Tarik nafas gan karena ini cukup panjang, tapi gak rugi dan layak untuk disimak,
dibaca dan di share gan, banyak orang2x yang menurut ane diiii.....
(gile ane bold nih, acaranya masih lama WOYY!!) pilgub DKI sudah makin gak waras (sebelumnya udah gak waras makin gak waras lagi), dan yang lebih parah lagi bisa jadi orang tersebut bukan warga jkt
tau sendirilah banyak cacian makian fitnah beredar dimana2x itu terjadi atas dasar ketidakwarasan berfikir, penyebab utama adalah kebodohan yang mau aja dicuci otak untuk membenci salah satu kandidat, apapun berita positif kandidat tersebut gakbakal bisa diterima nalar (pasti berfikir ini kospirasi, pencitraan dll) beda ketika dapet berita negatif tentang kandidat tersebut entah itu hoax atau bukan atau ternyata itu memang hoax karena bodoh atau memang jahat sudah tercuci otak berita tersebut disebar
belum tentu karena saking mendukungnya berita kejelekan kandidat yang didukung tidak bisa diterima atau lebih parah lagi melakukan hal yang sama dengan menyerang lawang yang didukungnya dengan menyebar kebencian atau bahkan fitnah / hoax itu sama saja
Berfikirlah WARAS, lu tuh bukan orang partai (kalo memang bukan) emang lu dibayar brp ? dikasih makan apa sama kelompok tertentu? tiap hari fb, kaskus, twiter, dll posting 3xsehari udah kaya minum obat aja isinya politik kejelekan lawan kandidat sekalinya posting yang baik pujapuji kandidat sendiri
Otak lu punya hak jadi Waras, baca berita jangan pilih2x, udah 2 tahun lebih (semenjak rame) buang tenaga ngurusin kaya gini mau diterusin buang waktunya sampe 10 tahun? 10 tahun anak sd udah kelas berapa tuh?
Pandji Pragiwaksono
Posted on September 24, 2016
"Pilih"
“Bisa ditelfon nggak? Mas Anies mau ngobrol..”
Sebuah pesan whatsapp masuk dari seorang kawan yang dekat dengan Mas Anies Baswedan ketika masih di kementrian pendidikan.
“Bisa sih tapi gue lagi di jalan..”
Tak lama, Mas Anies menghubungi dengan facetime. Lama kami tidak bertemu dan berbincang. “Halo Pandji, sang Juru Bicara!” suara dan wajah Mas Anies muncul di layar ponsel. “Lagi dimana ini?”
“Lagi di Wallstreet, mas” saya saat itu memang sedang di New York. Kami baru saja merampungkan rangkaian tur Juru Bicara US di 6 kota lalu memutuskan untuk berlibur ke New York.
“Wallstreet, wah..” kata Mas Anies.
“Iya Mas, lagi mau menghancurkan kapitalisme..”
Kami berdua kemudian tertawa.
Pembicaraan yang kemudian terjadi, adalah pembicaraan yang jauh dari gelak tawa. Kening saya mengrenyit. Tatapan saya kosong. Fokus dengan apa yang Mas Anies sedang katakan.
Mas Anies ditawari untuk mencalonkan diri menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Setelah menjelaskan panjang lebar beliau berkata “Saya tunggu reaksinya..”. Saya tidak perlu berlama lama untuk memberi reaksi. Usai penjelasan dari Mas Anies, kami, masih via facetime, terlibat diskusi yang mendalam dan sangat terbuka.
Ketika facetime kami akhiri, jawaban saya sudah pasti. Saya akan dukung Mas Anies maju menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Saya pastikan, ini akan jadi perjuangan paling berat seumur hidup saya terjun dalam politik praktis.
Saya tahu persis. Ini akan serupa dengan jalan memasuki tornado.
Saya tahu persis, caci maki akan datang.
But hey, nothing new.
Rasanya, mengapa saya suka dengan Anies Baswedan karena saya melihat sedikit dari diri saya dalam beliau. Sama sama pinter ngomong. Bahkan sering sekali Mas Anies dianggap memang hanya pinter ngomong, merangkai kata kata indah dan kosong substansi. Persis seperti saya.
Persis seperti saya, dia punya kepedulian yang cenderung naif terhadap Indonesia. Dalam darahnya ada darah pejuang sejak jaman kakeknya yang oleh negara sudah resmi oleh negara dijadikan pahlawan nasional. Ayah saya selalu cerita perjuangan orang tuanya jaman penjajahan. Ayah selalu bilang Wongsoyudan itu takdirnya berjuang. Ayah juga punya kepedulian teramat tinggi terhadap bangsanya, kepedulian yang cenderung naif, yang nampaknya turun kepada saya.
Dan seperti saya, banyak sekali keputusan Mas Anies, didasari oleh pertanyaan anaknya.
Suatu hari, saya ditanya oleh Dipo mengapa Harimau Jawa punah. Dia sedih sekali, suaranya bergetar mau nangis ketika saya jelaskan arti kata punah. “Ayah, apa arti ‘punah’?” Penjelasan saya membuat dia gusar dan kemudian bertanya “Kenapa Ayah biarkan itu terjadi?” saya bingung menjawabnya “Kenapa orang orang biarin itu terjadi?” tanyanya lagi masih dengan suara gemetar dan gusar.
Sejak itu, saya memutuskan untuk terlibat dalam menciptakan perubahan dan tidak hanya menuntut perubahan. Sehingga suatu hari, ketika muncul pertanyaan dari anak anak saya “Apa yang Ayah lakukan ketika diberi kesempatan untuk menciptakan perubahan?” saya bisa jawab dengan yakin “Ayah memutuskan untuk terlibat. Ayah memutuskan untuk turun tangan”
Anies Baswedan ditawarkan untuk menjadi calon Gubernur DKI Jakarta. Dia tidak memancing mancing jabatan tersebut, dia tidak mondar mandir berburu jabatan itu. Dia ditawari.
Anies, memang ambisius. Ambisinya, besar dan banyak sekali orang akan bilang, naif. Anies percaya sekali bahwa dia bisa jadi bagian yang mengubah Indonesia jadi lebih baik. Anies percaya dia bisa menciptakan perubahan. Hal ini terlihat, sejak dia SMA.
Tidak banyak yang tahu, dulu dia pernah ikutan pelatihan ketua OSIS se-Indonesia dan dari 300 ketua OSIS yang ikutan dari seluruh pelosok Indonesia, dia dipilih jadi Ketua OSIS se-Indonesia. Jabatan macam apa itu? Ketua OSIS se-Indonesia. Lha wong mau jadi ketua OSIS aja udah aneh menurut saya. Lalu di UGM pun dia jadi ketua senat mahasiswa. Dia bahkan dulu, sudah demo menentang Tommy Soeharto terkait kasus BPPC dan ikut memimpin demo protes terhadap SDSB. Dia juga menggantikan Nurcolish Madjid jadi rektor Paramadina. Orang macam apa coba yang dipercaya untuk menggantikan Cak Nur jadi rektor? That is one big shoe to fill. Saat itu dia jadi rektor termuda di Indonesia dengan usia 38 tahun. Bahkan, Mas Anies di Paramadina bikin pelajaran anti korupsi. Lengkap dengan kurikulumnya. Sampai banyak orang orang dari universitas lain di dunia yang datang ke Paramadina untuk mempelajari kurikulum tersebut.
Soal korupsi, Mas Anies ditawarkan dan mengambil kesempatan menjadi anggota Tim 8 KPK untuk meneliti kriminalisasi terhadap Bibit-Chandra dalam kasus Cicak vs Buaya part 1. Mas Anies kemudian ditawari dan mengambil kesempatan jadi Ketua Komite Etik KPK. Ditawari jadi capres via konvensi Demokrat. Ditawari jadi Menteri Pendidikan dan kebudayaan.
Entah mengapa, orang selalu mempercayai dia dan memberikan dia kesempatan dan kesempatan itu kemudian dia ambil.
Jangan kaget ketika dia ditawari jadi cagub DKI dan mengambilnya. Dia memang selalu seperti itu. Karena dia, seperti saya, ingin bisa menjawab dengan yakin ketika anaknya kelak bertanya “Apa yang Ayah lakukan ketika diberi kesempatan untuk melakukan hal baik untuk Indonesia?”
Coba saya tanya kepada anda. Kalau anda ditawari kesempatan untuk mengubah Indonesia, lalu anda tahu anda mampu, anda punya kualifikasinya, apakah anda ambil kesempatan itu?
Besar kemungkinan jawaban anda tidak. Seperti umumnya orang orang lain. Yang beda, hanya alasannya. Tapi, sama sama alasan.
Anies, memang punya ambisi di politik. Ini bukan hal baru. Ambisi ini pun sejalan dengan cita cita saya. Dulu, bangsa Indonesia itu mencintai politisinya. Sjahrir, Hatta, Agus Salim, Sukarno, itu semua adalah nama nama politisi. Dia seperti saya, punya ambisi untuk kembalikan Indonesia ke masa itu. Ingin lebih banyak orang orang baik jadi politisi. Nama nama seperti Ahok, Jokowi, Ridwan Kamil, Susi Pudjiastuti, Tri Rismaharini, Ganjar Pranowo, adalah trend positif di mana pada masa kini kita mulai kembali mencintai dan mengagumi politisi kita.
Anies selalu bilang “Kebanyakan orang orang baik hanya mau bayar pajak saja. Lah tapi kalau tidak ada orang baik di politik, lah terus masak uang pajak kita mau kita relakan dikelola orang jahat?”
Makanya ketika dia ditawari kesempatan baik, dia ambil karena sesuai dengan ambisinya. Menambah terus orang orang baik di dalam dunia politik Indonesia.
Ada hal baik dan buruk dari pencalonan Mas Anies jadi calon Gubernur.
Hal terbaik dari munculnya Mas Anies (dan Agus tentunya) adalah Ahok – Anies – Agus mendorong nama nama seperti Yusril, Ahmad Dhani, Lulung dan si perempuan emas (saya lupa namanya), keluar dari pembicaraan. Hehe.
Saya terus terang mendingan Ahok – Anies – Agus daripada Ahok – Yusril – Lulung.
Waktu berita isinya Yusril, Lulung dan Ahmad Dhani mau jadi calon Gubernur, saya mikir “Buset, suram amat ini Jakarta yak?”
Saya lebih senang, pertarungan jabatan jabatan penting, dilakukan oleh orang orang baik saja. Biar yang lain hanya bisa menonton karena tidak bisa memasang “jagoan” mereka. Coba dilihat, 3 calon Gubernur itu tidak ada yang orang partai lho. Ahok bukan. Anies bukan. Agus bukan (karena dia dari militer).
Konstelasinya pun jadi menarik: Ahok (praktisi) – Anies (akademisi) – Agus (militer).
Saya suka bingung dengan pernyataan orang yang bilang “Yaaaah sayang, kok orang baik diadu dengan orang baik?”. Lah ya mendingan kelak untuk semua kesempatan jabatan jabatan penting negara, dipertarungkan antara orang orang baik saja. Bayangkan setiap kesempatan menjabat jadi pejabat publik, isinya orang orang baik dan keren. Kan Indonesia-nya juga keren. Selama ini kan yang kampret kampret ikutan pencalonan karena yang baik baik pada gak mau.
Kita bikin suatu hari, yang kampret Cuma bisa cengo doang karena ga dapet peluang untuk ikutan ngambil jabatan tersebut. Mereka Cuma bisa berharap dapat cipratan doang, makanya akhirnya mereka pada numpang nama baik orang.
Bicara soal kampret kampret Cuma bisa numpang nama baik orang, ini terjadi di semua calon Gubernur.
Ahok, ditumpangi PDI-P yang ada si Ibu random dan moody tukang ngacak konstelasi politik Indonesia. Nasdem yang ada bang bewok. Hanura yang ada Wiranto (doi terkait kasus HAM, makanya mungkin itu alasan dia kerjanya nyamar mulu) dan Golkar yang ada Setya Novanto (aduh, orang ini) dan track record sebagai partai paling besar efeknya terhadap busuknya kondisi politik sejak era 32 tahun Soeharto menjabat.’
Anies, ditumpangi Gerindra yang ada Prabowo dengan kasus HAM yang belum usai, Fadli “si selalu blunder” Zon dan PKS yang ada… PKS-nya.
Agus, ditumpangi Demokrat yang ada SBY si susah terima dia sudah bukan Presiden dan bikin 4 album pas jadi presiden tapi pas nganggur malah ga bikin album eh malah sibuk ramein politik. Ada PAN si idiologi partai jadi gak jelas karena setiap pileg isinya artis artis semua sehingga malah lebih mirip manajemen artis dari pada partai politik. PPP yang kadernya ketika jadi menteri agama terbukti korupsi dana penyelenggaraan haji. PKB yang track record buruknya terlihat paling sedikit dibanding yang lain (ada, tapi gak se-megah yang lain) karena mungkin memang tidak pernah dapat peluang yang lebih besar saja.
Terus terang kalau menurut saya, masing masing calon Gubernur, bawaannya sama saja buruknya.
Nah tapi saya kurang peduli dengan bawaan calon lain. Calon saya ini nih. Dalam bawaannya, ada banyak sekali nama nama menyebalkan. Mereka semua pada masuk kantong kresek yang Mas Anies bawa. Saya tahu ada banyak sekali yang kecewa dengan pencalonan Mas Anies yang diusung Gerindra dan PKS. Banyak yang pergi menjauh meninggalkan Mas Anies. Justru ketika Mas Anies butuh teman temannya, banyak yang pergi.
Saya sulit pergi. Karena saya tahu, dia butuh saya. Dan karena saya tahu kalau semua teman temannya pergi meninggalkan dia, akan hanya tersisa Anies, PKS dan Gerindra. Ohiya, dan Sandi Uno.
Saya tidak mau jadi teman yang jalan bareng ketika suasana baik baik saja tapi justru lari ketika dia memutuskan untuk masuk kapal perompak dan mengambil alih kemudi. Membajak kapal Bajak laut. Goks.
Maka saya memutuskan untuk bertahan. Ada di dalam. Sedekat mungkin dengan Mas Anies. Untuk menghadapi Gerindra dan PKS yang menurut saya sering bikin blunder yang menyebalkan. Contoh: Puisi Fadli Zon di deklarasi pencalonan Anies – Sandi yang membuat pertarungan Gubernur ini jadi seperti perang agama. Coba lihat muka Mas Anies deh waktu Fadli Zon baca teks yang dia sebut puisi itu. Mukanya kayak dalam hati bilang “This nigga…..”
Puisi Fadli Zon ini menunjukkan bahwa dia tidak jauh beda dengan alay alay fans klub EPL yang kalau mendukung sebuah klub, harus menghina klub lain. Sementara saya dan banyak orang lain mah sudah dewasa. Kami bisa mendukung sesuatu tanpa harus membenci yang lain. Tau nggak kenapa ada barisan “Asal bukan MU”? Karena umumnya fans ManUtd itu nyebelin, kerjanya ngetawain dan ngejelekin klub lain mentang mentang prestasinya mentereng. Hal sama bisa terjadi terhadap kampanye Anies – Sandi kalau Fadli Zon, Gerindra dan PKS dalam kampanye-nya merendahkan Ahok. Kalau PKS dan Gerindra ingin menang, jangan bikin orang hilang selera gara gara lihat kampanye yang kerjanya menghina ras dan agama serta menjatuh jatuhkan orang. Kampanye negatif itu bukan kampanye hitam. Gerindra dan PKS harus belajar itu dulu.
Jadikan pertarungan ini mengenai gagasan. Bukan ras dan agama.
Ini bukan pertarungan orang cina vs orang arab vs orang jawa. Jaman batu banget pertarungannya. Ini 2016!
Ini pertarungan orang yang keliatan punya kinerja bagus, orang yang orientasinya pendidikan, dan… orang yang…. Okay saya ga tau Agus ini orangnya bagaimana.
Ahok itu keren, lagi. Gimana sih?
Ini Gubernur, yang menurut saya sulit dipungkiri kinerjanya.
Yang lebih keren dari Ahok adalah, kampanyenya bertumpu pada kinerja dan kebijakan. Emang harusnya begitu kalau kampanye. Saya lihat dengan mata kepala sendiri betapa banyak Kali jadi pada bersih. Saya lihat kalau berangkat mengantar anak sekolah pagi pagi, ngelewatin beberapa Kali, selalu ada excavator lagi kerja.
Gini deh, kalau memang bersihin kali itu gampang, kenapa Gubernur lain tidak ada yang melakukannya?
Mobil saya pernah diderek DLLAJR. Saya sampai debat dengan orang yang ngederek. Dia bilang
“Kami gak berani macem macem mas sekarang. Kalau sudah aturannya, ya kami lakukan. Pak Ahok galak, kemarin atasan kami baru dicopot karena ga bener kerjanya”
Lalu, satu hal yang Ahok lakukan yang menyentuh saya di hati, adalah rencana dia membuat trotoar yang lebih lebar. Orang yang nonton Mesakke Bangsaku (2013-2015) pasti tahu keresahan saya soal ini.
Nah pertanyaanya kemudian, kalau saya percaya Ahok kerjanya benar, mengapa saya pilih Anies?