Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

kutilkuda1202Avatar border
TS
kutilkuda1202
[CURHAT] DI TEROR ARWAH PENAGIH HUTANG YANG MENINGGAL KARENA COVID-19
NOTE: 
thread ini merupakan curahan hati dari sahabat ibu ku. Beliau ini adalah teman satu perkumpulan pedagang. Beliau kemarin curhat dengan ibuku, dan pagi ini ibuku menceritakan secara detail kepadaku. Aku pun berinisiatif untuk menceritakan kembali kepada teman-teman Kaskusers semuanya. Apakah ibu ini berbohong atau memang nyata, yang penting ini hanya hiburan saja di Jumat ini. 
Tetap jaga kesehatan dan jangan lupa pakai masker. oya, jangan lupa bayar cicilannya hehehehe...
Selamat membaca....


----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kisah ini merupakan kisah nyata yang aku alami tiga malam ini. Perkenalkan, namaku Riyanti. Aku seorang janda berusia 48 tahun. Aku memiliki dua orang anak. Anak pertamaku sekarang berusia 21 tahun, sedangkan anak keduaku saat ini sedang duduk di bangku pendidikan SMP kelas 1. Anak ku yang pertama bekerja di Depok, sehingga ia harus tinggal di kost. Sedangkan aku dan anak terakhirku tingga berdua di Semarang. Aku setiap hari bekerja sebagai pedagang jajanan pasar di pinggir jalan tiap pagi hingga sore. Aku juga bekerja sebagai reseller untuk pakaian dan alat kosmetik. Penghasilan ku memang tidak banyak, kebutuhan utama kami pun di sokong oleh anakku yang pertama.

Kondisi yang serba minim dan sederhana membuatku terpaksa jatuh dalam lobang hutang. Aku bisa menyekolahkan anakku hingga D3 itupun karena hutang. Setidaknya anakku yang pertama sekarang bisa bekerja di kota dan bisa membantu kehidupan kami. Tetapi aku selalu mengingatkan dia untuk tetap mengutamakan kebutuhan hidup nya dan tabungan untuk nya, karena ia berada jauh dari kami. Aku bersyukur karena Allah masih menyayangi ku karena Ia mengaruniakanku anak laki laki yang peduli dengan ibunya dan adiknya di kampung.

Salah satu permasalahan yang saat ini aku alami adalah lingkaran utang. Hutang seperti lingkaran setan yang tidak bisa ada hentinya. Bahkan saat ini di kondisi pandemi covid-19 dan semua keterbatasan, membuat ku merasa benar-benar terhimpit. Aku juga kasian dengan anakku bila aku harus meminta uang kepada nya. Ia masih mengirimkan uang setiap bulan saja aku sudah sangat terharu dan berterimakasih. Sehingga, aku berhutang kepada seorang rentenir di kampungku.

Rentenir ini adalah bu Warni, tetangga ku di kampung. Ia berada di nomor 6 sedangkan aku nomor 2. Ia seorang wanita berusia 50 an tahun. Aku meminjam uang 3,5 juta rupiah, dengan bunga 10% setiap bulannya. Bila aku tidak membayar bunga, maka bunga itu akan ditambahkan ke jumlah utang. Jadi pada bulan april 2021 lalu, aku tidak bisa membayar sama sekali. Sehingga hutangku menjadi Rp. 3.300.000,- maka cicilanku bulan mei 2021 lalu menjadi Rp. 330.000 untuk bunga dan uang cicilan nya. Aku akui sepanjang januari hingga april aku baru bisa membayar cicilan 500 ribu sehingga hutang ku masih 3 juta. Bahkan aku sering kelewat tanggal untuk membayar, maka bu Warni sering mengetok pintu mencariku dan juga jendela kamarku. Mungkin ia tahu, aku sembunyi di kamar karena tidak bisa membayar cicilan. Dan sampai kemarin july 2021 aku baru bisa membayar bunga nya saja setiap bulan.

Tetapi beberapa hari lalu, wanita itu meningga dunia karena covid-19. Dia sakit selama 4 hari karena covid-19. Hari pertama ia demam dan badan nya panas hingga 39 C, disertai radang tenggorokan. Ia sempat lewat depan rumahku, dan berkata mau membeli “adem sari” karena tenggorokannya sakit. Ia berjalan sambil terhuyung karena lemas. Hari selanjutnya ia batuk parah dan makin lemas, lalu di swab sore nya hasilnya positif. Paginya ia sesak nafas dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Nafas makin berat dan akhirnya hari ke empat, ia harus berpulang kepada-Nya.

Jujur saat tahu kalau ia meninggal dunia, aku kepikiran dengan hutangku. “aduh, aku masih hutang sama bu Warni lagi, mana masih 3,3 juta. Berarti aku bayar nya ke anaknya apa gimana ini ya?”, ucapku dalam kamar saat mendengar berita dari masjid. Lalu aku dan tetangga sebelah membantu mempersiapkan kursi untuk orang-orang yang ingin melayat. Meskipun jenazah langsung dimakamkan oleh pihak RS, tetapi keputusan dikampung kami untuk tetap memasang kursi dan kotak untuk orang orang yang ingin memberikan ucapan atau tali kasih bagi keluarga yang ditinggalkan tanpa harus bersalaman atau bertemu dengan keluarga. Hal ini dikarenakan anggota keluarga juga sedang positif dan karantina di dalam rumah (isolasi mandiri).

Setelah itu aku mulai mengalami hal-hal ganjil setiap malamnya selama tiga hari ini. Hari pertama saat jenazah sudah dimakamkan, aku mendengar suara memanggil namaku. Suaranya persis dengan bu Warni. “Mbak Yanti..” suara itu jelas terdengar sekitar pukul 22.45 malam. Aku jadi ketakutan sendiri. Aku merasa tidak tenang dan hanya bisa berdoa kepada Allah. Anakku kedua tidak mendengar suara apapun. Hanya aku sendiri, tetapi aku pendam ketakutanku. Aku tidak ingin putriku ketakutan juga.

Hari kedua, aku mulai menganggap bahwa kejadian semalam itu hanya halusinasi ketakutan ku saja. Tetapi ternyata gangguan tejadi lagi. Malam hari sekitar pukul 23.10 malam, aku mendengar ada langkah kaki di depan rumah dan mengetuk pintu depan rumah. Lalu berhenti kembali suaranya setelah aku terbangun. Aku kembali merebahkan tubuhku di kasur, tiba-tiba jendela ku diketok-ketok lagi. Persis seperti almarhum bu Warni yang sedang menagihku saat itu. Aku makin panik dan ketakutan. Aku berkeringat dingin, jantung deg-degan. Aku terkejut saat tiba-tiba kuping kanan ku seperti di tiup oleh angin. Seperti orang yang meniup telingaku. “astaghfirulooohhhh.. ya Allah…!!”, aku teriak dan pindah keluar kamar. Anakku pun mendengar suaraku dan ia keluar dari kamarnya.

“kenapa bu? Ada apa?”, tanya anakku. Ia pun panik, karena mendengar suara teriakku malam malam. Aku pun menceritakan apa yang terjadi malam itu. Anakku mencoba menenangkanku dan menyuruhku berdoa. Aku pun tidur didepan televisi kami yang kecil itu. Aku ditemani anakku dan baru bisa tidur pukul 01.00 dini hari. Aku makin tidak tenang, dan merasa terganggu dengan teror ini. Aku berpikir apa karena aku belum mencicil dan hanya membayar bunga saja? Atau karena ia takut aku kabur dan tidak membayar. Aku benar benar merasa tidak tenang. Ingin ku jelaskan kepada anaknya, tetapi kurang sopan dan juga anakknya masih isolasi mandiri. Serba membingungkan dan tidak masuk akal.

Dan semalam, di hari ketiga kematiannya. Aku bermimpi yang sangat nyata dan jelas. Bu warni dengan mukanya yang pucat, dibungkus kain kafan serta plastik yang mengikat pocongnya, serta kapas penyumbat hidung itu mendatangiku dan berteriak “Bayar….!!!!”. Aku langsung berteriak dan terbangun. Keringat ku bercucuran, dan aku tebangun dengan rasa ketakutan tiada tara. “ya ALLAH… YA ALLAH… ASTAGHFIRULOH YA ALLAH…”

Bayangkan saja, sosok pocong berbungkus plastik. Aku memang tidak pernah tahu seperti apa jenazah covid itu, tetapi mungkin otakku yang memproses informasi bahwa jenazah covid itu dipocong dan dibungkus plastik. Entahlah, ini halusinasi ku, ketakutanku atau memang arwah ibu warni tidak tenang karena aku belum membayar cicilan hutang. Tetapi ketakutan ini sungguh membuatku tidak tenang. Aku di teror oleh hantu seorang rentenir yang terkena covid-19 tiga malam ini.

Aku harus bagaimana, apa aku panggil ustad, atau aku ke dukun? ya Allah bingung sekali aku. Semoga saja arwah itu bisa mengerti bahwa aku memang belum ada uang untuk melunasi utangku, dan berhenti menggangguku. 

Sekian,
 
Riyanti, Semarang.



wanitatangguh93
edam
johny251976
johny251976 dan 12 lainnya memberi reputasi
13
4.3K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan