Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

muchimaniezAvatar border
TS
muchimaniez
Dianggap melanggar Hukum, Pianis Korut ini meninggalkan kekasih dan Negaranya


Pada 2001, Kim Cheol-woong duduk di depan piano untuk berlatih lagu yang ingin dia mainkan saat melamar kekasihnya.
Lagu balada sentimental berjudul A Comme Amour yang biasa dibawakan Richard Clayderman menjadi pilihan Cheol untuk memikat perempuan yang telah dia kenal sejak berusia delapan tahun dan sama-sama belajar piano.
Namun, siapa sangka lagu tersebut menjadi membahayakan Cheol-woong?
Seorang pejalan kaki yang mendengar lantunan nada lagu itu melaporkannya ke departemen keamanan negara. Tidak lama kemudian Cheol-woong dipanggil aparat Korut.
“Dimanakah pertama Anda mendengar musik itu? Apa perasaan Anda mendengar musik itu? Anda memainkan lagu itu untuk siapa?” kata Cheol-woong, menirukan pertanyaan aparat yang menginterogasinya selama berjam-jam.
Cheol-woong menjelaskan dia pertama mendengar lagu itu ketika belajar di Rusia. Dia menyukainya dan mengingatnya, agar bisa dia mainkan untuk pacarnya ketika pulang.
Bakatnya sebagai pianis sudah terlihat sejak kecil. Setelah dia lulus dari jurusan musik klasik dari sebuah universitas elite di Pyongyang, dia diperbolehkan melanjutkan studi ke sekolah musik bergengsi di Moskow.
Sambil duduk-duduk di kafe di ibu kota Rusia tersebut dia mendengar musik jazz untuk pertama kalinya dan langsung jatuh cinta.



Kendati demikian, aparat Korut tidak ambil pusing. Cheol-woong diharuskan menulis surat permintaan maaf sepanjang 10 halaman karena memainkan jenis musik yang salah.
Agar terhindar dari hukuman yang lebih besar, Cheol-woong berupaya berkelit dengan mengaku berasal dari keluarga yang berkuasa.
Taktik itu berhasil. Namun pengalaman itu membuatnya berpikir ulang mengenai negara tempat tinggalnya.
“Ketika saya di Moskow banyak yang mengkritik Korea Utara tapi Anda merasa lebih patriotis di tanah asing. Saya berpikir, ‘Apapun yang mereka katakan tidak akan mengusik saya, saya akan melakukan yang terbaik, loyal, dan melayani negara dengan kemampuan bermusik.’
“Saya mulai sadar harus melepaskan berbagai hal agar bisa hidup sebagai pianis di Korea Utara, dan merasa kecewa. Saya menderita selama tiga hari mencari keputusan untuk melarikan diri atau tidak.”
Pada akhirnya dia memutuskan kabur. Walaupun dia khawatir tindakan itu akan berdampak negatif pada keluarganya, dia percaya mereka akan mengerti dan mendukung keputusannya itu.
Dia meninggalkan pesan untuk pacarnya: “Jangan tunggu saya!”
Cheol-woong pun pergi dan tidak berpamitan.
“Sangat tidak mungkin membicarakan itu dengan siapapun, jadi saya bersiap-siap sendiri. Saya diberi tahu bila menyeberangi Sungai Tumen, saya bisa masuk ke dunia bebas lewat Cina. Jadi saya menuju ke sungai itu. Karena saya memiliki kartu identitas Pyongyang, saya tidak ditangkap di pos pemeriksaan identitas.”
Berjalan sendiri, tanpa banyak bawaan selain uang tunai sebesar US$2.000, dia tiba di sungai itu pada tengah malam.
“Saya sangat takut. Saya melihat sekeliling dan mencari cara untuk menyeberang. Lalu para anggota militer yang bersembunyi menemukan saya dan menunjukkan senjata.
“Saya mengangkat tangan tapi ingat uang tunai yang saya bawa. Saya memberikan US$2.000 itu kepada mereka. Ketika mereka menerima uang itu, mereka membantu saya menyeberang ke Cina.”
Cheol-woong diarahkan ke sebuah desa kecil. “Saya mengatakan kepada warga di sana, saya bisa main piano. Namun mereka berkata, ‘Anda masih harus bekerja.’ Jadi saya membantu bekerja di lahan pertanian. Saya juga bekerja sebagai penebang kayu di pegunungan. Masa itu sungguh berat dan sulit bagi saya. Saya lelah, lapar dan kedinginan."
Ketika bekerja di sebuah pabrik kayu dia bertemu seorang pembelot Korut lainnya yang menceritakannya tentang sebuah gereja dekat sana yang memiliki piano. Piano itu sudah tua dan tidak bekerja dengan baik, namun dia sangat gembira melihatnya.
“Ketika saya bermain piano lagi, saya menjadi sangat emosional, saya tersentuh,” katanya.
Cheol-woong menjadi pianis tetap di gereja itu, memukau semua orang dengan keahliannya. Dia berpura-pura menjadi orang Korea Selatan yang tidak bisa berbahasa Cina lancar.



Akhirnya, lebih dari setahun setelah meninggalkan Pyongyang, dia berhasil mendapatkan paspor Korea Selatan palsu dan terbang ke Seoul menuju kehidupan baru.
Dia menikah, memiliki keluarga, dan membangun karier sukses sebagai pianis konser yang tampil di seluruh dunia. Dia juga telah mendirikan lembaga amal untuk mendidik anak-anak yang kabur dari Korea Utara dengan keluarganya.
“Saya ingin membantu anak-anak ini melalui pendidikan musik. Yang terpenting, saya ingin menunjukkan masa depan penyatuan melalui mereka."
Demi mencapai tujuannya, Cheol-woong baru-baru ini membuat orkestranya sendiri bernama Arirang Youth Orchestra yang terdiri dari remaja-remaja Korut dan Korsel. Arirang adalah sebuah lagu rakyat Korea tradisional mengenai cinta dan kehilangan. Dia mengatakan itu satu-satunya lagu yang diketahui warga Korea Utara dan Selatan.



“Ketika saya memperkenalkan mereka, suatu hal yang indah terjadi. Awalnya terdapat kesunyian canggung. Tapi setelah 10 menit, mereka mulai bermain bersama dan berteman. Melalui musik dan kerja sama saya melihat anak-anak ini mulai membantu dan mendukung satu sama lain.”
“Anak-anak muda ini sudah mengalami unifikasi, mereka menjadi satu. Jadi kita bisa membayangkan masa depan Korea yang satu melalui mereka. Ditambah lagi, orkestra ini bisa menyampaikan pesan keharmonisan musik kepada mereka yang masih berperang di seluruh dunia.”
Dia masih gemar memainkan A Comme Amour. Dia juga sesekali teringat akan mantan kekasihnya, yang menurut pengakuannya, telah menikah dengan seorang aktor.

sumber...
0
2.5K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan