Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

aldirizaAvatar border
TS
aldiriza
Antara Rasa dann Logika ( Final Chapter ) [ TRUE STORY ]
Quote:
.









Quote:


Part 1


Hai pagi. Apa kabar denganmu? Bagaimana dengan bulir embun yang menggenang di atas daun lalu jatuh perlahan dari sudutnya? Apakah sudah menyentuh membuat sedikit tanah menjadi kecoklatan lebih tua dari sisi lainnya? Ah, tentu saja begitu. Apakah kau tahu bahwa ada perempuan yang kini setia menunggumu, pagi? Harusnya kau tahu. Perempuanku saat ini sangat menyukaimu.

Semilir angin masuk melalui sela-sela jendela yang sedikit menganga. Udara yang segar menyeruak keseluruh sudut kamar. Kamar kami. Gue kerjip kan mata. sinar matahari pagi yang menelusup melewati tirai yang sudah tidak menutupi jendela sebagian membuat silau. Tentu saja, dia pasti yang melakukan ini. Ah, gue lupa kalo tadi sehabis shalat subuh, malah terlelap lagi.

Gue melirik ponsel di atas nakas. Menyambarnya. Menyipitkan mata lalu menatapnya. Pukul 06.15. masih ada satu jam lebih untuk bermalas-malasan. Tapi suara remaja tanggung itu membuat mata enggan untuk menutup lagi. Gue sibakan selimut. Duduk. lalu berjalan keluar dan berdiri di bawah bingkai pintu.

"Ini bekal nya udah teteh masukin di tas. Jangan lupa dimakan kalo istirahat. Terus, inget, jangan kebanyakan jajan. Ditabung uangnya, ya?" Ujar perempuan yang kini menjadi teman hidup gue ke ramaja tanggung itu. Membereskan tasnya. Lalu memberikannya.

Remaja tanggung itu menyandang tasnya lalu melempar senyum lebar, "siap bos," seraya menggerakan tangannya layaknya hormat kepada komandan. Seragam putih birunya terlihat sedikit kebesaran. Membuatnya agak lucu. Tapi tak apalah.

"Yaudah gih, nanti telat" balasnya tersenyum. Membelai kepalanya lembut.

"Assalamu'alaikum" lalu meraih tangan perempuan itu untuk menyaliminya.

Remaja tanggung itu lekas berjalan. Melirik gue. Dan mengurungkan langkahnya menuju pintu depan. Lalu berjalan menghampiri gue.

"A, aku berangkat dulu"

Gue tersenyum lalu mengangguk. Telapak tangannya yang lebih kecil dari gue kini menggenggam tangan gue, lalu diarahkannya punggung tangan gue ke keningnya. Beberapa detik. Ia lepaskan kembali. "assalamu'alaikum". Lalu berjalan keluar.

"Wa'alaikumsalam. Hati hati dijalan"

Ah, mungkin sekolah adalah hal menyenangkan untuknya sekarang. Hal baru dia dapatkan. Teman baru. Terutama ilmu. Suatu saat nanti ia akan menjadi orang hebat. Sehebat perempuan yang berada di samping gue saat ini.

Teringat waktu itu. Beberapa bulan yang lalu. Gue dan istri mendapati remaja tanggung itu duduk di tepi pelataran masjid tempat dia berteduh. Duduk memeluk lututnya. Membenamkan wajah diantara lututnya. Sepertinya hari itu adalah hari ke-tidak beruntungannya. Langit malam pekat. Tersaput awan. Tidak seperti biasanya. Bintang tidak menunjukan jati dirinya. Bahkan formasinyapun entah kemana.

Remaja tanggung itu terisak. Terisak dalam.

Istri gue menepuk pundaknya. Remaja tanggung itu Mengangkat wajahnya pelan. Sangat pelan. Matanya basah. Bibirnya bergetar. Nafasnya tercekat. Ia duduk di sampingnya. Membelai wajahnya lalu memeluknya. Menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. "Ibu meninggal teh". Ucapnya bergetar. Hampir tidak terdengar. Istri gue menatap kosong ke arah depan. Tidak menjawab. Matanya berkaca-kaca. Lalu memeluk remaja tanggung itu semakin erat. Sejak itulah, istri gue membawanya ke rumah ini. Menjadi bagian dari keluarga kecil kami. Memberi warna baru setiap hari. Tawa nya. Candanya. Ocehannya. Ah, itu semua sudah bagian dari kami. Gue tahu, istri gue sangat menyayangi remaja tanggung yang tubuhnya tak sesuai dengan usianha kebanyakan. Ia terlalu kecil. Ringkih. Dengan kulit kecoklatan.

Istri gue sudah menyiapkan kopi hitam di atas meja makan lengkap dengan sebungkus rokok.

Dia tentu tahu betul kebiasaan gue. Kopi, rokok, itu sudah menjadi bagian dari pagi. Bagian dari cahaya matahari yang sedikit memberi warna kuning pucat di kaki cakrawala.

"Kamu kok gak bangunin aku sih?"

"Udah, tapi dasar kamunya aja yang kebo, malah tidur lagi!" Cibirnya.

"Yee, enggak ya, tadi subuhkan udah bangun" balas gue.

"Tetep aja, udah gitu ngebo lagi." Cibirnya lagi.

Ups, itulah kelemahan gue. Selepas subuh, malah ketiduran. Atau lebih tepatnya sengaja terlelap lagi.

Gue hanya tersenyum lebar. Menggaruk tengkuk yang gak gatal.

Senyum nya yang hangat mengalahkan hangatnya matahari yang baru muncul ke permukaan

***

Jam 07.15. waktunya menemui setumpuk kerjaan di kantor. Menemui hiruk pikuknya dunia demi sesuap nasi.
Jam 07.50. gue sudah berada di lobi. Pak Yanto, Office boy di kantor gue menyapa dengan senyuman dan anggukan. Gue membalasnya. Berjalan Melewati koridor yang tiap sisinya adalah ruangan staff dan pegawai lainnya.

Gue sampai di meja. Menyimpan tas. Mengeluarkan flashdisk. Menancapkannya pada lubang USB di PC. Ah, tentu saja pekerjaan kemarin telah menunggu.




Lanjut ke part 2 gan-sisemoticon-Cendol Gan
Diubah oleh aldiriza 14-11-2020 23:53
buahsabar
workshop486
ilesha
ilesha dan 54 lainnya memberi reputasi
49
75.2K
722
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Tampilkan semua post
aldirizaAvatar border
TS
aldiriza
#118
Part 25


Malam semakin matang. Gue memilih diam di area parkir setelah Lili terlelap 15 menit yang lalu. Membakar rokok pertama sejak gue duduk di atas jok motor yang entah pemiliknya siapa.

Setiap hisapan membuat hati gue semakin remuk redam, bukan membuat gue lebih baik.

Ada apa ini?

Kepala gue mendongak, menatap langit dengan seksama. Bintang-gemintang sedang bersinar. Bertebaran indah mengukir angkasa.

CiptaanMu ya Allah.

Saat ini, gue hanya ingin bertanya pada pencipta bintang. Pada pencipta Lili, bahkan pada pencipta semesta alam ini tanpa perantara.

"Kenapa Kau memberikan hamba cobaan terus menerus ya Allah? Tidak cukupkah dengan cobaan yang Engkau berikan sebelumnya?"

Dada gue sesak seketika. Demi menahan air mata yang akan meluncur, gue menggigit bibir bawah.

"T-tolong, jangan Kau ambil Lili dari hamba ya Allah!"

Susah payah gue menahan air itu agar tidak meluncur, dalam satu kedipan, air itu beringsut turun menyusuri pipi.

Gue nggak sanggup!!!

Bukankah Tuhan tidak akan memberi cobaan melampaui kemampuan hambanya?

Sungguh, ini sudah di luar dari kemampuan gue. Gue nggak sanggup lagi kalau harus menerima cobaan yang lebih berat.

Angin berhembus, menelisik setiap inchi wajah gue. Gue masih mematut. Tergugu menatap langitNya, menunggu jawaban.

Tidak! Tidak ada jawaban sama sekali. Pelan gue menundukan kepala. Menikmati setiap sayatan di hati gue.

Hening.

Sejurus kemudian, seseorang menepuk pelan bahu gue, "Le?

Gue mengusap wajah, pelan menoleh.

"Kok lo ada disini ci?" Tanya gue, terdengar parau.

"Lo abis nangis Le?" Moci memperhatikan mata gue.

"Enggak! Gue abis ngerokok, terus abu nya masuk ke mata gue!"

"Lah, lo colokin gitu rokoknya ke mata lo?" Sarkas Moci.

"Yakali gue gila!"

Moci mengalihkan pandangannya.

"Lo sama siapa kesini Ci?"

Moci menghela nafas. Kembali menatap gue.

"Sama Bastian..." Katanya lirih.

Bastian? Gue baru dengar nama itu. Siapa?

Mulut gue membentuk huruf O, mengangguk pelan. Gue memutuskan untuk tidak menanyakan siapa orang yang bernama Bastian itu pada Moci. Lagi pula, itu urusannya.

"Lo nggak pengin tau siapa Bastian?" Lanjut Moci. Menggigit bibir bawahnya.

Dahi gue berkerut, "enggak kok!"

Moci berdecak. Menendang batu kerikil yang berada dekat kakinya.

"Gue kasih tau mau, nggak?"

Gue kembali mengkerutkan dahi.

Ini perempuan kenapa coba? Gue malah geli mendengarnya berkata kayak gitu. Lucu.

"Iya-iya, mau."

"Bastian pacar gue, Le!" Moci menundukan kepalanya.

Gue sempat tertohok mendengar pengakuan Moci. Pacar? Sejak kapan? Gue menelan ludah.

"B-bagus dong lo punya pacar. Akhirnya lo ngebuka hati lo untuk cowok, Ci," gue sedikit gugup berkata demikian, nggak tahu kenapa.

Bukannya gue harusnya senang ya?

***

"Lili gimana keadaannya, Le?"

Gue menghentikan tangan yang sedari tadi mengaduk kopi.

Gue mengangguk, "so far so good."

"Lo yang sabar ya, Le. Gue yakin Lili pasti kuat kok."

Gue mengangkat wajah, menatap Moci sendu, "makasih Ci."

Warkop ini sepi. Dari parkiran, gue di ajak Moci ke Warkop ini. Lagian gue juga belum ngopi, makanya gue iyakan ajakan Moci.

"Eh ceritain dong gimana lo bisa jadian sama, emm siapa tadi?" Gue pura-pura lupa nama cowok itu.

"Bastian! Pikun banget sih!" Sarkas Moci, gue menggaruk belakang telinga, terkekeh.

"Iya itu maksud gue, Bastian."

"Ya gitu, dia temennya temen kantor gue, jadi di comblangin gitu. Ya udah deh jadi kenal," Moci malas menjelaskan.

"Ganteng nggak?" Gue menggodanya.

Mata Moci memicing, "apaan sih Le??"

"Emmm, pasti cowok nya kayak gue ya makanya lo mau?" Kejar gue mencibir.

Moci memutar bola matanya, "lebih ganteng dia kemana-mana! Gak kurus, putih, kalem, nggak bego. Peka juga!"

"Lo nyindir apa gimana, nih?" Gue terkekeh.

"Dan yang pasti, dia sayang sama gue," Moci lirih, kembali menundukan kepalanya.

Ada apa dengan dia? Harusnya dia bahagia bukan? Punya pacar yang sempurna, meskipun gue nggak tahu sosok cowok yang meluluhkan hati Moci itu seperti apa. Tapi gue pikir, cowok yang bernama Bastian itu baik.

"Syukur kalo dia sayang sama lo Ci. Gue ikut bahagia."

Tiba-tiba, sebuah tetesan jatuh dari wajah Moci. Gue tertohok, segera mengangkat dagunya.

"Ci, lo kenapa nangis?"

Moci menggelengkan kepalanya, segera menghapus air mata itu.

"Air mata bahagia ya, kan? Tau gue, nggak usah lo bilang juga. Gue juga ikut senang banget Ci, lo punya cowok sekarang. Ada yang jagain lo. Lo bisa..."

"CUKUP LE!!" Bentak moci. Ia lantas berlalu dengan matanya yang terus meluncurkan air bening itu.

Gue terdiam, memandang punggung Moci yang semakin lama, semakin menghilang dari pandangan gue.

Moci kenapa? Apa ada yang salah dengan ucapan gue?

Gue juga bingung. Apa gue senang mendengar kabar itu dari mulut Moci?

Sial, gue segera menghilangkan pikiran gila kayak gitu. Tentu saja gue senang. Moci akhirnya mempunyai dambaan hati. Gue tahu, Bastian spesial banget buat Moci. Karena kalau dia bukan orang spesial, nggak mungkin Moci menerimanya.
Diubah oleh aldiriza 24-10-2020 13:12
diffability
saputra030090
delet3
delet3 dan 14 lainnya memberi reputasi
15
Tutup