AkuCintaNaneaAvatar border
TS
AkuCintaNanea
Jokowi Mau Bubarkan Mafia Minyak? Ah Masaaa ... aku kok ora percoyo, to mas!
Mafia Migas, Siapakah Mereka?
Senin, 22 September 2014 | 07:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Mafia migas di Indonesia sudah ada sejak zaman Orde Baru. Mereka diduga beroperasi dengan menjadikan Pertamina dan anak-anak usahanya sebagai ladang bisnis empuk untuk memperkaya diri sendiri dan menguatkan kelompok mereka.

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES), Erwin Usman menyebut, mafia migas ini yang salah satunya membuat HM Soeharto berjaya hingga 32 tahun lamanya. "Era booming minyak tahun 80-90an, saat Indonesia mampu menghasilkan 1,6 juta barel per hari (bph), benar-benar menjadikan mafia berpesta pora," kata Erwin, dalam diskusi bertajuk Migas untuk Rakyat digelar KAMMI, Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Rezim berganti, mafia migas justru makin menjadi. Erwin mengatakan, di era reformasi, mafia migas menggurita paska pemberlakuan Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas).

"Kerja sindikasinya makin menohok ke dalam sistem negara. Dalam UU Migas ini, urusan migas didorong menjadi sangat liberal dan praktis menghilangkan kedaulatan nasional atas migas," ucap Erwin.

Mafia migas, lanjut dia, sempat "vakum" di era Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Namun, mereka kembali masuk paska sukses mengintervensi tata kelola dan tata niaga migas melalui UU Migas 2001. Lalu apa tujuan mereka?

Erwin menuturkan, jelas, para mafia ini hendak merusak sistem tata kelola dan tata niaga migas. "Dipreteli perangkat aturannya, sistemnya, lalu jalankan kaderisasi mafia dan bonekanya untuk masuk seluruh jaringan tata kelola dan tata niaga migas dalam sistem negara," lanjut dia.

Siapa mereka?
Erwin menjelaskan, mereka adalah kombinasi dari kekuatan peusahaan miltunasional, jaringan birokrasi antek imperialisme, serta politisi nirnasionalisme. Mereka bergerak menciptakan kaderisasi apik dari hulu ke hilir.

"Nama-nama Kuntoro Mangkusubroto, Purnomo Yusgiantoro, Ari Soemarni, Muhammad Reza Chalid, R Priyono, hingga Karen Agustiawan adalah sederet nama yang tak boleh dilepaskan dari perhatian kita, ketika kita mempersoalkan amburadulnya tata kelola migas Indonesia, di level hilir," sebut Erwin.

Termasuk di dalamnya, imbuh dia, sejumlah nama yang tiba-tiba muncul dari kalangan CEO perusahaan energi multinasional, yang digadang-gadang menjadi Menteri ESDM, atau Dirut Pertamina.

Memiskinkan negara
Erwin mengutip sebuah laporan menyebutkan kerugian negara dari praktik sindikasi mafia migas di Indonesia per tahun minimal sebesar 4,2 miliar dollar AS atau setara Rp 37 triliun. Artinya, kata dia, kerugian negara akibat operasi mafia dalam 10 rahun terakhir sudah menyentuh Rp 370 triliun.
Menurut dia, transaksi di hulu untuk urusan minyak meliputi 850.000 barel per hari mencapai 16,5 miliar dollar AS atau sekitar Rp 196,3 triliun per hari.

"Ini baru dari migas, belum dari mafia pangan dan sektor strategis lainnya. Kasihan benar bangsa dan rakyat miskin Indonesia. Para mafia dan bonekanya berpesta pora, sementara mayoritas rakyat Indonesia hidup dalam kubangan kemiskinan, dan kemelaratan," kata Erwin.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...bisniskeuangan

Mafia Migas Libatkan Birokrat, Politisi, dan Pebisnis
Senin, 22 September 2014 | 09:01 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Tim Pokja Energi Rumah Transisi, Erwin Usman mengatakan, pada dasarnya mafia migas melibatkan aktor-aktor birokrasi, politikus, dan bisnis. Tiga serangkai ini, sebut Erwin, tak bisa dipisahkan.

Dia menjelaskan, birokrasi berkepentingan untuk melanggengkan kekuasaannya di pemerintah, politikus untuk ongkos politik serta sederet kebutuhan hidup glamour mereka. Adapun kelompok bisnis, ungkap Erwin, berkepentingan untuk tetap menguasai jaringan monopoli dan sindikasi kartel dalam dunia migas.

"Ini yang saya sebut tali-temali ekonomi politik," kata Erwin dalam diskusi bertajuk Migas untuk Rakyat, di Jakarta, Minggu (21/9/2014).

Direktur Eksekutif Indonesia Mining and Energy Studies (IMES) itu menyatakan, usaha untuk memberantas dan menihilkan mafia migas dibutuhkan tindakan komprehensif. Tindakan tersebut merupakan kombinasi antara perbaikan atau revolusi mental dan sistem secara total, serta penindakan hukum yang adil dan tak pandang bulu.

"Tentu, memulainya dari atas, Presiden, DPR, dan menteri-menteri," ucap Erwin.

Sebagai pengamat dia menambahkan, Jokowi-JK mestinya punya skema tegas soal pemberantasan mafia migas ini.

Menurut dia, ada lima kunci pemberantasan mafia migas. Pertama, skema pemberantasannya mesti menihilkan mafia di hulu, lalu ke hilir. Kedua, dia mewanti-wanti, jangan sampai skema yang disusun hanya menyingkirkan mafia lama, namun lalu menumbuhkan jaringan mafia baru.

Ketiga, dia sebut, paralel dengan kata kunci sebelumnya maka perlu secepat mungkin pemerintah membenahi sistem tatakelola migas nasional. Keempat, seluruh kontrak tambang dan migas yang telah habis masa berlakunya wajib diambil alih.

"Adapun yang terakhir, segera fokuskan sumber daya dan sumber dana untuk bangun kilang baru," sebutnya.

Minimal 2 kilang dengan kapasitas produksi masing-masing 400.000-500.000 barel per hari.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...campaign=Khlwp

"Mafia Migas Ada dari Hulu Sampai Hilir"
Senin, 15 September 2014 | 13:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia for Global Justice (IGJ), Salamudin Daeng, menyebutkan, keberadaan mafia minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia tidak hanya bercokol di industri hulu, namun juga hilir. Besarnya keuntungan yang bisa diraup membuat oknum-oknum mafia terus bermunculan.

"Secara spesifik, saya mau bicara bagaimana mafia mengambil keuntungan di dalam negeri. Mereka ada di hulu sampai hilir. Pertama, pemberian kontrak migas pada swasta," ujar Salamudin di Jakarta, Minggu (14/9/2014).

Di hulu, misalnya, sejak ada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, produksi minyak menurun. BP Migas ditutup, kekuasaan Pertamina tidak ada lagi. Sumur minyak dieksploitasi, investasi bertambah, tapi produksi menurun. "Kebocoran" semacam ini, sebut dia, perlu diusut. Apalagi, menurut Salamudin, nilai uang yang diperebutkan di sektor ini mencapai Rp 400 triliun per tahun.

Lantas, masih ada pula produksi, ekspor, dan impor gas bumi. "Kalau kita hitung sebagai satu kesatuan, di situlah mafia mencari keuntungan. Rp 2.700 sampai Rp 3.000 triliun mengalir," imbuhnya.

Menurut Salamudin, benang kusut mafia migas tersebut terjadi lantaran adanya liberalisasi sektor migas.

Dalam paparannya di Jakarta, Minggu (14/9/2014), Salamudin mengungkapkan bahwa liberalisasi membuka seluruh rantai supply bagi pengelolaan migas pada pihak swasta. Dalam hal ini, negara tidak lagi memegang satu peran. Salamudin juga menuding adanya oknum yang berlindung di balik kekuasaan politik untuk menjalankan bisnisnya.

"Negara hanya regulator yang arah dan tujuannya liberalisasi dalam sektor migas. Sehingga kontrol negara jadi berkurang, jadi tidak ada, dan dikendalikan swasta," ujarnya.

Salamudin mengungkapkan, hal ini sebenarnya bisa diatasi. Namun, langkah yang harus diambil bukan lagi langkah orang per orang, namun menggunakan "pendekatan sistemik."

"Menurut saya, hanya satu jalan keluar. Harus ada pendekatan yang sistemik. Kalau hanya bicara satgas kita hanya menggeser mafia lama ke mafia baru. Kalau pakai sistem maka negara yang akan mengaturnya. Jangan menambah birokrasi dalam migas karena pelakunya sudah terlalu banyak. Tidak dapat dikendalikan," katanya.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea....Sampai.Hilir.

Berantas Mafia Migas, Pemerintahan Jokowi Akan Bekukan Petral
Senin, 22 September 2014 | 21:50 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla akan menutup anak usaha PT Pertamina (Persero) yang selama ini menjalankan fungsi dalam pengadaan minyak, yaitu Petral. Hal itu dilakukan terkait dengan komitmen pemerintahan baru memberantas mafia migas.

Deputi Kantor Transisi Jokowi-JK, Hasto Kristiyanto, mengatakan, mafia migas diyakini menghambat dalam mewujudkan kedaulatan energi nasional. Penindakan terhadap pelanggar hukum dilakukan dengan tegas dan tanpa pandang bulu.

"Hal ini akan dibarengi dengan perbaikan regulasi untuk menutup peluang munculnya mafia migas baru. Petral akan dibekukan, dilakukan audit investigatif terhadapnya. Pembelian minyak mentah dan BBM dilakukan oleh Pertamina dan dijalankan di Indonesia," kata Hasto dalam siaran pers, Senin (22/9/2014).

Wakil Sekjen PDI Perjuangan itu juga menyatakan bahwa subsidi BBM, gas, dan listrik itu adalah hak konstitusional rakyat. Namun, subsidi tersebut selama ini sangat tidak tepat sasaran, memperlemah daya saing global, dan membebani APBN.

Untuk itu, BBM bersubsidi akan diberi warna khusus untuk memudahkan pengawasan. Penunjukan wilayah kerja migas, perpanjangan kontrak, logistik migas, pengawasan produksi, dan lain-lain akan dilaksanakan dengan transparan.

"Langkah yang akan ditempuh adalah tetap memberikan subsidi terkendali kepada masyarakat miskin, petani, buruh, nelayan, industri kecil dengan sistem distribusi tertutup melalui perbankan. Mereka yang rentan terhadap kenaikan harga dilindungi dengan safety net," jelasnya.

Upaya mengalihkan sebagian subsidi BBM untuk pembiayaan sektor produktif dan layanan masyarakat guna meningkatkan kesejahteraan, antara lain, pemberdayaan UKM, nelayan, petani, pupuk, perbaikan infrastruktur jalan, rel kereta api, pelabuhan, irigasi pertanian, pembukaan lahan baru, dana desa, pembiayaan Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, pembangunan puskesmas, revitalisasi pasar, dan sebagainya diyakini lebih berkeadilan.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...bisniskeuangan

Soal Tudingan Mafia Migas di Petral, Ini Jawaban Pertamina
Kamis, 28 Agustus 2014 | 08:30 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — PT Pertamina (Persero) membantah adanya keterikatan anak perusahaan Pertamina, yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral), dengan mafia migas. Menurut Pertamina, mafia migas di tubuh Petral hanyalah isu belaka.

"Itu kan cuma isu, orang Pertamina sudah lama enggak pakai trader kok. Kita mengundang national oil company langsung, kemudian beli produknya premium itu langsung dari produsen yang punya kilang. Jadi enggak ada lagi itu trader yang berhubungan dengan Pertamina," ujar VP Coorporate Communication Pertamina Ali Mudakir, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (27/8/2014).

Ali menjelaskan, keputusan Pertamina untuk tidak lagi membeli BBM impor dari trader sudah dilakukan sejak tahun 2012 lalu. Dia pun mengaku heran mengapa masih ada pihak-pihak yang menuduh Pertamina bermain dengan mafia migas.

Dengan tidak lagi membeli BBM impor dari pihak ketiga, Ali mengklaim bahwa isu mafia migas sudah clear. "Udah enggak ada (trader), udah clear," ucap dia.

Namun, kata Ali, dari pengalamannya, hubungan antara perusahaan dan trader migas merupakan hal yang biasa dalam bisnis migas di mana pun. Sebab, menurut dia, tidak semua trader merugikan perusahaan, bahkan banyak yang membantu Pertamina mendapatkan minyak yang murah.

"Karena belum tentu dengan trader itu lebih mahal loh, jangan salah. Contohnya kalau saya mau buat iklan di media, malah-malah lebih mahal kalau langsung ke media daripada lewat agency loh. Loh saya tanya ke redaktur, sekarang saya tanya, kan harusnya kalau langsung secara logika harusnya lebih murah, tapi ternyata lebih murah pakai agency," kata Ali.

Pertamina pun, menurut Ali, tidak pernah sembarangan dalam memilih trader pada masa lalu. Ada dua pertimbangan Pertamina, menurut dia, dalam memilih rekan bisnis, yaitu kredibilitas dan reputasi. Jika dua syarat itu terpenuhi, maka Pertamina barulah yakin mengikat kerja sama business to business.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...bisniskeuangan

Pengamat: Ada Orang yang Menikmati Pengadaan Impor BBM
Minggu, 31 Agustus 2014 | 08:49 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Ekonomi Politik Ichsanuddin Noorsy menyetujui wacana pembubaran anak perusahaan Pertamina yaitu Pertamina Energy Trading Limited (Petral). Dia mengataka, banyak pihak-pihak yang bermain dan menikmati keuntungan pengadaan impor BBM oleh Pertamina melalui Petral.

"Ini kan begini, kasus hari ini perubahan 46 juta kiloliter dan pemerintah menjamin tentang kekurangannya, itu memberi dampak anda kalau pergi ke pasar internasional, harga di pasar internasional itu sangat fluktuatif, artinya ada orang yang menikmati pengadaan (impor BBM) ini," ujar Ichsanddin Noorsy di Jakarta, Sabtu (30/8/2014).

Dia menjelaskan, pembubaran Petral merupakan sebuah keharusan karena rawan penyelewengan impor BBM seperti yang terjadi sampai hari ini. Namun, kata Noorsy, sebelum Petral dibubarkan, pemerintah harus terlebih dahulu membentuk semacam perusahaan investasi khusus di bidang energi.

Dengan begitu menurut dia, maka Pertamina bisa melakukan pembelian BBM impor secara mandiri tanpa melalui trader-trader seperti saat ini. Jika pembentukan invesment company di bidang energi tadi sudah selesai, maka pembubaran Petral harus segera dilakukan. "Oh harus itu (Petral dibubarkan), harus harus harus," kata Noorsy.

Ichsanuddin juga mempertanyakan pernyataan VP Coorporate Communication Pertamina Ali Mudakir yang mengatakan bahwa Pertamina sejak 2012 sudah tidak membeli BBM impor dari para trader. Dia pun meminta Ali untuk memberikan bukti nyata dari penyataannya tersebut.

"Mana buktinya pembubaran Petral (Pertamina Energy Trading Limited)?. Mana buktinya kalau memang Pertamina tidak lagi melakukan itu (membeli dari trader)?," kata dia.

Menurut Noorsy, Petral masih melakukan membeli minyak impor dari para trader-trader.
http://bisniskeuangan.kompas.com/rea...bisniskeuangan

------------------------------



Boleh aja berencana ... asal real untuk kepentingan rakyat. Bukti pertamanya, kalau Mafia Minyak itu bisa dibubarkan, Pemerintahan Jokowi tidak akan menaikkan harga BBM ketika berkuasa nanti. Kalau tetap menaikkan, itumah bo'ong-bo'ong ajalah! Kok bisa begitu? Itu berdasarkan perhitungan kasar bahwa ada laporan menyebutkan kerugian negara dari praktik sindikasi mafia migas di Indonesia per tahun minimal sebesar 4,2 miliar dollar AS atau setara Rp 37 triliun. Artinya, kerugian negara akibat operasi mafia dalam 10 tahun terakhir sudah menyentuh Rp 370 triliun. Logikanya, kalau mafia minyak berhasil diberantas Jokowi kelak, maka ada penghematan dana Negara sekitar 4,2 miliar dollar atau sekitar Rp37 triliun setiap tahunnya, bukan? Angka sebesar Rp37 triliun setahun itu, sudah lebih dari cukup untuk bisa tetap mensubsidi BBM demi mempertahankan harga BBM pada kisaran yang berlaku sekarang ini. jadi kagak perlu naek!


emoticon-Matabelo
Diubah oleh AkuCintaNanea 23-09-2014 00:29
0
9.4K
107
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan