madokafcAvatar border
TS
madokafc
Pentingnya Pengembangan teknologi dan Produksi Artileri Medan bagi Indhan Nasional



 Memang tidak dapat dipungkiri bahwa kemajuan industri pertahanan Nasional semakin hari semakin meningkat dengan pesatnya. Dengan melakukan program riset mandiri serta program lisensi dan reverse engineering dengan berbagai pihak mulai dari civitas akademika, badan penelitian Nasional seperti LIPI dan LAPAN juga Universitas Nasional ternama seperti ITB, UI, UTS dan UGM juga dengan lembaga korporat asing dalam skema transfer of technology telah membuat industri pertahanan Nasional yang sempat mati suri selama dekade akhir 90-an hingga awal 2000 kini telah aktif dan berdenyut kembali. Sejumlah produk pertahanan Nasional telah mulai dihasilkan oleh industri-industri pertahanan Nasional, sebut saja dimulai dari yang paling ringan seperti Pistol Pindad G2, senapan serbu SS-2, senjata penembak runduk PINDAD SPR-2 hingga 3, kendaraan ranpur lapis baja seperti Anoa, Komodo, SS Pakci, lalu dimatra laut kita mengenal kapal Landing Platform Dock kelas Makassar, kapal cepat KCR 60 Sampari class hinggapa upaya untuk memproduksi sendiri Frigate ringan kelas Gusti Ngurah Rai dan juga kapal selam Diesel Nagapasa class, dan berbagai macam platform lainnya baik di laut-udara dan darat.

Tetapi hingga saat ini, industri pertahanan kita tampak melupakan salah satu asset terpenting dalam militer, yaitu artileri meriam medan. Tampaknya belum ada upaya serius dari para pelaku utama industri pertahanan maupun para pemegang kebijakan terkait untuk menyikapi dengan serius upaya untuk memproduksi sendiri meriam medan terutama howitzer. Kenapa penulis menyikapi dengan serius mengenai pentingnya pembangunan Industri militer nasional yang sanggup membangun sendiri kekuatan artilerinya? Sejarah sendiri sudah membuktikan, bahwa Artileri adalah Raja dalam pertempuran King of Battles dimana kekuatan artileri seringkali menjadi penentu utamanya jalan pertempuran dari masa kemasa, dari pertempuran Austerlitz di era Napoelonic War, Siege of Berlin di era perang dunia II , pertempuran di Dien Bin Phu di pertempuran Indochina jilid pertama hingga pertempuran di Mosul melawan kekuatan ISIS di sepanjang tahun 2016-2017 memperlihatkan betapa pentingnya penggunaan kekuatan artileri yang perannya sama sekali belum dapat tergantikan sejak dahulu kala. Bahwa kekuatan artileri yang mumpuni akan mampu mengubah jalannya pertempuran sepanjang penguasaan udara (air superiority) telah tercapai atau tercipta kondisi yang seimbang dan hal tersebut sama sekali tidak berubah dari era perang dunia ke-2 hingga hari ini.

Penguasaan teknologi artileri (terutama meriam medan) pada dasarnya akan membantu industri pertahanan Nasional untuk mencapai rantai yang hilang atau missing link yang ada selama ini, terutama teknologi pembuatan barrel senjata kaliber sedang hingga besar (yang pada gilirannya dapat digunakan sebagai acuan untuk membangun teknologi meriam kendaraan ranpur lapis baja, meriam pertahanan udara, juga  hingga nantinya mampu dikembangkan untuk memproduksi Meriam Swa Gerak (Self Propelled Howitzer). Penguasaan teknologi artileri ini juga akan mendorong industri pertahanan nasional untuk mampu lebih bersaing dalam penguasaan teknologi kemiliteran dibandingkan dengan para kompetitornya di kawasan regional.

Lantas apakah pendorong perlunya dibangun kemampuan industri pertahanan yang mampu memproduksi sendiri meriam artileri medan? Pertama adalah pangsa pasar yang sebetulnya cukup besar, seperti kita ketahui bersama bahwa TNI AD sendiri memiliki formasi infantri battalion yang cukup besar, terdapat lebih dari 100 formasi infantri battalion dalam tubuh TNI AD dimana tentunya mereka membutuhkan support artilleri dalam jumlah besar. Di dalam formasi TNI AD sendiri ada sekitar 10 battalion Yon Armed yang masih menggunakan meriam lawas caliber 105 mm M101/M202 buatan Amerika Serikat yang sudah jamak digunakan sejak perang dunia ke dua. Jumlah itu berarti ada sekitar 180 unit lebih meriam yang sebetulnya sudah membutuhkan pergantian sistem persenjataan. Belum lagi kebutuhan untuk menyediakan meriam-meriam baru yang akan digunakan untuk pemekaran formasi infantri yang baru di dalam tubuh Kostrad TNI AD, pembentukan Yon Raider diantara Kodam-kodam yang ada dan juga Korps Marinir TNI AL. Dengan menguasai teknologi pembuatan artileri medan secara mandiri dan kemampuan untuk memproduksinya, setidaknya ketika negara membutuhkan industri Nasional yang ada dapat diarahkan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan TNI akan meriam medan yang ada.

Lalu bagaimanakah baiknya agar industri pertahanan Nasional dapat memperoleh teknologi pembuatan meriam medan tersebut? Dengan skema Reverse Engineering dan investasi riset secara mandiri? skema produksi dan riset bersama dengan negara sahabat yang sedang mengembangkan teknologi artilerinya? ataukah dengan skema Lisensi produksi dan akhirnya transfer of technology? Cara-cara diatas memiliki kelebihan dan kekuarangannya sendiri, cara pertama memiliki kelebihan antara lain seluruh hasil produksi dan riset adalah seutuhnya properti Indonesia secara mandiri, tidak ada keterlibatan pihak lain yang tentunya kontrol atas jalannya produksi artilerri tersebut adalah ditentukan sendiri oleh Indonesia. Skema ini menuntut investasi yang lebih besar untuk kepentingan riset dan penyediaan sumber daya lainnya dibandingkan dengan dua skema lainnya juga kemauan politik dan determinasi dari seluruh pihak agar investasi yang ada terus berkelanjutan hingga mencapai objektif yang hendak dicapai sesuai parameter yang tersedia dari awal. Kelebihan skema kedua adalah industri pertahanan dapat menghemat sebagian sumber daya yang ada karena beban dibagi antara partner yang berkerja sama, hal ini juga akan meningkatkan ketersediaan sumber daya yang dibutuhkan selama jalannya program. Kekurangannya adalah Indonesia tidak bisa menentukan secara utuh atau 100 persen jalannya program karena komitmen dan political will dari partner yang ada juga harus selalu diperhatikan. Contoh kasus KFX-IFX hendaknya menjadi pembelajaran ketika menggunakan skema yang kedua, walaupun contoh sukses program Medium Tank juga dapat menjadi acuan yang lainnya. Cara yang ketiga adalah mencari willing partner yang mau membagi teknologi pembuatan artileri medannya, sehingga industri pertahanan Nasional dapat mempersingkat waktu dan juga menghemat sumber daya yang ada. Akan tetapi cara ini memiliki kekuarangan yang fatal, baik itu teknologi adalah bukan properti Indonesia secara pribadi dan juga dukungan logistik dari negara asal produsen harus selalu diperhitungkan setiap saat.

Bagaimanapun juga cara yang ditempuh, penguasaan teknologi pembuatan Artileri medan merupakan benchmark penting bagi industri pertahanan nasional dalam mendukung kemandirian sistem pertahanan Nasional yang ada. Seluruh sektor dan pemangku kepentingan yang ada dalam industri pertahanan harus bersatu padu untuk mencapai tujuan yang telah dicanangkan. Tidak mungkin bagi kita untuk selalu melupakan sang Raja!!!



by Madokafc
kuda.diesel
jagotorpedo
tataq87
tataq87 dan 7 lainnya memberi reputasi
8
9.3K
48
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan