- Beranda
- Komunitas
- Story
- Stories from the Heart
KALAGENDA | RITUAL
TS
re.dear
KALAGENDA | RITUAL
Mohon maaf bagi yang sudah menunggu terlalu lama🙏
Kami ucapkan terimakasih banyak atas kesabarannya yang luar biasa.
Kalagenda telah kembali, semoga masih cukup menarik untuk disimak.
Konten Sensitif
"Sejatinya tidak ada ilmu hitam dan ilmu putih, ilmu tetaplah ilmu. Yang ada hanyalah pelakunya menapaki jalan yang mana."
Spoiler for SEASON 1 SAJEN:
Chapter: Sajen
adalah chapter pembuka dari kisah ini. Seperti ritual, sesajen dibutuhkan sebagai syarat utama.Kisah yang menceritakan persinggungan dengan seorang dukun sakti yang dipanggil Ki Kala. Seorang pelaku ilmu hitam yang sanggup memenuhi setiap permintaan. Tentu dengan bayaran nyawa.
Akankah kami dapat bertahan?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
Kang Adul Ojol
Seorang pengemudi ojek online berumur 40tahunan. Seorang bapak dengan 2 anak yang selalu mengutamakan keluarga. Kesialan yang dirinya atau rekan-rekannya alami membawa sisi yang jarang diekspos dari pekerjaan ojek online.
Mang Ian Warung
Perantau 27tahun dari kampung yang masih betah dalam status lajang ini mengelola sebuah warung yang berlokasi disebuah pertigaan angker.
Bang Herul Akik
Mantan satpam berumur 35 tahunan dari beberapa perusahaan. Seorang bapak dengan 1 anak yang selalu penasaran dengan hal mistis. Pun kejadian sial yang ia alami membuatnya terjun ke dunia batu akik untuk menyambung hidup.
Teh Yuyun
Wanita berumur 50 tahun lebih yang menolak tua. Mempunyai 2 anak tanpa cucu. Siapa sangka dibalik sikapnya yang serampangan, ia adalah sosok yang mempunyai ilmu kebatinan.
INDEX:
1.1.Kang Adul Ojol: Resto Fiktif
1.2.Mang Ian Warung: Singkong Bakar
1.3.Bang Herul Akik: Lembur
1.4.Teh Yuyun: Pesugihan Janin
===============================
Mitaku Malang, Mitaku Kenang
1.5.Mang Ian Warung: Kupu-Kupu Malam
1.6.Kang Adul Ojol: "Offline aja mbak."
1.7.Teh Yuyun: Susuk Nyai
===============================
1.8.Bang Herul Akik: Cici Cantik
1.9.Kang Adul Ojol: Ayu Ting Ting
1.10.Bang Herul Akik: Mess Sial
===============================
Kala Bermula
1.11.Kang Adul Ojol: Harum
1.12.Kang Adul Ojol: Cicak
1.13.Teh Yuyun: Akhir Awal
===============================
1.14.Mang Ian Warung; Bayawak
1.15.Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [I]
1.16. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [II]
1.17. Bang Herul Akik: Pabrik Tekstil [III]
===============================
KONFRONTASI
1.18. Teh Yuyun: Tumbal
1.19. Teh Yuyun: Kunjungan
1.20. Teh Yuyun: Getih Laris
===============================
1.21. Kang Adul Ojol: Petaka Hamil Tua
1.22. Mang Ian Warung: Puputon [I]
1.23. Mang Ian Warung: Puputon [II]
1.24. Mang Ian Warung: Puputon [III]
===============================
BAHLA
1.25. Teh Yuyun: Rega [I]
1.26. Teh Yuyun: Rega [II]
1.27. Teh Yuyun: Rega [III]
===============================
1.28. Mang Ian Warung: Panon
1.29. Bang Herul Akik; No.19
TALAMBONG JARIAN
1.30. Citraghati [I]
1.31. Citraghati [II]
1.32. Citraghati [III]
1.33. Dalak Natih [I]
1.34. Dalak Natih [II]
1.35. Purwayiksa [I]
1.36. Purwayiksa [II]
1.37. Purwayiksa [III]
1.38.
=====SARANANDANG=====
1.39. Kara
1.40. Vijaya (I)
1.41. Vijaya (II)
1.42. Vijaya (III)
1.43. Kusuma Han (I)
1.44. Kusuma Han (II)
1.45. Sang Bakul (I)
1.46. Sang Bakul (II)
1.47. Pathilaga
1.48. Hieum
1.49. EPILOG SEASON 1
Chapter: MANTRA
Setelah kisah pembuka dari kengerian seorang dukun, seluk-beluk, latar belakang, & segala yang melengkapi kekejamannya usai lengkap. Penulis kembali meneruskan kisah horornya.
Sebab tatkala persiapan sesajen telah memenuhi syarat, kini saatnya mantra tergurat.
Cara apa lagi yang akan digunakan untuk melawan Ki Kala?
Siapa lagi korban yang berhasil selamat dari kekejaman ilmu hitamnya?
Bagaimana perlawanan sang tokoh utama dalam menghadapi Ki Kala?
Akankah kali ini kami berhasil?
Spoiler for TOKOH UTAMA:
DINDA
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
Penerus sekaligus anak perempuan dari Nyi Cadas Pura alias Teh Yuyun di chapter sebelumnya. Usianya belumlah genap 30 tahun, namun ilmu yang ia kuasai hampir setara dengan milik ibunya.
RATIH
Seorang (mantan) Pelayan rumah dari keluarga besar Han yang sudah binasa. Manis namun keji, adalah gambaran singkat mengenai gadis yang baru berusia 25 tahun ini.
IMAM
Seorang mahasiswa di salahsatu kampus yang tak jauh dari tempat Dinda tinggal. Seorang keturunan dari dukun santet sakti di masa lalu. Meski ia menolak, namun para 'penunggu' ilmu leluhurnya kerap kali menganggu.
~~oOo~~
INDEX
2.1. Prolog Mantra
2.2. Asih
2.3. Delman
2.4. Kaki Kiri
Santet
2.5. Tideuha Murak Pawon [I]
2.6. Tideuha Murak Pawon [II]
2.7. Bebegig
2.8. Mancing
Babak Pertama Pangkur
2.9. Tepak Hiji
2.10. Tepak Dua
2.11. Tepak Tilu
2.12. The Artefact
2.13. Pangkur: Maludra
2.14. Pangkur: Maludra (2)
2.15. Pangkur: Durma
2.16. The Unexpected One
2.17. Sastra Jingga
2.18. Socakaca
2.19. Calung Durma
2.20. Hanaca Raka
2.21. Hanaca Rayi
2.22. Sarangka Leungit
2.23. Mega Ceurik
2.24. Lumayung Mendung
2.25. Pangkur: Juru Demung (I)
2.26. pangkur: Juru Demung (II)
2.27. Aksara Pura
2.28. Tarung Aksara
2.29. Adinda Adjining Sanggah
2.30. Teh Tawar
2.31. Fleuron: Back Stage
Antawirya
2.32. Para Jaga Loka
2.33. Adarakisa
2.34. Niskala Eka Chakra
2.35. Rengga Wirahma
2.36. Astacala
2.37. Cantaka
2.38. Léngkah Kadua
~oOo~
2.39. Pelatihan Neraka
2.40. Anyaranta
Quote:
WARNING!!
Cerita ini mempunyai komposisi sebagai berikut:
> 70% FIKSI
> 25% GOOGLING
> 4% NANYA ORANG
> 0,9% KEBOHONGAN MURNI
> 0,1% KENYATAAN YANG MASIH DIRAGUKAN KEBENARANNYA
Dengan demikian, penulis harap kebijaksanaannya. Apabila terjadi kesamaan dalam penokohan, alur, latar belakang, artinya hanya ada 3 kemungkinan:
1. Kejadian itu kebetulan benar terjadi.
2. Pengalaman agan mainstream.
3. Karya saya yang terlalu biasa.
Happy reading!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!
Jangan lupa cendol & rating bintang lima nya ya!
Spoiler for REFERENSI::
Diubah oleh re.dear 30-06-2021 17:18
arieaduh dan 74 lainnya memberi reputasi
65
93.5K
Kutip
2.3K
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
TS
re.dear
#748
Pelatihan Neraka
'Persiapan matang akan memberikan kesempatan bertahan hidup lebih tinggi.'
'Persiapan matang akan memberikan kesempatan bertahan hidup lebih tinggi.'
Malam hampir berakhir, beberapa angkringan telah merapikan barang mereka. Dini hari menjadi akhir perjalanan kuliner, sekaligus menjadi awal baru.
Sebagai penutup Antawirya, di tangan Ratih, ada sesuatu yang cukup menarik.
Spoiler for Itu adalah bagaimana caranya memperkuat Jagaloka.:
Kekalahan Nia menjadi tolak ukur paksa Jagaloka menerima Ratih sebagai pemimpinnya. Semua orang tanpa kecuali mematuhi Ratih sebagai pemimpin sekaligus instruktur baru di Jagaloka.
Saat ini, mereka berkumpul di halaman belakang kediaman Prawira. Tepatnya satu hari setelah kekalahan Nia.
"Seperti yang disebutkan kemarin, hari ini kalian akan melakukan sebuah pelatihan."
Ratih memulainya.
"Apa yang dicapai pada kali ini? Anda tau kan, Jagaloka memiliki ajian khas sendiri?"
Nata berkomentar.
"Ya, aku tau itu. Tapi kalian sama dalam satu hal."
Ratih menjawabnya.
Sementara yang lain saling tukar pandang kebingungan.
Jelas Ajian Caringin Kembar milik Lani dengan Gudang Pakarang milik Cahya memiliki sifat, aktivasi, dan efek yang berbeda.
"Penggunaan energi astral kalian sama, mirip sihir yang membutuhkan energi kehidupan atau mana, kalian mengandalkan energi astral untuk memunculkan suatu fenomena tertentu, dan penggunaan kalian pada energi ini benar-benar payah juga bodoh."
Ratih melanjutkan.
"Apakah anda memiliki suatu trik untuk memaksimalkan penggunaannya?"
Laras bertanya.
"Yap, konsepnya sederhana. Alih-alih kalian menggunakan energi dengan jumlah besar, kalian perlu menggunakan energi dengan jumlah sesedikit mungkin."
Ratih menjawabnya.
"Bukankah efek yang ditimbulkannya juga akan minim?"
Jingga kini bertanya.
"Ya, itu tidak salah, tapi juga tidak benar. Aku tidak ingin menyebutnya minim, tapi takaran yang tepat. Untuk itu, penggunaan energi haruslah tepat sesuai kondisi yang dihadapi."
Ratih berkata sambil menatap Nia.
"Ya ya ya, aku tau. Daripada menyebarkan energinya ke seluruh tubuh sepertiku, akan lebih efektif jika menggunakannya pada bagian-bagian tubuh untuk melakukan serangan, membantu pergerakan, atau bertahan."
Nia membalas tatapan itu dengan penjelasannya tentang pertarungan mereka kemarin.
"Tapi ajian yang kami gunakan berbeda, takarannya juga berbeda kan?"
Lani kini yang bertanya.
"Maka kalianlah yang perlu mengukur takaran yang tepat. Seberapa banyak energi yang dibutuhkan untuk mengaktifkan efek dari ajian milik kalian. Lihat bagaimana aku menggunakan rajah peniru ini?"
Ratih menunjukkan kedua punggung tangannya.
"Apa kau bisa meniru seluruh ajian lawan dengan itu?"
Lala bertanya penasaran.
"Seluruhnya iya, aku bisa. Asalkan aku menyentuhnya saat lawanku menggunakan ajian miliknya. Dan sisanya tergantung bagaimana aku menggunakan ajian itu."
Ratih menjelaskannya.
"Seperti Ayi?"
Denis bertanya acuh.
"Hahaha, betul. Ini rajah darinya juga toh, meskipun ku akui Ayi lebih baik dalam meniru ajian milik orang lain. Anggap saja aku meniru ajian peniru milik peniru ahli."
Ratih tertawa sambil menjelaskan hal itu.
"Membingungkan~"
Denis menyindirnya.
"Ya cukup untuk sekarang, kita akan mulai pelatihannya."
Ratih berdiri.
"Apa yang harus kami lakukan?"
Nata menanyakannya dengan serius.
"Hmm, ini merepotkan jadi aku akan menjelaskan ini pada setiap orang. Kalian silahkan duduk dan beri jarak 2 hasta pada masing-masing."
Ia mulai memberi arahan.
Mereka semua menurutinya, dan membentuk sebuah formasi berbentuk segi empat, 3 baris. Dengan Denis di paling ujung sendirian.
"Laras, nyalakan apimu."
Ratih memintanya.
Laras menurut, dari telapak tangannya muncul sebuah api bulat berwarna merah.
Ratih menyentuh api itu dengan punggung tangannya, dan melakukan hal yang serupa.
"Hal yang menarik dari api adalah semakin cerah, maka akan semakin panas pula suhunya. Api biru 2x lipat lebih panas dari api merah."
Ratih merubah warna api di telapak tangannya tanpa merubah ukurannya, dari merah menjadi jingga dan akhirnya menjadi biru.
"Sedangkan api putih 3x lipat lebih panas dari biru."
Secara perlahan Ratih merubah warna apinya.
Suhu disekitarnya mulai meninggi, Ratih mengontrol api itu membentuk tombak, namun pendaran panasnya masih terasa cukup kuat.
"Dan api neraka konon berwarna hitam, memiliki kekuatan jutaan kali lebih panas dari api putih."
Ratih mencoba merubah warna apinya, membuat kain bajunya mulai terbakar dan rumput disekitarnya mengering dengan sekejap.
Semua orang mulai menjauh dan merusak posisi mereka.
"Tapi sejujurnya aku tak bisa melakukan itu."
Ratih dengan cepat mematikan api putihnya, ia melemparnya ke udara.
Api putih itu terbang berpencar, berubah warnanya secara perlahan dan jatuh berakhir menjadi merah saat menyentuh tanah.
"Laras, ciptakan api putih sebagai serangan biasamu. Meski aku tak menyarankan sama sekali untuk mencoba menciptakan api hitam, tapi cobalah meski itu sedikit akan membunuhmu. Paham?"
Ratih menatap tajam ke arah Laras.
Laras hanya mengangguk sambil menelan ludahnya dengan susah payah.
"Bagus."
Ratih kemudian melanjutkan.
Kini giliran Nata. Ia mengerti dengan mengigit bagian nadinya sedikit hingga berdarah dan membentuk sebuah pisau dari itu.
Ratih menyentuhnya, namun alih-alih membuat bentuk pisau, ia justru membuat bentuk jarum. Pun ia tidak menggunakan darahnya sendiri, melainkan darah Nata.
"Kendalikan hingga senjata darahmu dapat melayang terbang lebih leluasa. Jangan terpaku untuk menggunakan darahmu, tapi cobalah menggunakan darah orang lain, kita akan coba dengan darah tikus."
Ratih menggerakkan jarinya, kemudian seekor tikus muncul dari semak-semak.
Ratih menggerakkan jarinya, tikus itu menggelepar dan mengejang. Kemudian darahnya keluar dari hidung serta mulutnya. Darah itu seperti terbang menuju telapak tangan Ratih.
Darah itu seperti berkumpul menari, Ratih membentuknya menjadi beberapa buah jarum. Awalnya kecil kemudian menebal hingga seukuran jari tangan. Warnanya pun berubah menjadi merah tua, ungu dan akhirnya menghitam.
"Kau membuatnya sepadat itu?"
Nata keheranan.
"Ya, sekarang itulah tugasmu."
Ratih melayangkan jarum itu mengitari tubuh Nata dan akhirnya membuangnya.
"Tikusnya juga?"
Nata keberatan.
"Yaiyalah, cari sendiri."
Ratih lalu berjalan menjauh.
Ditutup wajah kesal dan bingung Nata.
Giliran Jingga kini.
"Tunjukanlah."
Ratih memintanya.
Jingga menjulurkan tangannya yang perlahan tumbuh bulu-bulu halus, kemudian menebal dan akhirnya membentuk tangan harimau sempurna.
Ratih melakukan hal yang sama, namun dengan sedikit perbedaan. Ia membentuk lengan harimau, namun ada yang aneh pada punggung tangannya. Ia mencuat sedikit juga ada lubang kecil sekali. Ratih menghadapkannya ke bawah, lubang itu mengeluarkan cairan berwarna pelangi, saat menyentuh rumput, rumput yang ditetesi cairan itu mengering hingga akarnya.
"Racun?"
Jingga menebak.
"Benar, aku menggabungkan lengan harimau dengan taring ular. Untuk racunnya, aku coba menciptakan dari bisa kobra, air liur kadal, racun kalajengking dan sedikit cairan katak pohon. Ini sekarang tugasmu."
Ratih memulihkan lengannya ke kondisi semula.
Jingga merengut, alisnya mengkerut, ia mulai mencoba dengan cepat dan gagal berkali-kali.
Ratih meninggalkannya kemudian beralih pada Lala.
"Giliranmu."
Ia meminta Lala untuk menunjukkan ajiannya.
Lala menghunuskan telapak tangannya dengan listrik-listrik kecil disana.
Ratih menyentuh dan menirunya. Ia membentuk sebuah bola dari listrik itu.
Lala mengikutinya.
Ratih membentuk panah.
Lala mengikutinya dengan sempurna.
Ratih kemudian melemparkan panah itu ke langit, awan mendung segera terbentuk, lalu petir hebat menyambar ke arah danau. Percikan airnya mengenai mereka.
Lala menganga tak percaya.
"Itulah tugasmu."
Ratih berlalu dengan sombong.
Lalu menghampiri Lani.
Lani tak perlu diminta, ia segera menyalakan ajiannya. Tangannya berubah menjadi batang pohon keras, namun kakinya berubah menjadi akar yang menancap ke tanah.
Ratih merengut cukup heran, ia menyentuh tangan Lani. Dan membentuk lengannya seperti batang pohon, bedanya kaki Ratih tak menjadi akar.
"Kok bisa?"
Lani seolah tak percaya.
"Akar beringin di luar, bukan menancap. Ya meskipun hal itu untuk memperkokoh sih. Sekarang jangan terpaku pada satu tumbuhan."
Ratih merubah lengannya, alih-alih batang pohon coklat, jari-jarinya berubah menjadi hijau, lalu bunga mawar tumbuh.
Ratih kemudian mengendalikan batang mawar itu, dengan duri-durinya juga. Ia mengendalikan ukurannya hingga sebesar kaki orang dewasa. Sulur hijau dengan duri-duri kecil itu bergerak bebas, sempat melilit meskipun longgar mengelilingi tubuh Lani. Kemudian ia menariknya dengan cepat memulihkan kembali lengannya dan mengulangi itu dengan lebih cepat.
"Lakukan hal ini, buat variasi lebih banyak dari tanaman apapun. Ada baiknya kau mencari tau tanaman lain, mungkin seperti ini?"
Ratih menciptakan sulur hijau besar lalu sebuah kelopak seperti mulut bergerigi terbentuk.
"Ah tanaman venus!"
Lani berteriak kegirangan.
"Semangatmu bagus juga bocah, lakukan itu. Oke?"
Ratih meninggalkannya kemudian setelah mengembalikan bentuk lengannya.
Dan menghampiri Nia.
Nia melihatnya dengan tatapan malas, ia lalu mengeluarkan tulang dari punggung lengannya menyelimuti hingga siku.
Ratih menyentuhnya dan melakukan hal yang sama. Namun bedanya, Ratih menciptakan lubang-lubang kecil disetiap jarinya. Lalu dengan itu, ia menembak peluru tajam berwarna putih gading ke tanah.
Nia terbelalak melihat hal itu.
"Senapan, itu tugasmu."
Ratih memamerkan tembakan beruntun ke tanah tepat dihadapan Nia yang masih tak percaya.
Lalu berjalan mendekati Cahya.
"Aku tak mengerti bagaimana ajianku bisa lebih ditingkatkan seperti yang lain."
Cahya berkata ragu.
"Kenapa? Selalu ada cara yang lebih baik untuk menggunakan semua hal. Kau hanya perlu berfikir lebih keras, berfikir secara terbalik, atau malah mencoba hal-hal baru yang berkaitan."
"Hah, mudah untuk mengatakannya."
Cahya menciptakan sebuah lubang sebesar kepalan tangan, lalu sebuah golok keluar dari sana yang langsung ia genggam.
Ratih menyentuh dan menirunya, namun tak ada yang keluar. Entah berapa kali pun ia coba.
"Seperti penyimpanan?"
Ratih menebak.
"Ya, anda harus memasukkan sesuatu dulu kesana sebelum dapat diambil atau dikeluarkan."
Cahya menjawabnya singkat.
"Kenapa gak dibuat seperti ini?"
Ratih melayangkan lubang itu ke sebuah batu yang cukup besar, memasukkan batu itu ke dalamnya.
Kemudian lubangnya hilang, Ratih lalu mengarahkan lubangnya ke atas danau, dan menjatuhkan batu besar itu kesana.
"Bagaimana caranya mengontrol dari jarak sejauh itu?"
Cahya bertanya ragu tak percaya.
"Itu urusanmu."
Ratih lalu berlalu pergi.
Kini giliran Wira dihadapannya.
"Sejujurnya ajianku yang paling lemah diantara mereka."
Wira berkata terus terang.
"Kenapa bisa begitu? Jelaskan."
Ratih bertanya.
"Karena ini adalah hal yang paling umum, bahkan seseorang yang bukan dari Jagaloka pun dapat mempelajarinya dengan mudah."
Wira memutar-mutarkan jarinya, lalu beberapa debu, kerikil, dan potongan rumput-rumput kecil berkumpul di sekitarnya.
Ratih tak menyentuh langsung kesana, ia hanya membuka telapak tangannya yang kosong.
"Bukan angin, telekinesis?"
Ratih menebaknya.
"Ya, tapi cukup repot karena konsepnya memasukkan sejumlah energi astral ke berbagai benda untuk kemudian dikendalikan."
Wira menjelaskan.
"Lalu kenapa kau menyebutnya yang paling lemah?"
Ratih kembali bertanya.
"Berbeda dengan telekinesis umum yang pada dasarnya seseorang dapat langsung menggerakkan benda dengan energi dirinya sendiri dengan lebih praktis."
Wira menjelaskan lagi.
"Kau melupakan satu hal yang paling penting dan paling dasar."
Ratih tersenyum, lesung pipinya terlihat cantik membuat Wira hampir salah fokus.
"Man... Maksudku apa itu?"
Wira bertanya hampir menyebutkan kata hatinya.
"Dampak serangan."
Ratih menyentuh Wira.
Ia mengumpulkan beberapa kerikil yang melayang diatas telapak tangannya. Aura hitam terpancar samar kemudian pekat dalam beberapa detik.
Lalu melemparkan kerikil dilapisi energi astral itu ke arah tikus di depan Nata.
Tepat saat energinya menyentuh tubuh tikus, tubuh itu segera menyusut. Dagingnya meleleh dari dalam, menyisakan kulitnya yang masih terbalut bulu.
"Pada dasarnya, energi astral menimbulkan kerusakan pada tubuh hidup. Bahkan jika penggunaannya sehati-hati mungkin, hal itu akan menumpuk yang pada akhirnya dapat menimbulkan erosi, menggerogoti tubuh dari dalam. Maka untuk mencegah hal ini, biasanya energi astral tidak dibiarkan menetap terlalu lama di dalam tubuh, harus selalu dibuat berjalan, bersirkulasi dengan nafas dan darah. Dibuang bersama kotoran atau menghembuskan nafas.
Sedangkan kau, kau dapat menumpuk sejumlah energi astral kedalam benda apapun secara instan. Benda mati atau makhluk hidup sekalipun. Dan setelah melihat apa yang terjadi pada tikus itu, kau bilang milikmu yang paling lemah?"
Ratih menjelaskan dan sepertinya ia berusaha menaikkan kepercayaan diri Wira pada ajiannya.
"Sebentar, kau bilang energi astral harus disirkulasi secara berkala dalam nafas dan darah. Siapa memangnya yang melakukan hal seberbahaya itu? Kami terbiasa menggunakan secara instan dan membuangnya dalam bentuk dampak ajian kami."
Wira bertanya dengan penasaran.
"Ya memang di dunia ini akan selalu ada orang gila dan bodoh, pada kasus ini, kau bisa melihat seseorang di belakangmu."
Ratih menunjuk dengan bibirnya.
Wira menoleh ke belakang, ke arah Denis yang sedang tiduran santai.
"Orang itu?"
Wira memastikan.
"Ya, ajiannya pahit lidah, berfungsi pada makhluk astral yang jadi anteknya. Atau pada seseorang yang mempunyai energi astral menumpuk di tubuhnya. Konsep Niskala adalah mengatur secara paksa aliran energi itu dengan ucapannya, jika ia melawan seseorang yang tak memiliki energi astral sama sekali, ia akan menyuruh antek demitnya untuk melawan orang itu."
Ratih menjelaskan.
"Woahh ... Anda tau? Apa yang anda katakan adalah rahasia setiap anggota keluarga Antawirya dan anda mengatakan hal itu dengan mudah?"
Wira semakin banyak bicara.
"Hah~ hanya orang bodoh yang tak memahami cara kerja bagaimana ajiannya berfungsi."
Ratih menghela nafas panjang.
Ia berjalan ke depan, melewati Bayu dan Denis. Bayu duduk bersila, ia melatih ajiannya sendiri. Berkali-kali ia membentuk pedang atau tombak atau panah dari air yang terkumpul di tangannya. Ia melatih kepadatan air itu, menciptakan aliran air cepat yang berjalan menyelimuti bentuk yang ia ciptakan, aliran air yang cukup cepat untuk membelah sebuah batu besar, di langkah terakhir, Bayu mencoba memadatkan airnya menjadi es. Ia gagal berkali-kali dan terus mencoba dari awal.
Sementara Denis masih tertidur acuh pada apa yang Ratih lakukan sedari tadi.
"Baiklah, ada pepatah mengatakan bahwa potensi terbesarmu akan keluar saat dirimu berada didepan kematian."
Setelah Ratih berkata demikian, Ayi muncul dari balik bayangannya.
Ia dengan cepat menjulurkan lengannya ke depan, lalu sebuah rajah tergambar dibawah tempat duduk masing-masing dari mereka.
"Hehehe, kalian punya dua pilihan. Bertahan disana dan menang, atau menyerah disana dan mati."
Ayi tersenyum sangat amat lebar.
Ratih memegang pundak Ayi, ia seperti mengambil alih rajah dibawah tempat duduk mereka.
"Tenang saja, saat kalian kembali, aku jamin lubang kuburnya sudah selesai disiapkan. Jadi keluarga kalian tidak perlu repot membuat lubang lagi. Setidaknya itulah keringanan yang bisa kuberikan."
Ratih mengepalkan tangannya, lalu masing-masing dari mereka menghilang satu persatu.
Hingga tempat itu kosong menyisakan Ratih dan Ayi.
"Ngomong-ngomong Kemana kau mengirim mereka?"
Ratih bertanya pada Ayi yang menyiapkan rajahnya.
"Berbeda-beda tentu saja, aku memasukkan 2 aturan dasar untuk pelatihan kali ini."
Ayi menjawab.
Ratih menunggu penjelasan selanjutnya.
"Pertama, aku jamin lokasinya adalah lokasi yang tak menguntungkan untuk pemegang ajiannya. Misalnya ajian Dewi Agni, kutempatkan diatas gunung bersalju. Atau Banyu Biru di gua lahar gunung berapi.
Kedua, aturan waktunya jika tak salah 1 hari : 1 tahun. 1 hari disini, sama dengan 1 tahun disana. Aku tak melemparkan anak ayam ke dimensi yang terlalu dalam, kurasa."
Ayi menjelaskannya.
"Hmmm? 'kurasa' ? Kenapa meragukan?"
Ratih sedikit curiga.
"Hey, aku hanya membuat portal dimensi dan lokasi, sisanya kan siayang ngirim mereka. Kalo aing masih manusia ya pasti sama aing lah eksekusinya biar lebih pasti."
Ayi menjawabnya dengan protes.
"Baik baik baik, kita gak bisa nyalahin spesiesmu yang sampe sekarang gak jelas. Berdoa saja mereka bisa kembali utuh kemari."
Ratih menyerah.
"Yah entah kemana kau berdoa, aku akan mengharapkan hal yang sama. Toh aku juga tak ingin mereka tiba-tiba menjadi tua renta dalam satu hari. Hahahahaha!"
Ayi seolah menganggap hal itu candaan.
"Hey!"
Ratih memukul belakang kepalanya kesal karena perkataan Ayi.
Dalam bayangan senja hari, tetua Prawira nyatanya memperhatikan apa yang sedari tadi terjadi di belakang rumahnya. Ada perasaan khawatir yang mendalam, sedih yang terlampau hebat dan takut yang tak terkendali.
Namun, ia terpaksa menyerahkan semuanya pada takdir.
Kemudian aku bertanya pada Ayi, apakah ada kesalahan pada rajah yang ia tempatkan?
Kemudian seperti biasa, hanya tawa menggelar sebagai jawabannya.
japraha47 dan 28 lainnya memberi reputasi
29
Kutip
Balas
Tutup