- Beranda
- Komunitas
- News
- Berita dan Politik
Rupiah Akhirnya 'Terpeleset', Gegara Harga Minyak Minus
TS
juraganind0
Rupiah Akhirnya 'Terpeleset', Gegara Harga Minyak Minus
Quote:
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (21/04/2020). Harga minyak mentah yang minus Senin kemarin membuat keperkasaan rupiah dalam dua pekan terakhir runtuh.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,49% di Rp 15.450/US$. Pelemahan rupiah membengkak hingga 0,88% ke Rp 15.510/US$. Level tersebut menjadi yang terlemah hari ini.
Setelahnya rupiah berhasil menipiskan pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 15.400/US$, melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dengan pelemahan tersebut bisa dikatakan rupiah hanya "terpeleset" apalagi jika melihat kinerja mata uang utama Asia lainnya. Hingga pukul 15:45 WIB, hanya 4 mata uang yang kinerja lebih baik dari rupiah. 2 diantaranya, yen dan baht Thailand mampu menguat.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Jagat finansial dibuat heboh pada perdagangan hari ini setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% kemarin.
Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan bursa saham AS (Wall Street) berakhir di zona merah. Hawa negatif pun datang ke pasar Asia, rupiah dan mata uang lainnya mengalami tekanan. Dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar.
Baca:
Harga Minyak Minus, Jangan Panik Dulu!
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.
"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.
Senin kemarin rupiah masih menunjukkan keperkasaan, mencatat penguatan 0,16% di Rp 15.375/US$, meski di awal perdagangan berada di zona merah. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang kembali memangkas suku bunga membuat rupiah berbalik menguat.
PBoC kemarin memangkas suku bunga (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun menjadi 3,85% dari sebelumnya 4,05%, dan LPR tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,65% dari sebelumnya 4,75%.
Ini merupakan kali kedua PBoC memangkas LPR di tahun ini, tujuannya tentu saja untuk menambah likuditas dan memacu perekonomain yang merosot akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).
Pemangkasan suku bunga PBoC terbukti mengangkat sentimen pelaku pasar kemarin. Roda perekonomian China diharapkan semakin berputar cepat, sehingga ekonominya bisa segera bangkit dari kerterpurukan di kuartal I-2020 (berkontraksi 6,8%) lalu akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).
Ketika ekonomi China bangkit, maka akan menjadi awal yang bagus bagi perekonomian global saat pandemi COVID-19 berhasil dihentikan.
Dengan penguatan Senin kemarin, rupiah melanjutkan penguatan dua pekan beruntun dengan total 6,26%.
Sayangnya, harga minyak mentah minus membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk pada hari ini, keperkasaan rupiah pun runtuh.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,49% di Rp 15.450/US$. Pelemahan rupiah membengkak hingga 0,88% ke Rp 15.510/US$. Level tersebut menjadi yang terlemah hari ini.
Setelahnya rupiah berhasil menipiskan pelemahan dan mengakhiri perdagangan di level Rp 15.400/US$, melemah 0,16% di pasar spot, melansir data Refinitiv.
Dengan pelemahan tersebut bisa dikatakan rupiah hanya "terpeleset" apalagi jika melihat kinerja mata uang utama Asia lainnya. Hingga pukul 15:45 WIB, hanya 4 mata uang yang kinerja lebih baik dari rupiah. 2 diantaranya, yen dan baht Thailand mampu menguat.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hari ini.
Jagat finansial dibuat heboh pada perdagangan hari ini setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan dara Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% kemarin.
Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dan bursa saham AS (Wall Street) berakhir di zona merah. Hawa negatif pun datang ke pasar Asia, rupiah dan mata uang lainnya mengalami tekanan. Dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar.
Baca:
Harga Minyak Minus, Jangan Panik Dulu!
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.
"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.
Senin kemarin rupiah masih menunjukkan keperkasaan, mencatat penguatan 0,16% di Rp 15.375/US$, meski di awal perdagangan berada di zona merah. Bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) yang kembali memangkas suku bunga membuat rupiah berbalik menguat.
PBoC kemarin memangkas suku bunga (loan prime rate/LPR) tenor 1 tahun menjadi 3,85% dari sebelumnya 4,05%, dan LPR tenor 5 tahun juga dipangkas menjadi 4,65% dari sebelumnya 4,75%.
Ini merupakan kali kedua PBoC memangkas LPR di tahun ini, tujuannya tentu saja untuk menambah likuditas dan memacu perekonomain yang merosot akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).
Pemangkasan suku bunga PBoC terbukti mengangkat sentimen pelaku pasar kemarin. Roda perekonomian China diharapkan semakin berputar cepat, sehingga ekonominya bisa segera bangkit dari kerterpurukan di kuartal I-2020 (berkontraksi 6,8%) lalu akibat penyebaran penyakit virus corona (COVID-19).
Ketika ekonomi China bangkit, maka akan menjadi awal yang bagus bagi perekonomian global saat pandemi COVID-19 berhasil dihentikan.
Dengan penguatan Senin kemarin, rupiah melanjutkan penguatan dua pekan beruntun dengan total 6,26%.
Sayangnya, harga minyak mentah minus membuat sentimen pelaku pasar kembali memburuk pada hari ini, keperkasaan rupiah pun runtuh.
Sumber
https://www.cnbcindonesia.com/market...a-minyak-minus
Terpeleset
sebelahblog dan 48 lainnya memberi reputasi
47
2.2K
Kutip
34
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan