bachtiar.ekAvatar border
TS
bachtiar.ek
Benarkah Ada Plan A - Plan B - Plan C dan Plan D dari Capres No.1?
Menyimak pelaksanaan Pilpres 2014 ini sejak masa kampanye hingga 3 hari sesudah pencoblosan terlihat banyak kejadian-kejadian yang aneh.Kejadian-kejadian ini sepertinya sudah mirip-mirip suatu tindakan sistemik yang berupaya untuk mendapatkan kemenangan dengan berbagai cara.

Gw jadi teringat teori konspirasi dan kisah-kisah Operasi Agen Rahasia dalam buku-buku novel nih.

Bukannya ingin menuduh tetapi pola-pola berpolitik dari kubu Capres nomor urut 1 memang terlihat tajam sekali manuver-manuvernya sehingga gw menduga ada Plan A, Plan B, C dan D dari Capres nomor urut 1 ini.Sekali lagi gw hanya menduga, sementara kebenarannya memang belum pasti dan harus dibuktikan. Dan bisa saja ini dianggap sebagai suatu asumsi strategi pemenangan pemilu atau apa saja.

Beginilah kira-kira. Dimulai dari setelah berhasil mengajak PPP dan PKS bergabung,Capres Prabowo membuat langkah sangat strategis dengan menggaet Hatta Rajasa dan mengiming-iminginya jabatan Cawapres.Meskipun pernah jadi menteri3 periode Presiden sebenarnya Hatta Rajasa tidak punya popularitas dan elektabilitas. Akan tetapi menarik HR kepada koalisinya berarti menarik gerbong penuh dari Partai Amanat Nasional.Selanjutnya dampak dari HR bergabung ke koalisi Gerindra adalah ikut tertariknya Edi Baskoro sang menantu. Begitu Edi Baskoro merapat dengan Gerindra maka elite-elite Demokrat yang lain ikut mendekat termasuk salah satunya adalah Pramono Edhi Wibowoyang merupakan kakak kandungibu Ani Yudhoyono0 yang benar-benar baru saja pensiun dari jabatan KSAD. (kurang lebih 6 bulan yang lalu).

Bergabungnya Pramono Edhi Wibowo sebagai mantan Pemimpin TNI AD berdampak dukungan yang siginifikan dari Purnawirawan Angkatan Darat beserta keluarga-keluarganya.Dan jumlah kalangan ini sebenarnya sangat banyak termasuk FKPPI dan lain-lainnya.

Dan akhirnya dengan bergabungnya Edhi Baskoro, Pramono dan para elite Demokrat membuat SBY pun mau tidak mau, terpaksa tidak terpaksa akan memihak kepada kubu Capres nomor 1 yang didukung oleh Putranya, Besannya, Kakak Iparnya dan para anak buahnya di partai Demokrat.

Dengan ‘bergabungnya’ SBY maka kekuatan Prabowo menjadi berlipat ganda. Hampir 85 persen jajaran birokrasi dari Pusat hingga Daerah seperti dipaksa untuk memihaknya. Lengkap sudah kekuatan Prabowo dengan dukungan 3 Partai Islam, partai Golkar dan partai Demokrat yang berarti menguasai 85 persen dari Birokrasi yang ada di negeri ini.Dan berikutnya tinggal mengoptimalkan strategi khusus saja melawan Elektabilitas Jokowi yang begitu tinggi.

Kekuatan Prabowo sebelum Pilpres digelar pada 9 Juli bisa disebut antara lain;

1.Dukungan 3 Partai Islam, berikut para ulama dan kyai di belakangnya.

2.Dukungan Golkar sebagai partai yang sampai saat ini diangga partai yang memiliki jaringan terkuat di tanah air.

3.Dukungan partai Demokrat dan SBY yang berarti dukungan massive dari jajaran birokrasi dari Pusat hingga ke daerah-daerah.

4.Dukungan dari para pemilik media, utamanya adalah Stasiun TV dari MNC TV dan TV One.

5.Dukungan Finansial tak terbatas dari para konglomerat dibelakangnya, utamanya Hasyim Djojohadikusumo.

6.Dukungan tokoh-tokoh Islam lainnya seperti Mahfud MD, Ketua PBNU, Rhoma Irama dan lainnya.

PLAN A/ Rencana A.

Meskipun sudah didukung oleh berlapis-lapis kalangan sepertinya Elektabilitas Jokowi masih cukup kuat sehingga diperlukan adanya strategi-strategi khusus.Maka perlu dilaksanakannya Plan A yaitu upaya Mendegradasi Ketokohan Jokowi dengan menyebar Black Campaign seperti Tabloid Obor Rakyat, Tabloid Martabat dan Tabloid Sapu Jagad. Tabloid-tabloid ini membuat opini-opini palsu ke masyarakat bahwa Jokowi dikendalikan oleh kaum Nasrani. Berbeda dengan Prabowo yang didukung 3 partai Islam dan para kyai dan ulama.

Upaya ini ternyata sangat efektif mendegradasi elektabilitas Jokowi. Terbukti pada saat 2 minggu sebelum Hari Pencoblosan Elektabilitas Prabowo meroket tajam dan hampir menyamai Elektabilitas Jokowi.

Serapat-rapatnya peredaran Tabloid Obor Rakyat ini akhirnyaterkuak sudah bahwa pembuatnya adalah Darmawan Sepriossa yang berafiliasi dengan PKS dan Setiyardi yang berafiliasi dengan Demokrat. Keduanya saat ini sudah menjadi tersangka oleh Polri. Dan sehari sebelum pencoblosan, ribuan tabloid Obor Rakyat ditemukan di markas pemenangan Prabowo di Semarang yang merupakan kantor Partai Gerindra.

PLAN B

Dan tibalah pada hari pencoblosan tanggal 9 Juli kemarin dimana kubu Capres no 1 melancarkan lagi Plan B yaitu mengacaukan suasana kondusif Pilpres dan menebar opini-opini yang meresahkan.

Bisa dipastikan pada tanggal 9 Juli pagi, dari kubu Capres nomor urut 1 sudah memprediksi bahwa kemungkinan besar hasil Quick Count Pilpres ini akan memenangkan Jokowi dengan selisih angka sekitar 5 persen.

Dan mulailah mereka menebar kekacauan sekaligus penggiringan opini masyarakat luas. Langkah pertama adalah mengacaukan Quick Count yang biasanya berlangsung di setiap Stasiun TV pada Pemilu-pemilu Nasional.

Selama 10 tahun terakhir ini, survey Quick Count selalu dipakai oleh semua kalangan sebagai acuan hasil sebuah Pemilu.Para konstentan Pemilu menggunakannya, dari KPU juga menggunakannya sebagai pembanding hasil rekap manual dan masyarakat pun menggunakan sebagai informasi sementara yang akurat tentang pemenang Pemilu.

Tapi yang terjadi kemarin adalah, kubu Capres Nomor 1 secara tiba-tiba mengganti Lembaga Survey Kredible di stasiun TV milik pendukung capres tersebut dengan menempatkan 3 lembaga survey yang diindikasikan sebagai lembaga survey pesanan yang bertugas melaporkan hasil Quick Count dengan memenangkan Capres nomor 1.

Tak cukup dengan itu, melalui pernyataan-pernyataan elite partai pendukung capres nomor 1 juga tidak kalah galak mencoba merusak opini public.

1.Fadli Zon sebagai Wakil Ketua Umum Gerindra tiba-tiba menyatakan situs KPU sudah di Hack orang. Dan banyak informasi di media yang tidak bisa dipercayai sehingga kubu Prabowo hanya percaya media yang mendukungnya saja dan percaya lembaga-lembaga survey yang credible. Mungkin maksudnya Puskaptis, LSN dan JSI.

2.Mahfud MD yang menyatakan bahwa lembaga-lembaga survey yang ada di Indosiar, SCTV, Metro TV, RRI dan lainnya tidak bisa dipercaya.Saat ini yang terjadi adalah Cyber War menurut Mahfud.

3.Tantowi Yahya Wasekjen Golkar yang memprotes keras ketika Litbang Kompas, LSI, RRI, Cyrus dan lainnya menyatakan Kemenangan Jokowi berdasarkan Hasil Hitung Cepat 7 Lembaga survey. Tantowi Yahya menuduh hal tersebut sebagai Klaim Kemenangan yang Prematur, Klaim Kemenangan yang Terburu-buru.

4.Capres Prabowo sendiri juga mengatakan ke media bahwa sebenarnya pihak dial ah yang menang berdasarkan hasil quick count lembaga-lembaga survey yang credible. Bahkan Prabowo melakukan aksi Sujud Syukur ke lantai di rumah keluarga besarnya di Jakarta selatan. Sujud syukur ini diikuti oleh ARB dan elite politik partai pendukung Prabowo.

Dengan maneuver-manuver tersebut, masyarakat luaspun langsung terperangah dan bertanya dalam hati.Sebenarnya mana quick count yang benar dan siapa sebenarnya pemenangnya.

PLAN C.

Keesokan harinya akhirnya masyarakat sudah mencium gelagat bahwa ternyata3 lembaga survey yang dipakai untuk mengklaim kemenangan Prabowo adalah lembaga Survey abal-abal. Akan tetapi pasukan Cyber dari Prabowo sudah membuat penggiringan opini besar-besaran di media-media social bahwa Prabowo yang menang, jangan percaya lembaga survey, kita tunggu 22 Juli dan lainnya. Semuanya itu menghambat opini masyarakat bahwa Jokowi sudah memenangkan Pilpres ini.

Kita lihat di berbagai media pendukung Prabowo yang tadinya sudah menerima kemenangan Jokowi menjadi berbalik mempertanyakan lagi siapa yang menang sebenarnya.

Selanjutnya tak kurang-kurang menyerang, kubu Prabowo kembali mengklaim kemenangannya. Dan kali ini bukan dengan quick count lagi tetapi dengan Real Count menurut mereka.

Pada tanggal 10 Juli malam hari dari kubu Prabowo mengatakan tim data PKS sudah menyelesaikan Real Count yang bersumber dari form C1 yang berasal dari 270.000 TPS sudah selesai dihitung dengan hasil sementara kemenangan Prabowo dengan prosentase 53 persen. Kalau kita bayangkan dengan jaringan yang dimiliki PKS dan teamnya apakah mungkin dan apakah masuk akal bila mereka mampu mengolah Data C1 yang merupakan Hasil Scan yang berasal dari 270.000 TPS dalam waktu 1x24 Jam?Tentu saja ini kebohongan besar.

Diluar dari itu juga, tim-tim Cyber kubu Prabowo melancarkan serangan Cyber dengan mengacaukan Situs KPU dengan merubah-rubah data Scan Form C1 yang memang bisa diakses bebas oleh siapapun.

Tujuannya hanya satu yaitu membuat opini-opini yang kacau sehingga masyarakat juga merasa tidak yakin terhadap KPU dan mulai semakin cemas dengan Hasil keputusan Final KPU.

Dan kabar tadi malam dari kubu Prabowo mengatakan mereka sudah menyelesaikan perhitungan Real Count dengan data masuk sebanyak 90 persen, dan hasilnya adalah Prabowo memenangkan Pilpres 2014 dengan selisi suara 7 Persen dari Jokowi. Ini adalah langkah untuk lebih memprovokasi masyarakat dan langkah untuk mempengaruhi perhitungan manual yang sedang berlangsung di KPU.

Disisi lain Kabar mengejutkan lagi datang dari KPU dimana Ketua KPU mengeluarkan pernyataan bahwa pengumuman nanti pada tanggal 22 Juli belumlah mutlak. Belum mutlak dan bisa saja digugat oleh siapapun ke MK. Ini sangat aneh dan sepertinya KPU ingin melempar tanggung jawabnya ke MK.

Yang seperti ini akhirnya menimbulkan kecurigaan bahwa KPU kemungkinan besar sudah diintimidasi oleh pendukung-pendukung Prabowo sehingga mulai takut melakukan pengumuman pemenang Pilpres.

Dan yang terjadi kemudian adalah masyarakat semakin tidak paham apa yang sedang terjadi sebenarnya pada Pilpres ini dan masyarakat pun menjadi sulit percaya kepada siapapun. Inilah target Plan C dari kubu Prabowo.

PLAN D.

Dan Plan D adalah langkah terakhir dari kubu Prabowo untuk merebut kemenangan/ kekuasaan yang ada.Target terakhir dari PLAN C adalah KPU akhirnya memutuskan pemenan Pilpres adalah Prabowo. Tetapiminimal bilamana KPU tidak mampu dikendalikan sepenuhnya oleh kubu Prabowo maka meskipun keputusan KPU telahmemenangkan Jokowi akan tetapi kemenagannya hanya berselisih tipis dengan angka sekitar 0,5 persen.

Dengan selisih angka yang tipis tersebut maka kubu Prabowo akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi. Sampai disini kubu Prabowo sangat diuntungkan karena Ketua Mahkamah Konstitusi adalah kader dari PAN sebagai salah satu partai pendukung Prabowo. Begitu juga ketua Tim Sukses Prabowo-Hatta yaitu Mahfud MD adalah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang tentu saja masih punya pengaruh di MK tersebut.

Target terakhir dari Plan D adalah kemenangan Prabowo di Mahkamah Konstitusi.

Semoga teori ini tidak menjadi kenyataan. Amin.

Sumber : Kompasiana
0
6.3K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan