Seminggu ini istilah 'loli' ramai diberitakan di media-media mainstream. Hal ini berawal dari pelaporan komentar "loli" pada foto anaknya oleh N***. Laporan Na** diterima oleh Polda Metro Jaya dengan nomor LP/****/VIII/2017/PMJ/Dit. Reskrimsus tertanggal 21 Agustus 2017 dengan Pasal 27 ayat 1 jo Pasal 45 ayat 1 UU RI No 19 Tahun 2016 tentang ITE, yang mengandung tindak perkara yang bermuatan asusila.

Na** dan media mainstream mengartikan loli sebagai istilah untuk anak-anak di bawah umur yang menjadi incaran kaum pedofilia. Tapi benarkah itu, dari mana dan bagaimana awal mula istilah 'loli' digunakan?


Seperti yang tertulis di atas, loli adalah istilah untuk karakter gadis imut dengan tubuh belum dewasa. Pada awalnya, istilah ini terbatas digunakan pada komunitas pecinta jejepangan (baca: weaboo) untuk karakter 2D pada manga, anime dan game. Akan sangat jarang menemukan bahasan loli untuk karakter 3D (orang nyata). Istilah ini memang rawan menimbulkan salah paham ketika digunakan di umum.

Di kalangan wibu sebenarnya agak sulit untuk mendefinisikan apa itu loli, karena banyak penggemar yang melakukan klaim "ini loli, itu loli" meskipun telah keluar dari syarat pada tinjauan pustaka. Berikut ts coba berikan contoh loli berdasarkan pemahaman kalangan wibu:
1. Perempuan sekitar usia (mungkin) 8-12 tahun.

2. Perempuan dalam masa pubertas, remaja

3. Legal loli, perempuan usia dewasa dengan figur imut

4. Perempuan dengan pakaian Gotik berwarna cerah

Dari pengamatan ts, istilah loli itu seperti imej bagi suatu karakter atau seseorang, yang klaimnya ditentukan oleh komunitas. Tapi kalau ditarik benang merahnya, syarat mainstreamnya tinggi kurang dari sama dengan 150 cm dan ukuran dada kurang dari B cup.

Apabila dikatakan sebagai pedofilia, tentunya para lolicon akan menolak mentah-mentah pertanyaan itu. Mereka yang biasanya berasal dari kalangan wibu akan mengatakan bahwa kecintaan mereka lebih terhadap keimutan pada objek 2 dimensi dan tidak bisa disamakan dengan objek nyata.

Meskipun dengan berbagai alasan bahwa lolicon itu berbeda dari pedofilia, tidak dapat dipungkiri fenomena ini menjurus ke arah pedofilia. Walaupun fakta di lapangan, khususnya Indonesia, belum ada temuan lolicon (wibu) melakukan kekerasan seksual pada gadis di bawah umur.

Menurut ts, laporan jeng Na** agak ga masuk akal kalau mau menjarain orang karena komen "loli" di foto anaknya. Maksudnya, istilah loli secara umum dan foto anaknya memang sesuai. Memang ada beberapa komen yang menurut ane ga layak, tapi komen itu sama sekali ga menyebut kata loli. Kayaknya jeng yang satu ini udah naik darah duluan karena komen-komen itu dan komen sekadar kata "loli' terkena imbasnya.

Kalaupun dia mau menjarain seluruh pengguna istilah loli, bakal banyak nyawa tak bersalah yang jadi korban. Lagipula, kalau kasusnya seringan ini, sebagian besar pelakunya kebal kok. Sebagian besar mereka yang menggunakan istilah ini adalah anak SMA yang beli hdd cuma buat nyimpen kartun cina bajakan, paling banter paling pembinaan.

Baiknya hal ini menjadi introspeksi bagi para wibu untuk berhati-hati dalam menyalurkan fantasinya dan melihat audiens karena tidak semua orang mengerti dunia kalian. Bagi khalayak umum, coba cari kebenaran suatu informasi, masa' mengartikan istilah suka-suka. Nanti bumi ente sebut datar lagi.

Ttd.
Badan Pengawas Aktivitas Wibu Indonesia