Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

sibinAvatar border
TS
sibin
>>>INTELIGEN - Media & Penyesatan Opini Global
Salinan Ulang dari tempat lain

Berita yang benar adalah salah satu rahmat yang kita tidak boleh berputus asa untuk mendapatkannya....maka kita disuruh mencari....hingga musibah dan penyesalan tidak menimpa kita

Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir`. (QS Yusuf : 87)

Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS AL HUJURAAT : 6)

Media & Penyesatan Opini Global

Tidak ada jurnalis yang netral. Itu ungkapan dari Bill Kovack, dalam bukunya “Element of Journalisme”. Apalagi saat ini, di saat perang tidak hanya terjadi di dunia nyata, melainkan juga melanda dunia maya.

Perang adalah propaganda. Perang adalah tipu daya. Semua media saat ini tengah menghadapi perang media global, antara al haq melawan al batil.
Syekh Ayman menyatakan dalam satu kesempatan bahwa media jihad hari ini menempati posisi sangat penting dalam peperangan melawan media salib dan yahudi. Faktanya dan sangat disayangkan, kaum Muslimin saat ini masih tergantung pada kantor-kantor berita asing , seperti : Reuters, AFP, CNN, BBC, NBC, MSN, ABC, dan sejenisnya. Saat ini, media propaganda barat mengontrol informasi dunia dan memproduksi rata-rata 6 juta kata per hari, sementara Islam hanya mampu memproduksi 500 ribu kata per hari.

Gabriel Weimann, dalam bukunya yang berjudul “Terror on the Internet, The New Arena, The New Challenges” meyakini pentingnya media jihad dengan pelbagai sarananya dalam upaya memenangkan perang yang sangat menentukan saat ini. Profesor komunikasi di Universitas Haifa, Israel ini, yang juga seorang analis terorisme dan media massa ini menyatakan bahwa “Saat ini “teroris” tidak hanya berperang di dunia nyata, tetapi juga berperang di dunia maya sebagaimana mereka melakukannya di darat.”

Penyesatan Opini Global

Walter Dickman mengatakan bahwa dalam perang seringkali media bukan menampilkan apa yang terjadi, tapi apa yang dikehendaki publik untuk terjadi. Dalam konteks Islam, Surat Al-Hujuraat ayat 6 memberikan kode etik tabayyunatau cek dan ricek untuk setiap informasi yang datang kepada kita, terutama apabila informasi itu datang dari orang-orang fasik, apalagi kafir (juga medianya).

Hal ini karena dalam percaturan opini publik, masalah pokoknya adalah bahwa masyarakat menerima fakta bukan sebagaimana adanya, tetapi apa yang mereka anggap sebagai fakta. Jadi, ada kesenjangan antara fakta sebenarnya dan “apa yang dianggap sebagai fakta” yang oleh Walter Lipmann dalam bukunya Opini Umum disebut sebagai “kenyataan fatamorgana” atau “lingkungan palsu”.

Fakta semu atau kenyataan fatamorgana hasil manipulasi media itulah yang kemudian dianggap fakta oleh publik. Kenyataannya, publik tidak mungkin atau sangat sulit untuk melihat langsung seluruh fakta yang disajikan oleh media massa, padahal fakta semu adalah hasil rekayasa media massa yang telah mengalami proses reporting, editing,bahkan manipulasi, baru kemudian dipublikasi. Pada setiap tingkatan proses tersebut, setiap berita atau fakta telah diseleksi oleh personil pers.

Dalam “Penyesatan Opini”, Adian Husaini menyebutkan bahwa dalam proses reporting, seorang reporter telah melakukan seleksi terhadap fakta yang diperolehnya. Reporter TV, misalnya, harus memilih dan memotong acara yang berlangsung selama berjam-jam untuk kemudian disajikan dalam bentuk berita TV yang durasinya hanya sekitar 15 atau 30 detik.
Reporter media cetak juga menyeleksi dan memotong ucapan-ucapan atau fakta-fakta yang diterimanya untuk disajikan menjadi berita yang panjangnya hanya beberapa kolom saja. Ucapan presiden atau menteri selama satu jam yang jumlahnya sekitar 60.000 kata, harus ditulis oleh seorang reporter dengan panjang tulisan sekitar 4.000 – 7.000 kata saja. Hal ini tentu menimbulkan distorsi yang luar biasa. Jadi tidak salah jika Alvin Tofler dalam bukunyaPowershift mengatakan wajarlah jika di seluruh dunia terjadi pertempuran untuk merebut kontrol terhadap pengetahuan dan alat-alat komunikasi.


TROLLING
Trolling diartikan sebagai kegiatan memposting tulisan atau pesan menghasut dan seringkali tidak relevan dengan topik yang dibicarakan di komunitas online seperti forum, chatting, blog, atau juga social network.
Tujuan dari trolling ini adalah memprovokasi dan memancing emosi para pengguna internet lainnya. Dalam dunia internet, pelaku trolling ini disebut troller.


Agar Tak Bias Persepsi, Jurnalis Harus Hadir di Zona Konflik

Redaksi Salam-Online – Kamis, 2 Zulqaidah 1435 H / 28 Agustus 2014 08:53


Jurnalis di medan konflik

NUSA DUA (SALAM-ONLINE): Media massa tidak boleh sembarangan dalam menyajikan berita konflik. Media massa harus memahami situasi yang terjadi dengan mengirimkan para jurnalis ke wilayah konflik.

“Ketiadaan akses ke wilayah konflik akan menimbulkan bias dalam informasi yang disampaikan media,” kata Ketua Forum Global Pengembangan Media, Leon Willems dalam diskusi ‘Global Media Forum‘, di Nusa Dua Bali, Rabu (27/8) yang dikutip Republika Online.

Sayangnya, kata Leon, belakangan ini akses media meliput ke zona konflik semakin sulit. Ini terutama di wilayah konflik Timur Tengah seperti Suriah dan Irak. Padahal, lanjut Leon, kehadiran media di zona konflik sangat penting guna menghindari bias persepsi.

“Kurangnya akses telah menghasilkan peningkatan bias dalam konflik jurnalisme, wartawan tidak bisa hadir di jantung konflik,” ujar Willems

Willems menyarankan agar jurnalis peliput konflik membangun relasi dengan jurnalis lokal untuk membangun persepsi yang utuh. Sebab menurutnya para jurnalis lokal memiliki pengalaman langsung atas situasi yang terjadi.

“Membangun jaringan dengan wartawan lokal adalah satu-satunya cara untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam konflik yang simpang-siur,” katanya.

Sementara itu Mantan Ketua Aliansi Jurnalis Asia Tenggara, Kavi Chongkittavorn mengatakan media semakin sering gagal menjadi JURU DAMAI (Catatan saya : bahkan cenderung menjadi JURU PENCIPTA KONFLIK sebab-akibat dari PROPAGANDA) lantaran berkurangnya jurnalis yang melaporkan konflik.

Kebanyakan jurnalis hanya memanfaatkan informasi dari apa yang mereka baca dan tanpa berupaya menguji dan membandingkan kebenarannya. “Itu adalah masalah ketika Anda melaporkan konflik tanpa melihat konteks yang lebih luas,” katanya.

Kavi menambahkan, ada kalanya para jurnalis perlu mengambil waktu untuk merenungkan berbagai informasi tentang konflik yang mereka dapatkan. Hal ini agar mereka tidak terjebak pada propaganda dan bisa proporsional dalam menyampaikan informasi kepada pembaca.

“Jurnalis perlu waktu untuk merenungkan tulisan-tulisan mereka. Wartawan harus baik dan tidak terpikat propaganda,” ujarnya. (RoL)

salam-online
- See more at: http://salam-online.com/2014/08/agar....BsVHPMyX.dpuf


Propaganda 2.0: Government Trolls, Sock Puppet Armies and Terrorist Twitterstorms
http://revolution-news.com/propagand...twitterstorms/

Kutipan:

Quote:



Revealed: US spy operation that manipulates social media
http://www.theguardian.com/technolog...ocial-networks

Operasi Earnest Voice diterbitkan oleh The Guardian pada tahun 2011 :
"Operasi Earnest Voice (OEV), yang pertama kali dikembangkan di Irak sebagai senjata perang psikologis "

Operation Earnest Voice
http://en.wikipedia.org/wiki/Operati..._Earnest_Voice

Quote:
Diubah oleh sibin 03-09-2014 07:42
0
12.6K
73
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan