Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

surabayapagi1Avatar border
TS
surabayapagi1
Pelatihan Online (Terkesan) Diada-adakan
SURABAYAPAGI.COM, Surabaya- Dana anggaran kartu prakerja sebesar Rp20 triliun kini jadi sorotan publik. Ditemukan dark total anggaran itu, sebesar Rp5,6 triliun digunakan untuk biaya pelatihan online yang diselenggarakan salah satu staf khusus Presiden Jokowi. Sisanya, sebesar Rp13,45 triliun untuk dana insentif dan Rp840 miliar untuk dana survei. Menjadi sorotan, karena salah satu Staf Khusus Presiden ikut merencanakan program ini dimana ia juga salah satu pendiri RuangGuru. Praktik semacam ini dapat menimbulkan anggapan bahwa program ini ada konflik kepentingan pribadi. Apalagi jumlah anggarannya besar. Kesannya, program ini seperti diada-adakan saja. Dan menimbulkan kesan memperkaya diri sendiri. Mungkin ia masih milenial, dan bisa dikatakan ’hijau’ dalam berbisnis.

Meski Adamas Belva Syah Devara telah mengklarifikasi bahwa itu merupakan program sebelum dia menjadi Staff Khusus Presiden. Namun, kini, beberapa pengusaha muda, aktivis kepemudaan hingga pakar manajemen bisnis Surabaya pun mengkritisi sikap Belva. Adalah doktor Ilmu Manajemen Bisnis FEB Unair Dr. Imron Mawardi, Direktur LSP Universitas Ciputra dan Dosen Fakultas Manajemen & Bisnis Universitas Ciputra Ir. Alexander Wahyudi MBA.MM, kemudian Wakil Kaprodi International Business Managemen Universitas Ciputra Krismi Budi Sienattra, seorang pengusaha muda yang juga Pengurus BPD HIPMI Jatim Satria Wicaksono, serta Ketua LPM Mercusuar Unair Iqbal Yaniar dan aktivis HMI UIN Sunan Ampel Arifin yang dihubungi terpisah, Kamis (16/4/2020).

Imron Mawardi salah satu ekonom dari Unair menyoroti program pelatihan online yang menganggarkan Rp 5,6 Triliun yang dirancang oleh Staf Khusus Presiden.

“Pertanyaannya setelah dilakukan pelatihan online, mereka yang terdampak ini lalu bisa melakukan apalagi? Jika pelatihan online saja, kurang! Apalagi dengan angka anggaran yang sangat fantastis," ujar Imron Mawardi, kepada Surabaya Pagi, Kamis (16/4/2020).

Pria yang juga mantan wartawan ini mengatakan bahwa harusnya tidak hanya pelatihan online saja untuk para terdampak Covid-19. Tetapi, juga bisa menciptakan usaha atau lapangan kerja baru yang riil. "Lebih spesifiknya misal diberi pelatihan seperti berwiraswasta di sektor industri kreatif. Ini mungkin lebih mampu membantu mereka mengantisipasi dampak Covid-19," ujarnya.

Apalagi, dalam program prakerja yang digagas Stafsus Presiden dengan bekerjasama Ruangguru, akan menimbulkan konflik kepentingan pribadi. Pasalnya, Adamas Belva Devara juga CEO dari Ruangguru. "Staf Khusus yang merencanakan program ini kan juga salah satu pendiri Ruang Guru, ini menimbulkan anggapan bahwa program ini ada konflik kepentingan pribadi. Apalagi dengan jumlah anggaran sebesar itu, kesannya seperti hanya diada-adakan saja," kata Imron.

Harus Dirinci dan Transparan

Dirinya juga mengatakan bahwa presiden dan staff milenial nya ini juga harus merinci anggaran tersebut dan dipaparkan secara transparan. Jangan sampai masyarakat berprasangka buruk terhadap program yang dianggap riskan di situasi seperti ini.

"Yang benar itu Money Follow Activity, bukan Activity Follow Money. Harusnya aktivitas, dalam hal ini pelatihan harus dipikirkan sistemasinya akan seperti apa, lalu baru anggarannya dikeluarkan. Ngapain anggarannya dikeluarkan besar-besaran jika mekanismenya masih belum jelas?" kata Imron.

Untuk itu, pelatihan yang tepat untuk para pekerja terdampak Covid-19, harus memiliki tiga aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Selain itu target dan sasaran dari pelatihan ini juga harus sangat diperhatikan.

Misalnya, aspek kognitif bisa dilakukan dengan cara memberi teori melalui pelatihan online atau offline, afektifnya yaitu menumbuhkan sikap mereka untuk menjadi pengusaha/wiraswasta, lalu psikomotoriknya adalah penerapan mereka dalam membuat usaha tersebut.

Rawan Dikorupsi

Tak hanya Imron Mawardi yang menganggap pelatihan online saja tidak efektif dan sarat kepentingan. Sama halnya diungkapkan Ir Alexander Wahyudi, MBA, MM Direktur LSP Universitas Ciputra. “Ide sih bagus. Tapi kalau dia sebagai pemikir atau peneliti kemudian juga sebagai eksekutor lah ini yang nggak benar menurut saya, karena pasti ada konflik kepentingan disini dan itu manusiawi. Hal ini dikawatirkan akan terjadi korupsi dan hal ini cukup riskan,” ingat Alexander, kepada Surabaya Pagi, Kamis (16/4/2020).

Ia pun menyinggung, bahwa dengan anggaran sebesar Rp 5,6 Triliun di tengah pandemi Covid-19 seperti ini dengan memberikan pelatihan online, dianggap tidak efektif dan tidak tepat sasaran untuk korban PHK.

“Ini yang masih diragukan (keefektifannya). Apalagi bila sasaran untuk para korban PHK. Mereka punya tingkat pendidikan dan kompetensi berbeda. Jadi sebaiknya langsung konkrit. Buatkan satu industri yang sangat diperlukan pasar saat ini. Kalau hanya pelatihan kerja online. Saya pesimis. Bahkan cenderung ada celah korupsinya,” tegasnya.

Stafsus Milenial Kebablasan

Pendapat serupa juga di lontarkan oleh Krismi Budi Sienatra, Wakaprodi IBM Universitas Ciptura Surabaya. Menurut Krismi, tak hanya untuk Belva, tetapi para staf khusus Presiden harus banyak belajar banyak tentang birokrasi.

“Mereka ini kan awalnya dari profesional yang kemudian ada dilevel birokrasi, jadi menurut saya mereka ini belum memahami birokrasi yang terjadi. Mereka ini kan staf yang membantu Presiden melalui ide, namun sayangnya ide yang mereka berikan terlalu kebablasan. Jadi terlalu menyalahi wewenang. Apalagi ada yang membuat surat memakai nama staf khusus untuk meminta kepada seluruh Camat,” beber Krismi, ditemui Kamis (16/4/2020).

Tak Punya Sense of Crisis

Sementara, Satria Wicaksono, pengusaha muda seperti Belva Devara, yang juga salah satu pengurus BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Jawa Timur menyebut, kalau Belva itu masih “hijau” dan tidak paham kondisi pandemi Covid-19. Apalagi dengan anggaran Rp 5,6 Triliun, yang dianggapnya tidak mempunyai sense of crisis.

"Sebenarnya niatnya baik. Namun tidak dilakukan pada waktu yang tepat dan perencanaan yang sesuai. Apalagi mereka juga khan CEO-nya. Kelihatan banget seperti memperkaya diri sendiri sih. Sepertinya dia kurang tau masalah ‘redaksional’ dan ‘SOP’ di pemerintah. Mungkin karena masih milenial, dan masih ’hijau’ juga kali ya?," beber pria yang juga seorang konsultan jasa penilai keuangan ini, Kamis (16/4/2020).

Satria mengingatkan kepada Staf Khusus Presiden Milenial dan pemerintah, dalam menghadapi situasi ekonomi yang ambruk diterjang pandemi Covid-19 ini. Ditambah dengan banyaknya PHK dan pengangguran. Program-program yang disiapkan harus jelas, transparan, dan perlu menggandeng organisasi pihak ketiga agar capai sasaran.

“Kondisi kayak gini, yah memang harus transparan. Apalagi menyangkut rakyat banyak. Pemerintah jangan plin-plan. Harusnya pemerintah bisa koordinasi dengan kampus, Kadin, HIPMI, dan asosiasi lain. Jadi penganggaran dan penerapannya jauh lebih baik dan tidak memakan anggaran sebesar itu,” saran Satria.

2.000 Lebih Aduan

Sementara, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Surabaya, Bidang Buruh dan Kemiskinan Kota Habibus Shalihin, melihat efektifitas kartu prakerja masih belum memiliki kejelasan untuk para warga yang di PHK. Pasalnya hingga Kamis (16/4/2020) sudah mencapai 2.000 lebih aduan yang masuk di dalam YLBH.

"Prakerja itu tidak efektif selama perusahaan banyak sekali melakukan PHK dalam situasi sulit seperti sekarang ini. Pemerintah sebetulnya bisa membuat instruksi atau himbauan, atau yang lebih tepat suatu aturan yang menjamin hak-hak dari pekerja itu tidak di PHK," ungkap Habibus.

Persoalan yang muncul berikutnya menurut Habibus Shalihin seperti pengurangan gaji, maka hal ini wajib dilakukan suatu perundingan.

"Kalau ingin menganggap saat ini darurat perekonomian lalu perusahaan itu mau melakukan suatu pengurangan gaji dan lain-lain, maka pekerja harus difasilitasi oleh Pemerintah dalam hak normatif para pekerja atau buruh" jelasnya.

Pemerintah sedang “Offiside”

Menurut Habibus Shalihin, saat ini Pemerintah sedang ‘offside’ karena hak-hak buruh tersebut masuk dalam instrumen nasional, salah satunya terkait hak ekonomi, sosial, budaya dimana pemerintah wajib aktif dan hadir disaat warga negara mengalami kesulitan.

"Ancaman kesulitan seperti dirumahkan, PHK, dan tidak mendapat gaji. Maka ini merupakan peran Pemerintah untuk pemenuhan hak-hak tersebut yang sudah dijamin oleh konstitusi" keluhnya.

Menurut Habibus Shalihin kartu prakerja ini dinilai tidak memiliki solusi dalam situasi saat ini, ia menjelaskan bila korelasi kartu prakerja berangkat dari Omnibus Law.

Disinggung soal dana sebesar 5,6 T yang akan digunakan oleh Staf Khusus Presiden untuk pelatihan online, Habibus menuturkan bila sebaiknya dana tersebut digunakan untuk penanganan Covid - 19.

"Sekarang kita lihat fasilitas negara untuk pemenuhan kemampuan taraf pekerja itu sebetulnya sudah ada balai pelatihan. Pertanyaan saya apakah 600ribu itu cukup kawan-kawan yang menganggur, sedangkan yang di perusahaan menghadapi besar-besaran. Menurut saya sebaiknya dana tersebut bisa di alihkan untuk penanganan Covid - 19" pungkasnya. nbyt/adt/jk/rmc http://www.surabayapagi.com/read/pelatihan-online-terkesan-diadaadakan
Diubah oleh surabayapagi1 17-04-2020 07:30
.doflamingo.
4iinch
sebelahblog
sebelahblog dan 14 lainnya memberi reputasi
15
3.8K
103
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan