Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

soekirmandiaAvatar border
TS
soekirmandia
("digital archive") Algoritma Facebook Mustahil Hentikan Warganet Berantem Ideologis
Algoritma Facebook Mustahil Hentikan Hobi Warganet Berantem Ideologis
Ags 21 2017, 5:05sore



Kamu pendukung Ahok? Berantem sama fans Jonru? Sori perdebatan di Fb kayak gitu akan terus terjadi. Di AS aja sama ruwetnya. Kata pakar dari Harvard, solusinya bukan algoritma.

Di semua negara, makin banyak warganet yang berantem keras di kolom komentar Facebook gara-gara pandangan politiknya. Amerika Serikat sedang mengalaminya, antara pendukung supremasi kulit putih (alias Nazi dan rasis) melawan kelompok liberal antifasis. Banyak orang yang khawatir diskursus politik Negeri Paman Sam makin keruh—dan imbasnya bakal terasa keman-mana. Ada berita buruk buat buat semua orang yang ga nyaman melihat kawan-kawan dunia maya kita ribut melulu.[/size]
 
Menurut penelitian, situasi dunia maya yang ribut bisa berimbas ke dunia nyata. Kekhawatiran kalian beralasan. Di AS, situasi sudah terlanjur rumit. Teknologi membuat peta politik AS morat-marit tak karuan. Facebook, sebagai salah satu platform teknologi yang jadi biang kerok persemaian benturan ideologi itu, tak bisa menyodorkan solusi manjur. Mereka hanya bisa menawarkan algoritma untuk memerangi berita palsu. Konon, kebanyakan orang ngotot tubir gara-gara baca berita yang menyesatkan di beranda Fb mereka.

Laporan terbaru tentang disinformasi, keberpihakan seseorang, dan pengaruh media online diterbitkan oleh Harvard's Berkman Klein Center for Internet & Society. Hasil penelitian ini menyuguhkan sudut pandang yang muram atas kondisi politik di Negeri Paman Sam (dan mungkin mirip di banyak negara).

"Observasi kami menunjukkan solusi memperbaiki kualitas diskusi di ruang publik AS, terutama di Internet, bakal lebih rumit dari yang kita duga," demikian kesimpulan peneliti utama riset ini. Laporan tersebut turut membeberkan bahwa masalah utamanya tak melulu amplifikasi berita abal-abal oleh raksasa media sosial seperti Twitter dan Facebook. 

Menurut para peneliti ini, akar masalah pertentangan ideologi antara penduduk AS terutama berasal dari netizen dari spektrum politik konservatif. Mereka hanya mau mendengarkan kelompok politik atau sumber berita yang menegaskan pandangan politiknya. Kesimpulan penelitian ini merujuk ide "ruang gema". Artinya, netizen dengan preferensi politik tertentu hanya terkungkung dengan pasokan informasi dari outlet berita yang punya pandangan politik serupa. Kondisi ini pada akhirnya memunculkan kerumitan tersendiri jika kita ingin membereskan kekusutan dunia maya. Solusi demokratis dan teknis, misalnya algoritma memerangi hoax dan berita palsu, yang kita agung-agungkan bakal sia-sia belaka.


Usaha menemukan solusi teknologi—dengan mengubah algoritma Facebook atau penggunaan aplikasi pengecek fakta—kemungkinan besar tak akan efektif dan bisa dibenarkan jika sengaja melakukan disruspi kelas dalam komunikasi politik yang diinginkan penerima informasi dan ditujukan untuk membangun koneksi politik kuat dengan sebagian besar publik Amerika Serikat.


Memang, akar masalahnya adalah persebaran berita abal-abal—seperti jenis hoax tentang Trump yang ternyata dibikin oleh remaja-remaja Macedonia dengan berita palsu lainnya yang dibuat untuk mencari uang belaka. Penyesatan informasi yang terjadi memicu kesalahan menafsirkan fakta, sehingga akhirnya mendorong pembaca mengambil konklusi yang salah pula. Kalau mereka jenis manusia yang kurang baca, akhirnya andalan mereka adalah ngotot memakai argumen keliru.

Hasil analisis dari 2 juta berita yang dilansir selama pilpres AS tahun lalu, memetakan hubungan antara berita dan sumber pemberitaan. Peneliti mengamati di mana dan sesering apa sebuah berita di-share di Facebook dan Twitter. Para penulis laporan ini membeberkan betapa disinformasi punya peran yang lebih besar daripada berita hoax. Lebih parahnya, bukan cuma orang konservatif yang termakan sistem penyesatan medsos ini.

Laporan ini menemukan kesimpulan, konsumen berita di spektrum politik kanan bukanlah satu-satunya kelompok yang mencari validasi atas pandangan politik mereka. Hanya saja, harus diakui, selama pilpres AS 2016 media sayap kanan macam Breitbart dan Fox News memainkan peran sebagai penegas tendensi pandangan politik orang-orang konservatif dan religius. Sedangkan media bertendisi kiri atau liberal, cenderung memoderasi tendensi yang sama dengan menggunakani sumber-sumber dari beragam ideologi. 

"Meski pembaca membentuk keyakinan yang keliru, mungkin mereka memang sejatinya ingin membentuk keyakinan tersebut karena berita-berita yang kami amati sangat penting dalam membentuk identitas politik mereka," kata Yochai Benkler saat kami wawancarai via telepon. Benkler adalah Guru Besar Bidang Hukum di Harvard Law School, selaku salah satu penulis laporan ini.

"Kita sekarang susah mengatakan, 'Oh Facebook and Google tahu kok apa yang benar sementara Breitbart dan Fox News tidak. Jadi Facebook harus meniru cara Breitbart merangkul pembacanya.' Aku tak akan nyaman hidup dalam sistem konstitusional yang merekomendasikan solusi seperti itu."

Sejatinya, tak ada satupun masalah legal yang menghalangi Facebook dan platform lainnya mencegah penyebaran misinformasi. Bekcler justru khawatir Facebook malah membatasi "komunikasi antara pewarta yang hendak menyebarkan berita dan mereka yang ingin membacanya." 

Kendati situs berita dan laman Facebook partisan bertraffic tinggi menjamurbeberapa tahun terakhir, Beckler menganggap masalahnya jauh terletak dalam diskursus politik, terutama di sprektrum kanan. "Ini bukan masalah yang pemecahannya perlu atau bisa di-outsource oleh pemerintah AS kepada Facebook dan Google," ujar Beckler.

"Di beberapa platform, memang masalah ini jamak ditemukan," terang Beckler. "Namun, meminta platform-platform ini memimpin usaha untuk mengatasi tren buruk ini adalah keputusan yang problematik." 

Alasannya, menurut Beckler, karena skala Facebook dan Google yang begitu besar dan mereka adalah perusahan privat tanpa akuntabilitas yang bisa diakses publik luas. Membiarkan Facebook menyaring informasi yang 'benar' untuk kita, sama saja menyerahkan diri agar sosmed itu bisa membentuk cara kita berpikir. 


Problematis memang. Semoga penelitian serupa segera dibuat di Indonesia. Semoga juga ada solusinya supaya teman-teman kita di Fb ga lagi suka berantem. Kalimat barusan mending dihapus aja deh. Orang Indonesia memang hobi berantem di dunia maya. Barangkali percuma aja ada algoritma segala macam.

https://www.vice.com/id_id/article/3kka5n/algoritma-facebook-mustahil-hentikan-hobi-warganet-berantem-ideologis

Algoritma Facebook dan Google Ibarat Buah Simalakama Peredaran Hoax

Senin 10 April 2017 - 13:23




Siluet seorang pria nampak tengah memegang handphone dengan logo Facebook di belakang (Foto: Reuters)


[ltr]Media sosial Facebook dan mesin pencari Google hingga saat ini masih menjadi pihak yang terus disalahkan dalam penyebaran berita palsu. Algoritma yang dimiliki keduanya disebut memiliki peran cukup besar dalam distribusi konten hoax.

Sistem algoritma kedua perusahaan teknologi itu biasanya bakal mengedepankan informasi baru dan viral. Namun, tidak jarang pencarian itu disusupi oleh berita hoax yang menyesatkan.

Google disalahkan karena tidak melakukan blokir pencarian bagi konten atau situs yang telah banyak mendapat laporan sering membuat kabar bohong. Berita benar maupun berita bohong, bisa masuk halaman satu pencarian. Para penyebar kabar bohong pun memainkan trik khusus agar situs web dan konten mereka berada paling atas, dan bisa juga melakukan promosi kabar bohongnya dengan iklan digital.

Facebook juga disalahkan karena mereka mengizinkan pembuat konten hoax menyebarkan informasi palsu dan bahkan memanfaatkan iklan digital Facebook untuk menjangkau pengguna lebih besar. Iklan tersebut biasanya menggunakan judul, gambar, dan deskripsi yang bombastis, untuk menarik perhatian. Perusahaan Mark Zuckerberg itu juga telah membiarkan akun-akun penyebar hoax mendapatkan lebih banyak fans dan tidak bertindak dalam memeranginya.

Pengamat telematika Heru Sutadi mengatakan algoritma mereka sebagai "buah simalakama" yang kadang merugikan bagi pengguna karena bisa jadi termakan oleh konten hoax.

"Di satu sisi memang ingin lebih mengedepankan informasi yang viral, dilihat, dan dibaca banyak orang. Tapi di sisi lain berita hoax juga jadi penumpang gelap karena biasanya informasinya heboh, membuat orang ingin baca atau lihat," ucap Heru saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Senin (10/4).

Walau mengakui ada upaya dalam bereaksi cepat memblokir atau menutup hoax, namun Heru meyakini jika keduanya belum 100 persen serius menangani masalah ini dan masih "menikmati hasil" penyebarannya di platform masing-masing.

"Pendapatan utama Facebook dan Google kan dari iklan. Semakin banyak isu, semakin orang sering buka iklan akan hilir mudik. Trafik meningkat dan iklan akan lancar silih berganti," tambahnya.

Heru menyarankan pemerintah untuk menekan Facebook dan Google untuk serius melawan hoax di negara ini, seperti yang dilakukan pemerintah Jerman yang mengeluarkan aturan baru denda Rp 700 miliar jika media sosial mengeluarkan konten hoax.

Pemerintah Prancis juga menekan Facebook meminimalkan peredaran konten hoax menjelang pemilihan presiden. Di sana, Facebook menggandeng delapan media kredibel yang dipercaya memeriksa fakta dan menandai konten hoax agar pengguna tahu bahwa itu adalah informasi yang tak patut dipercaya.

Pendapat tidak jauh berbeda juga disampaikan ketua komunitas Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo), Septiaji Eko Nugroho, yang menyebut algoritma Facebook dan Google berpotensi mempertajam polarisasi hoax. Oleh karena itu, Septiaji beserta komunitasnya sudah menyerukan Facebook untuk memperbaiki algoritma untuk menekan peredaran hoax.

Baca juga: Google dan Facebook Seharusnya Bergerak Tangkal Penyebaran Hoax

Jika Heru berpendapat Facebook dan Google belum serius melawan hoax, Septiaji justru melihat mereka sudah mulai berupaya memeranginya dengan membuat fitur dan berkolaborasi dengan beberapa pihak, baik pemerintah ataupun komunitas.

"Nah, kita akan lihat sejauh mana efektivitasnya dalam beberapa waktu ke depan," ujarnya.

Upaya terbaru Facebook dan Google sejauh ini masih mengandalkan laporan pengguna dalam mengatasi penyebaran hoax. Sikap dan aksi nyata dari keduanya masih belum terlihat hingga saat ini.

Coba lihat cara terbaru Facebook memerangi hoax. Mereka "hanya" berkampanye edukasi soal bagaimana pengguna bisa mengenali berita palsu dan cara melaporkannya, dengan mengeluarkan iklan berisi 10 tips untuk mengidentifikasikan berita palsu.

Sementara Google, mengeluarkan fitur baru di mesin pencari yang memberi label "True" untuk memberi tahu berita yang terbukti kebenarannya, lalu ada "Mostly False" atau "Pants on Fire" pada berita bohong. Pengecekan fakta ini dilakukan Google dengan menggandeng sejumlah lembaga khusus yang kredibel dalam mengecek fakta.

Namun, fitur ini tidak akan memengaruhi urutan hasil pencarian dan tidak ada label khusus pada situs tertentu yang dinilai sering menyebarkan kabar bohong. Itu artinya oknum penyebar berita hoax masih bisa memaksimalkan metode Search Engine Optimization (SEO) agar situs dan kontennya tampil di baris atas pencarian.
[/ltr]

https://kumparan.com/@kumparantech/a...peredaran-hoax

--------------------------------

Revolusi di negeri-negeri Arab di kawasan Timur Tengah (Arab Spring), salah satu pemicunya adalah penggunaan medsos yang masiv. Itu sudah terbukti efektif. Medsos menjadi álat canggih yang sangat murah bagi negara-negara kapitalis penjajah di masa lalu (Barat) untuk memecah belah negara-negara berkembang bekas jajahannya dulu. Medsos menjadi alat untuk membuat proyek 'devide et impera' hanya seharga sebuah sepeda motor. Murah sekali, dan efektif! Mudah-mudahan kita semua bisa mengantisipasi semua ini agar jangan ikut terbakar model :arab Spring'itu ... menjadi "ASEAN Spring".

emoticon-Takut
Diubah oleh soekirmandia 27-09-2018 00:53
1
12.7K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan