lamasabaktaniAvatar border
TS
lamasabaktani
Amien Rais Desak Tes kecocokan DNA Jokowi dan Widjiatno tokoh PKI Boyolali


Ditengah maraknya isu PKI ini, pemerintah dituntut untuk meminta maaf kepada keluarga eks PKI. Namun, menurut Sekretaris Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, saat bertemu jajaran petinggi PP Muhammadiyah di Istana Merdeka, Jakarta. Presiden Jokowi membantah dan menolak untuk meminta maaf kepada keluarga eks PKI.

Namun, beberapa waktu lalu, sempat ada kabar yang mengejutkan. Kabar mengejutkan ini sempat berhembus mengatakan bahwa Presiden Jokowi adalah anak dari seorang pimpinan PKI.

Presiden Jokowi selama ini mengatakan bahwa ayahnya bernama Noto Mihardjo, namun menurut para tetangganya dahulu, ayah Presiden Jokowi sebenarnya bernama asli Widjiatno Mihardjo yang merupakan seorang tokoh kuat PKI.

Widjiatno Mihardjo adalah ketua atau Komandan OPR (Operasi Perlawanan Rakyat) PKI Boyolali. Widjitno atau saat ini dikenal dengan nama Widjiatno Mihardjo adalah Ketua OPR onderbouw PKI Boyolali, sebelum akhirnya menyamar menjadi Ketua Satgas PDI.

Ayah Presiden Jokowi ini berasal dari Kragan, Karanganyar, Surakarta. Kakek Presiden Jokowi juga merupakan seorang Lurah di Kragan, Karanganyar.

Memasuki usia remaja, ayah Presiden Jokowi pindah ke Gumukrejo Giriroto Boyolali dan menikah dengan Sudjiatmi, ibunda Presiden Jokowi yang juga seorang Sekjen Gerwani. Di Giriroto Widjiatno menekuni pekerjaan sebagai tukang kayu mengikuti jejak keluarga istrinya.

Giriroto Boyolali adalah basis PKI sudah merupakan fakta sejarah. Boyolali adalah kabupaten pusat gerakan PKI di Jawa Tengah dan Indonesia. Pada pemilu 1955, PKI menang mutlak di Boyolali dengan meraih 21 dari 35 kursi DPR atau > 60% suara. Kemenangan telak PKI di Boyolali menjadikan Boyolali dijuluki Kabupaten Merah.

Saat adanya operasi TNI, ayah Presiden Jokowi yang bernama asli Widjiatno Mihardjo sempat melarikan diri selama 4 tahun ke hutan Merbabu.

Ayah Presiden Jokowi bahkan diduga terlibat dalam pembantaian ratusan umat Islam terutama aktivis NU dan Muhammadiyah, tepatnya pada 1 Oktober 1965 di Giroroto, ngemplak, Boyolali. Namun, tuduhan itu belum ada cukup bukti untuk membenarkannya.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan lalu, Presiden Jokowi juga telah membantah bahwa dirinya terkait dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

“Isu yang menyebut saya PKI adalah penghinaan. Berulang kali saya jelaskan Bapak dan Ibu saya itu dua-duanya haji. Keluarga saya sudah jelas. Orang juga sudah kenal semua. Kakek saya lurah dari Karanganyar. Kalau kakek dari Ibu adalah pedagang kecil,” ujar Presiden Jokowi saat masa-masa kampanye, sebagaimana dikutip dari antaranews.

“Agama yang dicantumkan di KTP itu merupakan identitas kebhinekaan kita. Yang paling penting adalah bagaimana kita bisa saling menghargai dan menghormati. Mau sampai kakek canggah pun sama alurnya seperti itu. Kalau seperti ini saya mau marah tapi marah ke siapa? Betul-betul menjengkelkan. Kalau ketemu betul, tidak tahu mau diapakan,” sambungnya

Kriminalisasi terhadap ulama dan tokoh muslim menjadi perhatian Amien Rais bersama para alumni Aksi 212. Kemarin, mereka mendatangi Komnas HAM.
Mereka mendesak dibentuknya Tim Gabungan Pencari Fakta. Di tengah pekikan takbir, Amien bicara bahayanya PKI dan tiba-tiba menyinggung soal DNA Jokowi. Mau nyerang kemana Pak Amien?
Para alumni aksi 212 yang ikut nemani Amien di antaranya Ansfuri Idrus Sambo alias Ustadz Sambo, Ustadz Alfian Tandjung, KH Abdul Rasyid, advokat Eggi Sudjana dan Tim Pengacara Muslim (TPM) Mahendradatta. Hadir pula Ketua



Progres 98, Faizal Assegaf. Para tokoh ini menandatangani petisi penolakan kriminalisasi terhadap ulama dan tokoh nasional. Mereka diterima oleh lima Komisioner Komnas HAM yakni Natalius Pigai, Maneger Nasution, Siti Noor Laila, Hafid Abbas dan Siane Indriani.

Baca Juga:
Crasshh. Ditikam, Dua Brimob Kembali Jadi Bulan-bulanan OTK. Satu Perwira



Ustadz Sambo, yang merupakan Ketua Presidium Alumni Aksi 212 menyebut kedatangan mereka ke Komnas HAM ini untuk ketiga kalinya. Tujuannya tetap sama. Yaitu, mendesak Komnas HAM membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) untuk mencari tahu siapa aktor di balik kriminalisasi dan teror terhadap ulama dan aktivis selama ini. Menurutnya, tim investigasi saja tidak cukup kuat untuk membongkar kejahatan yang begitu kuat ini. "Kriminalisasi telah dilakukan rezim penguasa dengan segala struktur kekuasaannya. Kami mendesak dibentuk TGPF agar kasus ini tidak gembos," tegas Sambo.

Selain itu, Sambo mengungkap permintaan tambahan yang diajukan para alumni aksi 212 ke Komnas HAM. Komnas HAM diminta menseriusi buku "Jokowi Undercover" karangan Bambang Tri, yang dalam salah satu halamannya menyebut "Jokowi Anak Tokoh PKI". "Kami mendesak Komnas HAM membuat tim gabungan pencari fakta untuk dilakukannya tes DNA (deoxyribonucleic acid) kepada Jokowi. Test DNA menjadi suatu keniscayaan," katanya.

Amien Rais yang kebagian bicara di forum itu, ikut bersemangat mendesak Komnas HAM melakukan tes DNA terhadap Jokowi. "Orang Islam nggak boleh berprasangka, tapi kalau memang tes DNA terhadap Jokowi dan Widjiatno dilakukan, itu cespleng," seloroh Amien yang mengenakan kemeja kotak-kotak lengan pendek warna gelap dan mengenakan flat cap alias topi copet.

"Perkara tes DNA kan cuma 30 menit selesai, diambil apanya gitu lah ya, sumsumnya dari kuburannya barangkali, dikirim ke Australia, diikuti betul, cocok atau tidak. Kalau cocok, berarti memang ada sesuatu penipuan skala raksasa yang akan menggemparkan bangsa ini," imbuh Amien.

Selanjutnya, bekas Ketua MPR ini menceritakan bahayanya kekuatan komunis bukan cuma isapan jempol. Paham ciptaan Karl Marx imi masih berjaya di sejumlah negara. Dia menyebut China, salah satu negara dengan kekuatan komunis terkuat di dunia. Negara lain yang disebut menganut ideologi komunisme yakni Korea Utara dan Vietnam. Kedua negara itu menjaga ideologi komunis sebagai pilar negaranya.

"Yang menyebut komunisme tidak ada lagi di dunia agak sinting, harus dibawa ke psikiater untuk diperiksa kejiwaannya," seru Amien yang menjabat sebagai Dewan Pensehat Presidium Alumni Aksi 212. Pekikan takbir langsung menggema.

Nah, menurutnya, kriminalisasi terhadap ulama dan aktivis di Indonesia dilakukan oleh kekuatan komunis yang disokong oleh pemerintah dalam dan luar negeri.

"PKI ini sepertinya mendapat kataliasator yang cukup hebat pada rezim saudara kita, Jokowi sekarang," katanya. Banyaknya pelanggaran yang disebut Amien makin gendeng, terjadi karena mungkin penguasanya tidak ber-Tuhan. Untuk diketahui, paham komunisme dianggap tidak mengenal Tuhan. "Kalau orang masih percaya pada "Yang di atas", apapun agamanya, tentu tidak akan seperti ini," ujar Amien.

Amien pun meminta Komnas HAM bekerja serius mengungkap aktor dan motif di balik kriminalisasi terhadap ulama dan tokoh Islam. Dia mengancam, akan membawa kasus ini ke tingkat internasional jika Komnas HAM gagal merealiasikan tuntutan tersebut. Pekikan takbir lagi-lagi memenuhi seisi ruangan.

Tanggapan Komnas HAM

Menanggapi desakan melakukan tes DNA terhadap Jokowi, Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menyatakan masih banyak waktu melakukan hal itu. Saat ini, komisinya fokus melakukan investigasi dugaan kriminalisasi ulama dan aktivis. "Kasus-kasus kriminalisasi apa yang dialami ulama-ulama, habaib, ustadz, ustadzah. Kami sudah inventarisir kasus-kasus tersebut," ujar Pigai.

Pigai mengaku, pihaknya telah berkirim surat kepada para korban untuk dimintai keterangan. Dia berharap para korban bisa menyampaikan apa adanya. Mereka juga akan mengirim surat kepada para terlapor.

Dalam pemeriksaan, komisioner asal Papua ini menggali kasus-kasus kriminalisasi ulama dan aktornya, serta bentuk kegiatan. Kemudian, mereka ingin mendalami kemungkinan para ulama telah dikriminalisasi secara terstruktur, sistematis, masif dan terencana kepada seluruh pihak. "Tidak tertutup kemungkinan kami akan minta keterangan ke institusi-institusi negara, termasuk Presiden Jokowi," beber Pigai.

Dalam penyelidikan, Komnas HAM menemukan indikasi ada keterlibatan negara dalam dugaan kriminalisasi tersebut. Tindak kriminalisasi diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai kewenangan penegakan hukum, pembangunan, hingga politik.

Tim juga, lanjut Pigai, menemukan indikasi teror dilakukan aktor negara dan non-negara. Komnas HAM menemukan hatespeech atau ujaran kebencian dilakukan aparat penegak hukum. Dia melihat penegak hukum berusaha melakukan crime control model, yakni model penegakan hukum seakan-akan menghadapi kriminal.

Mendengar respon Pigai, Amien Rais mengucapkan terima kasih atas hasil investigasi Komnas HAM. Dia mengajak umat untuk terus berdoa. Amien meyakini, pemerintah akan jatuh apabila ada kesewenang-wenangan kepada rakyat

http://politik.rmol.co/read/2017/05/09/290736/Ngomong-DNA-Jokowi,-Amien-Nembak-Kemana-
0
20.1K
74
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan