapan.
Kami pun saling menceritakan keseruan yang tadi kami dapatkan.
Sesekali Capt mengeluarkan jokes bapak-bapaknya.
Lalu ditimpali dengan Mas Daud dan Mas Tama yang jokesnya ga kalah garing dari Capt.
Kalau dari tim cewek, yang paling kocak sih Mba Mida yaa. Yang lainnya hanya ketawa aja, termasuk aku.
“Daud, mantan lo bukannya sahabat si Mida ya?”, tanya Capt tiba-tiba. Membuat suasana ricuh seketika menjadi hening dan krik-krik-krik.
“Haha si Syifa maksudnya Capt?”, tanya Mba Mida.
“Iya, Syifa..”, jawab Capt.
Sekilas aku memperhatikan Mas Daud. Dari gerak-geriknya sih dia merasa ga nyaman dengan pembahasan ini.
“Udah nikah dia, Capt.”, jawab Mas Daud.
“Emang iya? Gue sih taunya dia resign..”
“Iya Capt. Baru sebulan putus sama Daud, dia nikah, terus resign.”, Mba Mida menjelaskan.
Dari sedikit cerita mereka, aku bisa menyimpulkan, kenapa Rey bilang kalau sahabatnya itu punya kisah dan sifat yang sama dengannya. Ternyata karena mereka berdua sama-sama ditinggal nikah sama mantan pacarnya. Dan aku juga jadi tau kenapa Mba Mida begitu berani dan begitu mengenali siapa Mas Daud ini. Ternyata karena Mba Mida ini sahabatnya mantan Mas Daud.
Setelah memberikan pertanyaan kepada Mas Daud, Capt kembali menanyai kami satu per satu dengan pertanyaan yang to the point. Contohnya gini:
“Nes, kenapa lo mau berteman doang dengan Daud? Emang lo uda punya pacar?”, aku adalah orang terakhir yang diinterogasi oleh Capt.
“Hmm belum pacaran sih Capt…”, jawabku pada akhirnya. Karena Mba Mba sebelumnya menjawabnya dengan jujur, aku pun berusaha untuk menjawab dengan jujur juga.
“Jadi?”, tanyanya lagi.
“Hubungan tanpa status?”, jawabku ragu.
“Hubungan tanpa status versi lo tuh gimana?”, tanya Capt lagi-lagi.
“Yaa kalau saya sih meskipun status belum jelas, tapi saya berusaha untuk jaga perasaan dia Capt. Membatasi berkomunikasi dan berteman dengan lawan jenis. Jadi, kalau ada lawan jenis yang berniat mendekati saya, saya langsung menjauh dengan tidak meresponnya.”
“Cowo yg HTS-an sama lo, ngelakuin hal yang sama ga?”, pertanyaan Capt semakin bikin jleb.
“Hm ga tau sih Capt.. tapi menurut saya, mau dia melakukan hal yang sama dengan saya atau tidak, biarlah itu jadi urusan dia. Yang penting, gimana sayanya memperlakukannya.”
“Aduuh, berat euy. Terus kalau boleh tau, dia dimana sekarang?”
“Dia lagi di Riau Capt.”
“Ngapain?”
“Dikirim ke Riau sama kampusnya.”
“Oh masih anak kuliahan?”
“Iya Capt..”
“Wah, beruntung banget tuh cowok yaa.”
Dari percakapan antara aku dan Capt ini, aku bisa menilai bahwa Capt adalah orang yang baik. Sebab, dia bisa menghargai apa yang sedang aku jalani dan tidak menjelek-jelekkan atau merendahkan seseorang yang menjalin hubungan tanpa status denganku.
——
Tak berasa, kami sudah tiba di Pelabuhan Bosnik dengan selamat.
Kami pun segera membilas dan berganti pakaian di toilet yang keadaannya cukup memprihatinkan.
Bagi yang sudah bilas dan berganti pakaian, bisa duduk-duduk menikmati es kelapa muda dan juga beberapa gorengan di tepian pantai.
“Nes, udah kelar?”, tanya Mas Daud saat aku duduk tak jauh dari dia duduk.
“Udah..”
“Mau es kelapa?”, tanyanya lagi.
“Aku uda pesen kog.”
Setelahnya, kami terdiam cukup lama sembari menikmati deburan ombak.
“Nes.. jadi uda berapa lama kamu HTSan sama cowo kamu?”
“Hm hampir 2 tahun..”
“Serius?? Lama juga ya! Terus kenapa kamu mau menjalani hubungan tanpa status?”
“Hm ga tau yaa.. mungkin karena selama ini, aku tuh selalu nyerah disaat orang yang aku sayang bilang ‘udahan’.”
“Hm?”
“Iya, kaya Rey misalnya. Disaat dia bilang udahan, akunya kaya, ‘oh yaudah’ gitu. Tapi kalau sama cowok ini, aku tuh punya rasa ingin milikin dia. Untuk pertama kalinya aku merasa begitu ke cowok. Makanya aku pertahanin dia selama ini.”
“Hm gitu. Kamu ga merasa dirugikan? Secara kamu jadi menutup diri setiap ada orang yang mau deketin kamu?”
“Enggak sih Mas. Sejauh ini aku ga pernah ngerasa dirugiin. Justru dengan kami yang begini, aku merasa lebih bisa menjaga diri dengan baik.”
“Hm gitu ya..”, Mas Daud menatapku dengan sedikit kebingungan.
“Ohya Nes, kamu dapet salam dari Rey..”
“Makasih..”, balasku sembari tersenyum.
“Gitu doang?”, Mas Daud membalas senyumanku.
“Terus? Harus gimana?”
“Yaa salam balik gitu?”
“Nes.. Anesss.. kamu dimanaaa??”, teriakan Mba Mida memotong perdebatanku dengan Mas Daud.
“Mba, aku disiniii…”, jawabku sembari melambaikan tangan.
“Astaagaaa, aku pikir kamu kemanaaaa tau. Kita bertiga nungguin kamu di depan toilet loh dari tadi.”
“Huhu maafin.. sini sini duduk. Mau aku pesenin es kelapa muda ga?”
“Boleh boleeh..”, jawab mereka serempak.
Setelahnya, kami pun menikmati sore di tepi pantai yang keindahannya sungguh sangat ku rindukan.
Sekitar jam 17.00 WIT, kami pun kembali pulang menuju hotel. Kenapa ga menunggu sunset? Karena menghindari jalanan yang gelap.
Fyi perjalanan daratnya itu bener-bener ngelewatin hutan gitu. Khawatir kalau nyampe hotelnya kemaleman, istirahat kami akan kurang.
Alhamdulillah, sekitar jam 6-an sore, kami sudah tiba di hotel.
Kami pun segera masuk ke kamar masing-masing untuk mandi dan beberes.
Setelahnya, kami makan malam bersama di ruang makan hotel, saling bercerita dan bercanda sampe jam 8 malem.
Beneran deh, rasanya ini bukan lagi kerja, tapi lagi liburan bareng keluarga.
——
Hotel di Biak ini terkenal sebagai hotel yang horor. Tapi malam itu, alhamdulillah aku bisa tidur dengan nyenyak.
Aku tidur sekitar jam 20.30 dan bangun-bangun sekitar jam 4-an.
“Pagi Nes..”, sapa Mba Frieda ketika aku baru saja membuka mata.
“Pagi Mba.. seger banget yaa bangun tidur pagi ini.”
“Iyaa.. rasanya tenang ga sih Nes?”
“Iya Mbaa. Bangeet!!”
“Nes Nes..”, Mba Frieda tiba-tiba beranjak dari kasurnya dan menyalakan lampu kamar.
“Kenapa Mba?”, aku panik dibuatnya.
“Wajah kamu kenapaaa???”
😨😨😨
baccu dan 2 lainnya memberi reputasi
3
Kutip
Balas
Tutup