eth.improvAvatar border
TS
eth.improv
Do they can be coexisted? - Businessman vs Professionals - mind
Halo! Saya S, disini saya akan mulai dengan perkenalan..
Saya masih memegang status mahasiswa di salah satu universitas di Bandung. Saya meyakini dari awal sampai sekarang bahwa tujuan saya adalah ingin berada di bidang bisnis. Oya, saya lupa bilang bahwa saya berkuliah di fakultas psikologi.

Mungkin ada pertanyaan seperti ini “Loh kok mau bisnis kenapa kuliah di psikologi?”. Biar saya jawab, menurut saya ilmu psikologi akan baik saya terapkan di bisnis saya mendatang. Lagipula, ilmu psikologi dapat saya terapkan di aspek kehidupan apapun. Tapi saya berpikir (di tahun terakhir yang tinggal menyusun skripsi) saya ingin keluar dari status saya sebagai mahasiswa. Why is that? Menurut saya, ijazah tidak begitu penting jika berbanding dengan tujuan saya berbisnis/buka usaha sendiri. Lagipula tujuan saya memang untuk berbisnis dari awal dan perlu akan ilmunya bukan sekedar dapat ijazah. Dari sini, kalian pasti berpikir sayang sekali padahal tinggal sedikit lagi dan pengorbanan biaya juga waktu selama ini kuliah akan wasted atau tidak berguna.

But, that’s not for me. Seperti yang saya bilang, saya mau ilmunya bukan ijazah. Jika saya telah menyelesaikan seluruh mata kuliah saya, apa bisa dikatakan saya telah lulus? For me, it’s a yes. Tapi itu secara informal, ya formalnya tentu saja dengan timeline skripsi – sidang – wisuda. Jalan pikiran saya aneh? Memang untuk banyak orang dan ini yang membuat saya menulis ini.

Sedikit saja arti yang saya maksudkan sebagai businessman mind adalah orang yang minat pada bisnis dan serius.
Untuk professionals mind adalah orang yang minat pada sesuatu misalkan marketing dan serius akan hal itu

Sekedar perkenalan hanya begitu saja (yang cukup panjang), kita masuk pembahasan dan mungkin dilema sebagian besar orang.
1. Saya akan bahas mengenai mindset orang, people in industrial age vs people in information age.
Orang pada jaman industri mempunyai pikiran untuk sukses dengan pendidikan – SD, SMP, SMA, kuliah (mungkin dengan S2, S3) – lalu kerja pada orang lain dan mungkin sukses (yang banyak orang artikan yaitu banyak uang).
Lalu, apa sama bahwa realitas bisa seperti itu untuk jaman informasi? Tentu berbeda dan maka dari itu saya menulis ini. Orang-orang kaya di jaman informasi lahir dari seberapa cepat ia menerima informasi dan bisnis bukan dari bekerja pada orang lain. Apa mindset jaman industri bisa kaya pada saat sekarang? Oh tentu bisa tapi sulit sekali. Orang jaman sekarang tepatnya mahasiswa banyak menganggap kerja bisa dapat uang banyak. Bisa memang, tapi seperti yang saya katakan itu sulit sekali. Dengan mindset pendidikan tinggi lalu kerja kepada orang lain apa yang bisa kalian dapat? Mostly hanya untuk sekedar hidup, ya sekedar hidup.

Gaji dengan 18 juta sudah bisa “cukup” mewah tentu, tapi apa bisa membuat kaya? No no. Memang sudah bagus dengan gaji begitu, tapi pengorbanan seperti apa yang bisa membuat dapat hasil seperti itu? Kerja susah payah, lembur setiap hari, and almost got no time for something else.
Jika bisa dibandingkan, dengan effort yang sama dalam bisnis kita bisa mendapatkan yang lebih. Dengan uang bisa lebih bisa kurang bisa sama, tapi waktu? Yes, you can spent more to do anything else you like.

Apa masalahnya sekarang? Banyak yang masih menganut anggapan mindset in industrial age bisa sebaik pada jamannya dan banyak faktor yang membuat seperti itu, contoh dengan orang tua kita yang hidup di jaman industri. Pola pikir mereka yang membuat banyak mahasiswa mengikuti jalan hidup industri juga. Apa lagi? Tentunya dengan mindset masyarakat umumnya bahwa tidak kuliah itu aneh dan selalu menanyakan “dimana kerjanya?”, kerja di perusahaan bergengsi itu sudah okay menurut mereka.

Tapi apa sadar bahwa pola itu yang mengekang kebebasan kita memilih yang kita suka?
Saya baru-baru ini baca sebuah tulisan di facebook yang bagus, disana saya beri contoh 1 saja disini yaitu dengan setting sekolah dimana guru melihat sesuatu yang berbeda di anak muridnya, dengan penjelasan dibawah

Guru : Mau jadi apa kamu ke sekolah bawa gitar? Kerjanya main gitar melulu, mau jadi apa kamu?
Apa jelek bermain gitar? No, jika dia punya bakat dan memang serius. Bandingkan dengan kata-kata guru berikut ini
Guru : Wah, nanti jika keluar album. Boleh dong ibu beri 1?

Terasa bedanya? Apa sukses hanya didapat dari nilai bagus saja? Absolutely no dan saya bisa mengatakan dengan keras akan hal itu.
Memang contoh ini a little bit off dari judul saya tapi yang saya mau maksudkan disini adalah patokan pendidikan – kuliah – kerja demi sukses sudah bergeser sekarang. (mau contoh lagi? Anda bisa lihat dari kisah hidup Deddy Corbuzier, dari sang ayah dan menurun ke anak dan menurun lagi pada Azka yaitu anak dari Mas Deddy, and I really respect him for the way he think)

2. Jadi apa sekarang pendidikan jelek? No, of course not. Formal education is great. Tapi, yang saya tidak suka adalah meng-agungkan si edukasi formal tersebut (SD - SMP – SMA - kuliah - kerja). Lalu apa buruk kalau kuliah – kerja? Itu juga tidak buruk, asal punya tujuan, tolong dibaca ASAL PUNYA TUJUAN. Kenapa saya tulis seperti itu? Karena banyak anak muda yang hanya ikut-ikutan saja, kuliah karena disuruh orang tua (saya mau meluaskan pikiran dari pola pikir salah jurusan, kenapa tidak berpikir bahwa ada pilihan untuk bisa hidup dan bermasyarakat dan sukses selain di jenjang kuliah? Apa kuliah bisa jadi salah jalan seperti salah jurusan? Tentu saja bisa)
Saya sangat appreciate dengan orang yang punya tujuan serius di perkuliahan, seperti teman saya dia mau S3 di bidang fisika karena memang minat dan serius disana. Tapi hanya segelintir orang yang bisa seperti itu dan itu yang saya katakan sebagai professionals.
Banyak orang yang terjebak dalam pekerjaannya, hidup hanya sebagai marketing, hanya sebagai HR, hanya sebagai … (kalian yang tahu sisanya). Dan saya tidak mengatakan sebagai professionals karena kebanyakan mereka menjalankan pekerjaan itu hanya sebagai daily routine dan tidak serius berkutat disana. Kenapa bisa begitu? Karena mereka disempitkan pola pikirnya dari saat selesai SMA bahwa kuliah dan kerja. Akhirnya kuliah hanya sekedar ikutan saja dan kerja pun tidak bisa tinggi dan kebanyakan stuck dalam kehidupan seperti itu. And I feel pity for them. Mereka hidup untuk ekspektasi orang lain. Mindset “jadul” orang lain.


3. Issue ketiga berkaitan dengan yang kedua. Banyak professionals yang tidak terbuka dengan bisnis. Nah ini jadi topik bahasan utama saya.
Kemarin saya baru sedikit chit-chat dengan dosen pembimbing skripsi saya, dan saya utarakan niat saya berhenti jadi mahasiswa.
Then for the reply? Kamu sudah punya apa sekarang, kamu sudah bisa apa sekarang? Wow, buat saya karena apa sebegitu hebatnya menjadi sarjana?
Ini yang jadi pikiran saya, apa jika saya sarjana saya sukses? Apa sekarang saya keluar jadi mahasiswa lantas saya jatuh sengsara?
Buat saya, saya lebih baik menghidupkan passion saya sendiri daripada menghidupkan ekspektasi orang lain.

Saya lalu mencontohkan dengan mbak Merry Riana, she’s great. Saya bertanya pada dosen saya, apa ibu tahu dengan Merry Riana? Ya, saya tahu dan saya tanya lagi, tahu background dia pendidikan apa? Nope, dia tidak tahu. Orang itu dikenal bukan karena pendidikan dia apa melainkan apa yang diperbuat untuk hidupnya dan orang lain.

Lalu, reply nya sangat “hebat” menurut saya dan tidak pantas dikatakan sebagai pembimbing sekaligus dosen dan sekaligus psikologi pula yang harusnya tahu apa yang baik dari manusia dan bagaimana mengatasi niat seperti saya ini.

Sama halnya dengan orang tua saya, memang jika saya keluar dari dunia kuliah sekarang lantas saya tidak bisa apa-apa? Pengorbanan yang dilakukan mencari biaya untuk kuliah dan waktu saya akan sia-sia? No no no.. Lalu apa semua bisa dibayar dengan gelar? It’s silly I think. For me the sacrifice of time and energy can be replaced when the knowledge applied to maximum level. Untuk sekedar lulus saya lebih dari bisa, tapi apa itu reward yang pantas dari pengorbanan tersebut? Reward yang pantas itu jika ilmu yang didapat bisa diaplikasikan dengan baik. Buat apa ilmu tinggi tapi diaplikasikan dengan seadanya? That’s the great reward? I don’t think so.

Bukan saya tidak perduli dengan mereka, bukan. Saya tahu dengan kecemasan orang tua saya and im fully aware of that. Saya juga respect terhadap dosen saya, she’s smart but I don’t like when she’s underestimating something else yang tidak sejalan dengan jalan pikiran beliau. Saya sekarang berusaha untuk mencapai sesuatu yang lebih dari ekspektasi mereka diluar jalan yang mereka inginkan. It’s worth it? I think so.

Ini yang saya bilang, apa pola pikir professionals bisa berjalan dengan pola pikir bisnis? (dosen dan orangtua versus saya?). Jawabannya, bisa ya bisa tidak. Untuk kasus ini saya katakan tidak.

4. Lalu dimana bisa pola pikir businessman dan professionals bisa jalan setara? Dalam pikiran seorang pribadi, yaitu hanya pada tiap-tiap kepala. Satu orang dengan pola pikir bisnis dan professional? Bisa sekali. Tapi 2 kepala dengan yang satu bisnis dan yang lain professional? Tidak menurut saya, mereka tidak bisa coexist satu sama lain. Kecuali memang pribadi tersebut open minded, bisa terima hal lain yang tidak sesuai jalan pikiran mereka secara objektif.

5. Sampai disini dulu apa yang saya mau utarakan, mungkin akan saya lanjut tapi karena saya mau coba post dulu di salah satu web maka ini sudah terlalu panjang. Saya sadar bahwa tulisan ini mungkin tidak cocok dengan sebagian orang, kalian bisa ambil apa yang dapat kalian terima saja. Sekali lagi, saya tidak membuat mindset sesuatu menjadi jelek tetapi mau meluruskan bagaimana tindakan terhadap hal tersebut (meng-agungkan sesuatu tapi menyepelekan yang lain). Professional? Bagus dan hebat menurut saya. Bisnis juga tidak kalah hebat. Keduanya bagus tapi dengan catatan SERIUS! Ya serius. Bukan hanya ikut dalam mindset dan hidup dalam ekspektasi orang. Dan saya juga memang mau membuat pikiran terbuka, please hargai jalan hidup orang lain. Anda tidak bisa mengatur hidup orang dengan jalan anda sekalipun anak anda. Karena anak anda adalah bukan anda, kemampuan anda bukan kemampuan anak anda, dan hidup anda bukan hidup anak anda. Memang anda yang melahirkan dan merawat anak anda tapi apakah benar dengan tidak mendukung anak anda sepenuhnya?

6. Akhir kata, terima kasih yang sudah membaca dan feel free to discuss. Dan saya tidak mau ada diskusi tidak penting jika ingin berkomentar, mungkin anda juga membaca di tulisan saya sebelumnya. Terimakasih.


Bandung, 10 Juli 2015


Diubah oleh eth.improv 10-07-2015 08:42
0
1.9K
16
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan