"Satu kebohongan akan menuntut kebohongan lainnya." (anonim)
Mungkin pepatah itu cukup menggambarkan cara kerja industri hoax di Indonesia. Saat satu kebohongan terbongkar, akan ditutupi dengan kebohongan lainnya.
Tak salah lagi seperti itulah realitanya. Pasca jaringan Muslim Cyber Army (MCA) dibongkar oleh aparat keamanan. Para pendukung dan anggota MCA lainnya segera mengarang cerita kembali dan mengatakan bahwa yang tertangkap itu adalah MCA KW atau MCA palsu.
Isu tersebut sedang ramai digalang oleh para pendukung dan anggota MCA lainnya. Mereka berusaha membalikkan fakta seolah-olah pemerintahan Jokowi merekayasa penangkapan beberapa admin MCA kemarin.
Hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menyudutkan balik pemerintah. Selain itu juga untuk mengalihkan isu di benak masyarakat soal kelompok MCA. 
Padahal, bagi pihak kepolisian upaya menindak pelaku penyebaran hoax dan konten provokatif di dunia maya tidak atas dasar kelompok atau jaringan MCA atau bukan. Selama mereka menyebarkan konten negatif dan membahayakan integrasi bangsa dan negara maka akan ditindak.
Adapun penangkapan jaringan MCA belakangan ini sangat perlu dilakukan untuk menjaga kondusivitas kehidupan berbangsa dan bernegara. 
Hal itu karena, sebagaimana yang kita tahu, MCA merupakan jaringan besar penyebar kabar bohong dan fitnah di media sosial. Itu bisa mendorong adanya gesekan dan perpecahan di masyarakat. 
Seperti itulah cara kerja MCA atau pemmbuat hoax. Saat jaringan industri hoaxnya terbongkar, para jagoan MCA itu membangun isu baru (yang hoax juga) bahwa itu adalah rekayasa. Satu hoax, selalu ditutupi dengan hoax yang lain. 
Untuk itu, jangan percaya dengan propaganda murahan mereka soal kasus rekayasa penangkapan MCA ini. Jaringan MCA yang kemarin ditangkap adalah nyata dan fakta. Bukan rekayasa.