Banyak yang mengkritik.

Kasus istri Ahok sebenernya mencerminkan sesuatu yang lebih mendalam.

Bagaimana posisi dan peran para istri2 pejabat yang sebetulnya.

Memang tidak ada takaran atau ukuran yang jelas.

Contoh, istri Gubernur juga merupakan ketua PKK, dan juga ditugasi meresmikan ini itu, ikut kegiatan ini itu, masuk dalam komite ini itu.
Dst.

Baru2 ini istri Gubernur meresmikan sebuah "taman pintar".

Kita juga teringat, Ani Yudhoyono pernah membuat yang namanya "mobil pintar" , dst.

Memang seorang istri pejabat pada umumnya pasti akan ada keterlibatan secara sosial, dia akan masuk dan berperan.
Cuma perannya sejauh mana, dan seberapa banyak keterlibatan seorang istri pejabat yang dirasakan pantas, itu tidak ada ukuran yang jelas.

Kalau menurut saya, sama seperti pendapat Sylviana Murni dan Sarwo Handayani, menurut saya itu masih layak dan wajar. Dia kan sebagai istri Gubernur memiliki kepedulian, dia merasa terpanggil dan mau berbuat sesuatu, mau ikut berkontribusi.
Ya seperti itulah.

Kalau memang benar itu dirasakan sebagai sesuatu yang melebihi batas, ya saya rasa ini bisa menjadi bahan pelajaran bagi kita semua.

Salah kita semua sih.

Ngapain selama ini menjadikan istri pejabat sebagai ketua PKK, suruh dia meresmikan ini itu, ikut kampanye ini itu. Suruh saja dia 100% total pasif. Tidak boleh berperan apa pun.

Dan ini berlaku untuk semua istri walikota, istri bupati, istri gubernur, istri presiden, dst.

Kalo nggak seperti itu, kalo kita masih mengharapkan keterlibatan istri pejabat dalam suatu takaran tertentu, ya jangan salahkan seseorang apabila dia melangkah dan melakukan sesuatu yang dia rasa dan orang2 lain merasa masih wajar dan layak.

Itu saja.