Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

casmuinAvatar border
TS
casmuin
Gagal Test SIM sampai 4 kali, Prof Harsono Keluhkan Pelayanan SIM di Polresta Depok
Gagal Test Teori sampai 4 kali, Proffessor Keluhkan Pelayanan SIM di Polresta Depok

Spoiler for Prof Harsono:


KBRN, Depok: Guru Besar Dana Pendidikan Lembaga Keuangan Negara (DPLK) dan Dosen Pasca Sarjana di UNJ Prof. Harsono (66) menjadi korban pembuatan SIM yang kesekian kalinya di Pelayanan Penerbitan SIM Polresta Depok, senin (30/5/2016).

Warga Limo ini sudah mengikuti test teori yang ke empat kalinya untuk mendapatkan SIM A namun gagal karena hasil test menyatakan yang bersangkutan tidak lulus. Petugas SIM Polresta Depok menyebutkan kepada Harsono untuk lulus peserta harus bisa menjawab benar 28 dari 30 soal yang ditestkan.

“Saya sudah test 4 kali ini kan, pertama saya tidak dikasih bukti pemeriksaan kesehatan dan tidak ada medical treatment, kedua saya juga tidak dikasih bukti penyetoran ke BRI,” ujar Harsono kepada rri.co.id di Polresta Depok, senin (30/5/2016).

Menurutnya pelayanan SIM kepada masyarakat di Polresta Depok terkesan seadanya. Petugas tidak menjelaskan mekanisme scoring dan petunjuk kepada pembuat SIM sebelum melakukan test.

“Selesai test petugas menyuruh saya datang test lagi minggu depan. Petugas hanya mengatakan nilai saya hanya naik dua point dari sebelumnya. Siapa yang bisa tahu saya dinyatakan lulus atau tidak lulus, emang ditujukkan skornya? Ngga. Apa motifnya? Yang mana saya yang salah yang mana yang benar ngga ketahuan?. Kemudian saya bilang, saya lah mungkin yang paling bodoh ya, sebab kalau hanya dua pertanyaan yang salah Kapolres, Dirjen Perhubungan Darat juga ga akan mungkin lulus?,” ujarnya.

“Kemudian berapa kerugian yang muncul, setiap datang kesini ongkos aja berapa belum lagi wasting time dan lain sebagainya. Padahal Y (35) soerang yang duduk disamping saya mengatakan kasihkan aja om, Rp.600 tinggal nunggu saja, tanpa test,” ungkapnya.

“Saya tanya kepada Petugas berapa kali saya harus ikut test supaya bisa lulus? Dia menjawab seterusnya sampai lulus. Jadi kalau sampai 70 kali orang datang, setiap datang umpama habis Rp.50 ribu untuk ongos saja, sudah berapa? Belum waktu terbuang karena itu,” tegasnya.

“Kalau terus-terusan saya diwajibkan datang tentu lama-kelamaan malas kan!. Biarin aja duit saya buat biaya kesehatan Rp. 25.000 + blankgko (BRI) Rp.130.000. Karena bukti kwitansi pun tidak ada artinya uangnya bisa ilang. Saya minta kwitansi Petugas bilang tidak ada, langsung disatukan dengan berkas,” imbuhnya.

Hal senada juga dialami warga Kukusan, Beji Margaretta (46). Dirinya mengeluh susahnya untuk mendapatkan SIM di Polresta Depok kalau melalui jalur biasa. Dirinya sudah 5 kali mengikuti test teori di Polresta Depok dan 3 kali di Pasar Segar untuk mendapatkan SIM C namun semua gagal.

“Petugas bukannya membantu, malah menawarkan jasa. Karena saya sudah sering gagal salah seorang Oknum menghampiri saya dan mematok kepada saya Rp.250.000, untuk dibuatkan SIM C tanpa test. Alasannya mereka sedang diawasi,” kata Margarettha.

Padahal terkiat pelayanan publik Presiden RI Joko Widodo sudah menghapuskan 4000 item yang diterbitkan di Pemda Tingkat II dan Tingkat I supaya memperlancar pelayanan masyarakat. Presiden juga sudah menegaskan tidak ingin lagi mendengar keluhan-keluhan rakyat mengenai pelayanan publik yang berkaitan dengan lamanya pelayanan, berbelit-belit, dioper sana-sini tidak jelas waktu tidak jelas biaya. Pelayanan publik yang dimaksud yakni membuat paspor, KTP, sertifikat tanah, SIM, STNK, BPKB, akte kelahiran, serta akte nikah.

Mengnanggapi keluhan masyarakat ini Pengamat Kebijakan Publik Universitas Indonesia Lisman menyebutkan bahwa seharusnya ini harus betul-betul dilihat sebagai pelayanan publik. Oleh sebab itu pesannya itu harus sedemikian rupa dapat dirasakan masyarakat bahwa dia dilayani.

“Gagal test teori sampai 4 kali boleh-boleh saja, tapi beri petunjuknya donk. Artinnya gini ada semacam buku yang bisa dibaca seperti diluar Negeri. Anda tinggal belajar dari situ, jadi mau gagal test berapa kali pun tapi betul-betul fair. Kalau di uji kemudian tidak memberikan contohnya ya kapan pinternya?,” tutur Lisman.

“Yang menjadi pertanyaan krusialnya sebagai pelayanan publik, apakah publik itu sudah merasa dilayani. Evaluasi itu pulik yang melakukan bukan mereka. Buat angketnya disitu apakah anda merasa puas denga pelayanan ini?. Apalagi si Prof sudah gagal sampai beberapa kali, diberi dia kesempatan bertanya, apakah puas atau tidak dengan pelayanan ini, ini kan ngga ada,” jelas Lisman.

“Artinya kalau paradigmannya masih yang lama, kalau mereka juga tidak bersedia menjadikan pembuatan SIM itu sebagai pelayanan ya kasih ke Badan, Institusi lain. Ini kan masalah keputusan aja mana yang terbaik kita lakukan, supaya nilai pelayanan publiknya betul-betul publik merasa dilayani,” tutup Lisman. (RL)

Spoiler for Mulus 1:


Spoiler for Mulus 2:


Eh ini polkis nya sembarangan nih, prof ga dilulusin, pdhl prof yang satu ini guru besar guru2 kalian di Akpol, SPN dll. yang sabar ya prof kek ga tw polkis aje.emoticon-Ngacir2

ember
Diubah oleh Kaskus Support 15 01-06-2016 23:45
0
14.6K
115
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan