Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tfqabdullahAvatar border
TS
tfqabdullah
Pria Tak Lulus SD Ini Membangun 900 Bank di Kampung
Karena Sudah Jarang Sekali Yang benar benar Pahlawan di Negeri ini Alhamdulillah masih ada yang menjadi pahlawan di Negeri ini, walaupun beliau bukan kalangan pemerintah, tapi masih kalangan masyarakat sipil, tekad beliau akhirnya berhasil dengan membangun 900 Bank Petani





KOMPAS.com — Banyak orang berpikir kreatif ketika berhadapan dengan masalah. Berangkat dari kesulitan mencari modal untuk memperluas kebun ubi jalar di kampungnya, di Baso, Agam, Sumatera Barat (Sumbar), Masril Koto bertekad membuat bank dikampugnya.
emoticon-Matabeloemoticon-Matabelo emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo


Bank inilah yang kemudian mengantarkan pria asli Minang itu memenangi berbagai penghargaan sebagai social entrepreneur. Dengan semangat dan ketekunan, Masril membangun lebih dari 900 bank petani berbentuk lembaga keuangan mikro-agribisnis (LKMA) di seluruh Indonesia. Sistem bank ini juga diadopsi oleh pemerintah dan menjadi cikal bakal Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan Nasional.






Seperti sebagian pria Minang lain, Masril muda merantau ke Jakarta pada 1994. Seorang teman ibunya mengajak Masril, saat itu buruh di Pasar Padang Luar, Bukittinggi, membantunya di usaha percetakan di Jakarta. Tak cuma memproduksi kantong, karena lokasinya dekat dengan kampus Trisakti di Cempaka Putih, pemilik percetakan juga berbisnis jasa fotokopi.



Masril yang hanya tamat kelas 4 SD ini ikut membaca materi-materi kuliah. Pria kelahiran 13 Mei 1974 ini juga belajar berorganisasi dari para mahasiswa. Tempat Masril bekerja menjadi tempat berkumpul para perantau asal Sumbar. "Di Jakarta, saya belajar berorganisasi," ujar Masril.



Setelah empat tahun di Ibu Kota, Masril pulang ke Agam. "Saya tidak tahan melihat kekerasan yang terjadi di saat krisis," kenang Masril.

Setibanya di kampung, dia terkejut mendapati pemuda di kampungnya mulai terkotak-kotak. Ada kelompok perantau dan pemuda yang belum pernah merantau. Melihat kondisi itu, Masril merangkul para remaja untuk bergotong royong membangun lapangan basket. Lapangan ini yang akhirnya menjadi tempat berkumpul para pemuda di kampung Masril. Di situ pula terbentuk organisasi kepemudaan Karang Taruna di kampungnya, Banu Hampu.

Supaya bisa mendanai berbagai kegiatan organisasi, Masril berinisiatif membangun ruko di tanah desa yang akan menjadi milik para pemuda. "Kebetulan ada jalan baru di depan ruko," tutur Masril.

Untuk membangun enam ruko, Masril berutang ke toko bangunan. Selama dua tahun, uang sewa dari lima ruko dibayarkan ke toko bahan bangunan. Sementara, uang sewa satu ruko sisanya menjadi milik organisasi pemuda di sana yang akhirnya berkembang menjadi Yayasan Amai Setia.



Diundang Bank Indonesia
emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo emoticon-Matabelo

Masril menikah dengan Ade Suryani yang berasal dari kecamatan berbeda di Agam. Masril mengikuti keluarga istrinya di Nagari Koto Tinggi, Baso. Kembali, Masril menemui berbagai masalah. Satu yang paling mencuri perhatiannya adalah masalah modal memperluas kebun.

Setelah melalui serangkaian diskusi, baik dengan petani maupun instansi pemerintahan terkait, para petani ubi jalar di Baso ingin adanya sebuah bank petani. Masril kembali tampil. "Saya merasa punya talenta berorganisasi," kata dia.

Demi merintis bank petani, Masril keluar masuk bank di Padang. Ia menanyakan cara-cara mendirikan bank, tetapi ia tak pernah mendapat jawaban memuaskan. "Sepertinya kami tak mungkin membuat bank sendiri," ujar dia.

Tak patah semangat, Masril terus berkonsultasi dengan Dinas Pertanian di kabupatennya. Hingga suatu ketika, ada sebuah pelatihan akuntansi yang diselenggarakan untuk kelompok tani tersebut. Masril pun mendapat kesempatan berkenalan dengan pegawai Bank Indonesia (BI). Merasa bertemu orang yang tepat, dia bertanya segala sesuatu tentang seluk-beluk pendirian bank. Masril pun diundang datang ke kantor BI.

"Sekitar 2005, saya baru datang ke BI. Pengalaman pertama saya datang ke gedung perkantoran di kota," ujar dia.

Berbekal penjelasan dari BI, Masril dan para petani segera menyusun rencana membuat bank petani. Dia mengumpulkan modal dari para petani, dengan cara menjual saham, senilai Rp 100.000 per saham. Dari 200 petani di Baso, terkumpul modal Rp 15 juta. Setelah empat tahun melewati perjuangan melelahkan, baru pada awal 2006, bank yang dikelola lima pengurus ini mulai beroperasi. Masril pun ditunjuk sebagai ketua.

Dalam hitungan hari, seluruh modal terserap habis menjadi kredit. Masril kembali bingung karena tak ada uang yang mengendap. Dari situ, dia lantas berpikir perlunya iuran pokok bagi nasabah yang dibayar setahun sekali untuk biaya operasional. Masril juga membuat beberapa produk tabungan, sesuai dengan kebutuhan petani, seperti tabungan pupuk. Oh, iya, agar meyakinkan, Masril yang paham produk percetakan membuat saham dan buku-buku tabungan dan catatan kredit seperti bank pada umumnya.

Keberhasilan bank petani ini segera tersebar luas. Banyak organisasi masyarakat datang ke bank petani ini untuk melakukan studi banding. Bahkan, dalam kunjungannya meninjau gempa di Padang pada 2007, beberapa menteri mampir ke bank petani yang kemudian berubah nama menjadi LKM Prima Tani ini.

Sayang, lantaran tak lagi sepaham dengan visi yang diemban para pengurus LKM, Masril keluar pada 2009. Saat itu aset sudah mencapai Rp 150 juta. "Saya ingin menularkan keberhasilan ini untuk petani lainnya," tutur dia.

Mulailah Masril berjuang seorang diri menjadi relawan. Ditemani sepeda motor kesayangan, dia memperkenalkan konsep LKM agribisnis ini ke kelompok-kelompok petani di Sumatera Barat, tanpa bayaran sepeser pun. "Mereka hanya mengisi bahan bakar sepeda motor saya," kata Masril.

Pada 2010, seorang warga Jepang menemuinya dan meminta Masril membantu membuat LKM agribisnis untuk 2.000 petani di Sumbar. Ini merupakan pencapaian besar karena rata-rata kelompok tani yang ia kelola hanya setingkat desa, terdiri dari 200 petani. Namanya pun kian berkibar sebagai pencetus bank petani.

Tak berhenti di Sumbar, Masril juga menularkan konsep bank petani ini ke seluruh daerah di Indonesia. "Saya ingin mengajak petani berdaulat secara pangan dan ekonomi di desanya," katanya.

Kini, ada sekitar 900 LMK yang telah dibentuk Masril, dengan aset mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 4 miliar per LMK. Dia menaksir, total kelolaan dana LKMA secara keseluruhan mencapai Rp 90 miliar dengan 1.500 tenaga kerja yang merupakan anak petani.

Masril yang kini sering tampil sebagai pembicara, sebagai wakil BI atau dosen undangan di berbagai universitas, menargetkan 1.000 LKMA pada 2016. Dia menitikberatkan pendirian LKMA di Indonesia Timur, khususnya daerah yang belum terjamah institusi keuangan. (J. Ani Kristanti)

Sumber : http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...ank.di.Kampung





Berbagi Cerita Sukses Bersama Masril Koto (Bag. III)


Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, sejak Selasa (21/1/2014) telah menerima tamu yang memiliki kemampuan mengelola sebuah lembaga keuangan yang dirintis mulai dari nol, dia adalah Masril Koto warga asal dari sebuah pedesaan di wilayah Bukit Tinggi Sumatra.

Masril Koto telah membagi ilmu kepada seluruh lapisan masyarakat Bojonegoro, Jumat sore (24/1/2014) juga hadir di Pendopo Malowopati dalam acara Dialog Rutin tiap Jumat. Dilaporkan Berita bojonegorokab.go.id bagaimana perjalanan Masril Koto hingga mampu mengelola lembaga keuangan yang mencapai 580 Bank milik bersama.

Jika anda bertemu dengan figure bernama Masril Koto di pasar tradisional atau di warung pinggir jalan, anda tidak akan pernah berpikir bahwa Masril Koto yang berkulit legam ini adalah salah satu pendiri 580 Lembaga Keuangan. Kiprahnya di bidang keuangan, tak bisa dipandang sebelah mata, sebab berkat idenya, perekonomian petani di Bukittinggi terangkat.

Berkat idenya pula, lahirlah ratusan lembaga keuangan dengan sistem kerja sederhana namun bermanfaat luar biasa,bermula dari keinginan sederhana untuk membantu menyelesaikan persoalan modal pertanian kelompok tani di wilayahnya, Masril mendirikan sebuah lembaga keuangan, bernama Tabungan Petani. Pengetahuan minim dari laki-laki yang bahkan tidak lulus SD ini, membuat perjalanannya mendirikan Tabungan Petani menjadi semakin menarik. Sempat diremehkan berbagai pihak, perjalanan hidup Masril Koto dimulai pada pertengahan 2005, ketika dia mengawali dengan mencari pengetahuan ttg cara mendirikan bank.


Berbagai pelatihan bertajuk keuangan dari bank di daerahnya, selalu diikuti Masril. Keinginannya saat itu hanya satu, mendapat informasi cara mendirikan bank. Aksinya ini tentu saja diawal menjadi bahan tertawaan berbagai pihak. Banyak yang mencibirnya, mana mungkin seorang yang bahkan hanya mengenyam pendidikan sampai kelas 4 sekolah dasar, bisa mendirikan bank.
IMG_4071Namun berkat keinginan yang kuat didukung tim yang solid, Masril akhirnya menemukan titik terang setelah bertemu dengan salah satu pejabat Bank Indonesia yang saat itu menjadi pembicara dalam sebuah pelatihan dari salah satu bank. Dari sinilah, Masril mendapat ilmu tentang tata kelola keuangan, dengan langkah awalnya adalah mendirikan tabungan petani.
Bermodal hanya Rp. 15 Juta, Mampu Awali pendirian 580 Bank Petani
IMG_4100Sistem kerja di Tabungan Petani dikelola sangat sederhana namun berkualitas modern. Sumber modal diperoleh dari anggota, yaitu seluruh masyarakat yang menabung di Tabungan Petani. Orientasi bisnisnya adalah mencari laba bersama, yang ditumbuhkan dari bawah berdasarkan peran serta masyarakat sekitarnya, dan menjadi milik bersama bukan perseorangan.
Tidak ada sistem pembagian bunga, keuntungan diberikan pembagian bonus barang kebutuhan anggotanya, seperti helm bagi tukang ojek, kebutuhan perawatan bayi dan kebutuhan alat sekolah bagi anak sekolah. Konsepnya unik, yaitu berbentuk koperasi modern, namun tidak terikat dengan UU koperasi pemerintah, dengan pengelolaan keuangannya, menggunakan standard akuntansi modern.

Fokus utama Tabungan Petani milik Masril Koto adalah, memberikan bantuan keuangan dan modal pertanian bagi petani. Minimnya modal yang dimiliki Tabungan Petani, kembali membuat Masril dan teman-temannya memutar otak mencari modal.

Kemudian tercetuslah ide menjual saham Tabungan Petani kepada warga di desanya. Penjualannya pun dilakukan di pasar, sekolah, warung kopi bahkan ke posyandu. Karena berawal dari konsep dan ide sederhana, maka lembar saham yang dijual pun tidak jauh beda dengan sebuah ijasah sekolah. Banyak pembeli yang meragukan lembaran seperti ijasah ini berharga mahal. Saat itu, per lembar saham dijual seharga Rp. 100.000,-.

Nilai yang cukup fantastis menurut masyarakat petani di Bukittinggi. Namun, meski modal diperoleh dari penjualan saham, kepemilikan saham di Tabungan Petani tetap dibatasi dan tidak menjadi acuan penentuan keputusan. Keunikan lain dari Tabungan petani milik Masril adalah sistem penagihan keterlambatan pembayaran pinjaman yang menggunakan peneras suara masjid dan media jumatan untuk mengumumkan anggota yang terlambat membayar kewajibannya. Cara ini ampuh untuk melancarkan perputaran modal di Tabungan Petani.

Dari penjualan saham ini, berangsur-angsur Tabungan Petani berkembang pesat. Sasarannya pun mulai beragam, tak hanya kebutuhan pertanian, Tabungan Petani juga mulai melayani untuk beberapa pelayanan, mulai pendidikan, kesehatan bahkan kebutuhan ibadah. Pelayanannya meliputi pinjaman modal bagi petani, pinjaman harian bagi pedagang kecil, tabungan rencana pendidikan, tabungan persiapan kelahiran bagi ibu hamil serta tabungan niat haji. Yang terbaru, bentuk pelayanannya adalah tabungan kepemilikan Ipad.

Uniknya, meski telah tumbuh dan berkembang pesat dengan omzet milyaran, Tabungan Petani ternyata baru memiliki ijin resmi pada akhir 2013, dan berganti nama menjadi Bank Petani. Dalam perkembangannya, Bank Petani pun sempat terjadi konflik internal sehingga harus mengalami perubahan susunan kepengurusan.

Saat ini, Bank petani telah berkembang pesat, tak kurang dari 580 Bank Petani berkembang sesuai konsep luar biasa ini. Uniknya, meski dibangun dengan konsep dan cara kerja yang sama, tidak ada keterikatan antara Bank Petani yang satu dengan yg lain. Berkat kiprahnya ini, Masril Koto kini menjadi salah satu ahli keuangan dan diminta untuk bercverita kisahnya , baik Bank swasta maupun Bank pemerintah.

Kontribusinya dibutuhkan banyak pihak untuk meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan di Indonesia. Ide cerdasnya mengantarkan Masril Koto meraih berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri. Sebuah ide cerdas yg lahir dr sosok sederhana, yg menurut sebagian orang yg bertemu dengannya, menilai penampilannya tidak lebih seperti makelar sapi.(Eka/Kominfo)

Andaikan Saja seluruh Propinsi diberlakukan Seperti itu, Pastilah petani tidak akan menjual tanah nya.
Sumber : http://bojonegorokab.go.id/berita/be...-koto-bag-iii/


Iya gan Ane Repost
Quote:




Maaf gan Sudah Repost...
Diubah oleh tfqabdullah 04-04-2014 03:16
0
6.4K
38
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan