Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan pasangan calon petahana masih mendominasi pelanggaran alat peraga kampanye dalam pilkada serentak. Menurut Ferry, pada hari pertama kampanye, kemarin, KPU menemukan alat peraga yang bukan diproduksi oleh KPU terpasang di sejumlah daerah. Padahal menurut UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta Peraturan KPU No 7 Tahun 2015, segala aktivitas kampanye dengan alat peraga diatur oleh KPU.
Sumur

Uang negara dalam hal ini banyak gan. Mulai dari APBD, dana Bansos, sampe dana desa.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR)
Masykurudin Hafidz, dana desa rawan banget digunakan petahana buat berkampanye.

Para petahana biasanya memanfaatkan uang negara untuk melakukan “serangan fajar”.
Bisa berbentuk amplop. Ataupun santunan. Bagi-bagi duit ke warga buat menarik simpati.

2. Peduli abis-abisan pas deket-deket Pilkada

Kalau biasanya pemimpin daerah cuek sama warganya, coba cek deh jelang pilkada,
dijamin banyak pimpinan daerah yg terlihat seolah peduli abis-abisan sama warganya.
Jalan bolong dibenerin, program kesehatan dijalanin lagi, dan lain-lain.
Trus...trus… di berbagai materi publikasi kayak baliho atau spanduk, pasti terpampang
foto doi nangkring dengan senyum (seolah) paling bijaksana dan tulus.
Padahal, dari situ aja udah ketauan kan ada maunya.

Salah satu contohnya terjadi di pemilihan Wali Kota Bontang, Kalimantan Timur.
Bulan lalu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) memanggil Wakil Wali Kota Bontang Isro Umarghani,
Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Bontang Agus Susanto dan Ketua KPU Bontang Suardi.
Dalam pertemuan tersebut, anggota Bawaslu Nasrullah mempertanyakan pemasangan
iklan di media lokal Bontang, yang menampilkan foto petahana. Sementara saat ini
Wali Kota maupun Wakil Wali Kota Bontang kembali maju berpasangan sebagai calon Kepala Daerah.
Sumur

Dugaan serupa juga terjadi di Tangsel gan. Awal bulan lalu, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI
meminta Panitia Pengawas Pemilu Kepala Daerah Tangerang Selatan melakukan investigasi
terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan calon kepala daerah petahana, yakni
Airin Rachmi Diany yang berpasangan dengan Benyamin Davnie. Airin diduga memanfaatkan program atau kegiatan
milik Pemda Tangerang Selatan oleh Airin-Benyamin untuk kepentingan pilkada.
Sumur

3. Manfaatkan aparat sipil

Selain duit dan fasilitas Pemda yang sering disalahgunain calon petahana ternyata
aparat sipil negara (ASN) pun mereka jadikan alat untuk mencari dukungan.
Padahal Kemenpan-RB udah jelas ngelarang ASN jadi tim sukses di Pilkada.
Ada satu kasus kejadian di Bantul, Jawa Tengah, nih. Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Bantul Supardi
nemuin bukti mulai dari sekretaris daerah, kepala dinas, camat, lurah, hingga kepala dukuh,
bersikap ga netral di Pilkada. “Kami punya bukti kesaksian dan foto 17 orang yang tidak netral,” kata Supardi
pada Jumat, 21 Agustus 2015.


Sumur

Ketua Staf Ahli Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Indra J. Piliang bilang kalau ASN lebih takut sama
atasannya dibanding peraturan dari kementerian. Sejumlah PNS takut kalau atasan mereka
terpilih lagi di periode selanjutnya, maka karier mereka bakal tamat. Serba salah juga ya gan.

4. Manfaatin guru

Sebenernya sih guru juga masih masuk dalam kategori ASN. Tapi menurut ane, guru ini bisa
lebih berbahaya kalau dijadiin alat politik dari petahana. Gimana enggak? Guru bisa dengan gampang
mendoktrin para muridnya. Apalagi para siswa itu kan masuk kategori pemilih pemula
(ini pastinya buat guru SMA dan SMK ya gan, ga mungkin lah kalo guru TK, hehehehe…)

Selain itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem),
Titi Anggraini bilang keterlibatan guru sebagai alat kampanye juga agak sulit dideteksi.
Sumur