Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shopishieldsAvatar border
TS
shopishields
Hati2 Adu Domba: RI Bisa Rusuh Gara2 Hasil "Quick Count" yg Bisa Direkayasa Hasilnya
Sudah Diprediksi Sebelumnya?
Tayangan Quick Count Berpotensi Dimanipulasi, Bagaimana Keputusan MK
01 April 2014 | 08:57 wib

Kamis 27 Maret 2014 kemarin Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) mengajukan peninjauan kembali UU No. 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD ke Mahkamah Konstitusi (MK). Materi yang diajukan adalah Pasal 247 ayat 2, 5 dan 6 serta Pasal 291, dan Pasal 317 ayat 1 dan ayat 2 UU Pemilu yang mengatur tentang pengumuman hasil survei maupun penghitungan cepat (quick count). Dalam aturannyahasil quick count pemilu dilakukan paling cepat dua jam setelah selesai pemungutan suara di wilayah Indonesia bagian Barat.

Quick count (QC)adalah hasil hitung cepat pemilu yang diperoleh dari rekapitulasi perhitungan suara dari TPS sample (biasanya ada lima ratusan TPS). QC berbeda dengan exit poll. Exit poll dilakukan dengan cara menanyai langsung pemilih yang baru keluar dari TPS dengan interval tertentu.

Sebelum ketok palu keputusan sebaiknya MK berkaca pada QC yang ditayangkan beberapa stasiun TV saat pemilu 2009, baik pileg maupun pilpres. Pada waktu pileg (sepengetahuan saya) TV One sudah menayangkan hasil QC sementara pada pukul 13.30 WIB atau 15.30 WIT. Pertanyaannya, di TPS mana di Indonesia Bagian Timur yang pada pukul 15.30 WIT sudah menyelesaikan proses rekapitulasi perhitungan suaranya.

Pada pileg 2009, jangankan selesai merekapitulasi suara, pada pukul 15.00 banyak TPS yang masih melakukan proses pencontrengan. Kalaupun memang di Indonesia Bagian Timur sudah ada TPS yang selesai dengan proses rekapitulasi penghitungan suaranya, pertanyaannya, bagaimana bisa lembaga survei dengan tepat “mendapatkan” sample TPS yang sudah menyelesaikan seluruh proses pemilu pada pukul 15.30 WIT.

Sementara pada waktu pilpres TV One sudah menayangkan hasil QC sementara pada pukul 10.45 WIB atau 12.45 WIT. Pertanyaannya, di TPS mana di Indonesia Bagian Timur yang pada pukul 12.45 WIT sudah menyelesaikan proses rekapitulasi perhitungan suaranya. Bukankah TPS baru ditutup pada pukul 12.00 waktu setempat, Apalagi pada saat pileg 2009 atas keputusan MK, pendaftaran pencoblosan diperpanjang setelah pukul 13.00 untuk mengakomodasi pemilih yang menggunakan haknya dengan menunjukkan KTP atau identitas lainnya. Maka, kalau ada TPS yang menutup proses pencontrengan sebelum pukul 13.00 sama halnya dengan melanggar aturan.

Dengan demikian, bagamana bisa lembaga survei bisa “menemukan” TPS di Indonesia Bagian Timur yang sudah menyelesaikan proses rekapitulasi penghitungan suara pada pukul 12.45. hebatnya lembaga survei tersebut begitu tepat menentukan TPS yang melanggar ketentuan jadwal “tutup” TPS.

Apapun yang terjadi, pada saat QC ditayangkan sejumlah stasiun TV, masih banyak pemilih di Indonesia bagian Barat yang belum menggunakan hak pilihnya. Dan, tentu saja hasil QC berpotensi memengaruhi keputusan pemilih. Pada pemilu 2009 yang diuntungkan adalah Demokrat dan SBY yang diberitakan memenangi pemilu versi QC.

Sebenarnya tidak masalah bila QC yang ditayangkan adalah hasil real, dan bukan hasil manipulasi. Masalahnya QC yang ditayangkan bisa saja merupakan hasil manipulasi dengan tujuan memengaruhi pemilih.

Pertanyaannya bagaimana propaganda lewat QC bisa dilancarkan, bukankah hasil akhir QC 11-12 dengan rekapitulasi akhir KPU?

Caranya mudah!

Hasil sementara QC yang ditayangkan adalah angka2 manipulatif yang dipatok dengan angka tertentu guna memrovokasi pemilih untuk menjatuhkan pilihan suaranya. Angka manipulatif tersebut kemudian sedikit demi sedikit dikoreksi sampai sama dengan hasil real QC.

Misalkan, pada pukul 10.45 WIB ditayangakan hasil sementara QC dengan kandidat A 25 %, kandidat B 60 %, dan kandidat C 15 %. Perolehan suara ini adalah angka manipulatif yang menguntungkan kandidat B. Sebagaimana perolehan QC sementara angka-angka yang ditayangkan berfluktuasi. Angka-angka QC manipulatif tersebut kemudian dikoreksi sampai sama dengan hasil QC real. Akibatnya publik tidak menyadari bila hasil QC yang pertama ditayangkan tersebut merupakan angka-angka manipulatif.

Dengan adanya potensi kecurangan lewat QC tersebut, apakah MK akan mengabulkan permohonan Persepsi. Jikapun mengabulkan, kemudian pada saat penayangan QC ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dan kemudian mengganggu keamanan nasional, siapakah yang bertanggung jawab? Pertanyaan terpenting, manakah yang lebih diprioritaskan, kebebasan mendapat informasi atau keamanan nasional?

Dan yang hasru dipertimbangkan MK adalah jam tayang QC 2 jam setelah penutupan TPS di wilayah Indonesia Barat sudah cukup moderat. Bukankah 2 jam tersebut untuk mengantisipasi bila terjadi pengunduran atau lamanya proses pemilihan di sejumlah TPS. Pileg 2009 bisa menjadi contoh di mana proses pencotrengan bisa selesai setelah beberapa jam pasca waktu resmi yang sudah ditentukan.
http://politik.kompasiana.com/2014/0...mk-645638.html

Kisah Manipulasi Data Dalam Pilkada Jatim
Jumat, 26 Juni 2009

Pilkada ini sangat tergantung pada kelancaran dalam proses pengambilan suara dan proses penghitungan hasil suara. Pada prakteknya pada saat perhitungan suara muncul indikasi-indikasi kecurangan. Indikasi kecurangan ini tidak hanya terjadi di TPS (Tempat pengambilan Suara) setempat tapi juga bisa terjadi di level di atas, contohnya di kecamatan atau di tempat lainnya. Hal ini disebabkan karena hasil perhitungan suara dari tiap-tiap TPS harus dikumpulkan terlebih dahulu sebelum dihitung total keseluruhan. Tidak hanya indikasi kecurangan yang menjadi isu tetapi juga kecepatan dari proses perhitungan total.

Dalam penghitungan manual yang diselenggarakan KPUD Jatim di Hotel Mercure, Surabaya, Senin (11/11), pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf memperoleh 7.729.944 suara (50,2%), selisih 60.000 suara dari pasangan Khofifah Indar Parawansa – Mudjiono yang memperoleh 7.669.721 suara (49,8%). Walaupun selisih 0,4% dari Kaji, Karsa sah menjadi Gubernur Jatim yang baru. Berdasarkan hasil penghitungan tersebut pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf unggul di 22 kabupaten/kota, sedangkan pasangan Khofifah Indar Parawansa – Mudjiono hanya meraup suara di 16 kabupaten/kota. Dominasi perolehan suara pasangan Soekarwo – Syaifullah Yusuf didapat dari 4 kabupaten di Madura.

Hal tersebut merupakan jawaban dari ketidakpastian atas hasil quick account. Valid tidaknya perhitungan cepat sering diperbincangkan, hal ini dikarenakan quick account dari beberapa lembaga survei menunjukkan Kaji unggul tipis dari Karsa dengan perolehan suara Kaji tidak lebih dari 1% unggul atas pasangan Karsa. Hal yang demikian ini menyebabkan kedua pasangan cagub was-was, karena quick account kemungkinan besar salah prediksi, mengingat margin error quick account mencapai 1%. Perhitungan cepat memang tidak membutuhkan waktu panjang untuk mengetahui hasil perolehan suara, karena perhitungannya hanya melibatkan sebagian TPS untuk dijadikan sampel dari total suara yang ada. Maka dari itu, quick account mempunyai margin error atas hasil perhitungan yang diperoleh.
Melihat kasus pilgub Jatim memang unik dibandingkan dengan kasus pemilihan yang lainnya. Dalam putaran pertama saja, selisih antara pasangan cagub mendapatkan suara yang tidak terpaut jauh selisihnya.

Putaran kedua harus dilakukan untuk mendapatkan angka lebih dari 30%. Namun putaran kedua ini kembali terjadi persaingan ketat, apalagi hasil penghitungan cepat mendapatkan hasil yang kurang pasti sehingga membuat masyarakat tambah bingung. Hasil quick account (perhitungan cepat) milik Lembaga Survey Indonesia (LSI) yang di Grand Mercure Hotel menunjukkan pasangan Kaji unggul 50,73% dibanding Karsa dengan 49,27%. Dikutip dari detik.com, tiga lembaga survei yang menyelenggarakan quick account memperkirakan pasangan Khofifah-Mudjiono (Kaji) menang dalam Pilgub Jatim putaran kedua. Kalaupun ada perubahan, kemungkinan sangat kecil, karena margin error hanya 1% saja. Pada akhirnya, hasil yang dihitung KPU Jatim bertolak belakang dengan hasil quick account dari berbagai lembaga survei.

Banyak informasi yang beredar tentang pemilihan gubernur ini, selain banyak terjadi kecurangan di beberapa daerah, banyak penggelembungan dan rekayasa perhitungan di beberapa daerah. Hal ini membuat kubu Kaji geram, mereka beranggapan bahwa terjadi banyak kecurangan sehingga perolehan suara Kaji kalah 60.000 suara dari Karsa. Bukti pelanggaran yang ditemukan oleh tim Kaji di Madura antara lain, seperti penghitungan dengan basis desa bukan TPS, banyaknya formulir C1 yang dicoret dan di-tipex. Karena itu kubu Kaji sangat yakin ada kecurangan apabila Kaji kalah dalam hasil rekapitulasi dari KPU Jatim.

Jadi secara sederhana, manipulasi data dalam kasus pemilihan gubernur ’Jawa Timur’ bisa diartikan dengan adanya indikasi kecurangan, baik disebabkan oleh penggelapan rekapitulasi hasil penghitungan suara maupun temuan bukti-bukti kecurangan tersebut di lapangan. Hal ini muncul karena ketidaksesuaian data hasil penghitungan suara secara manual dan virtual.

Sistem perhitungan secara manual sudah tidak asing lagi bagaimana atau seperti apa? Sedangkan sistem secara virtual dengan model penghitungan cepat (quick account) tentunya belum banyak diketahui detailnya. Bagaimana sebenarnya sistem penghitungan cepat (quick account) itu?
http://gemakreatif.blogspot.com/2009...lasi-data.html


Kasus Pilkada Jatim, Semua Lembaga Survei Menangkan "QC" Soekarwo
Akil Mengaku Khofifah-Herman Pemenang Pilkada Jatim, Bukan KarSa
28 Jan 2014 23:18

Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa bulan lalu mengukuhkan kemenangan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) sebagai pemenang Pilkada Jawa Timur 2013. Pengukuhan itu sebagaimana amar putusan MK yang tidak menemukan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Kepala Daerah Jatim 2013.

Mantan Ketua MK Akil Mochtar mengaku, pemenang dalam Pilkada Jatim sebenarnya adalah pasangan Khofifah Indar Parawansa-Herman S Sumawiredja, bukan KarSa. Putusan terhadap kemenangan Khofifah-Herman itu bahkan sudah diputuskan 7 hari sebelum amar putusan dibacakan MK pada 7 Oktober 2013.

"Jadi keputusan MK itu sebenarnya sudah ada 7 hari sebelum amar putusan. Dan itu Pak Akil menegaskan bahwa Bu Khofifah dan Pak Herman yang menang. Tapi ini tiba-tiba putusannya incumbent yang menang," kata kuasa hukum Akil, Otto Hasibuan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/1/2014).

Otto mengatakan, pada 2 Oktober 2013 Akil ditangkap KPK karena kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013. Padahal, amar putusan PHPU Jatim belum dibacakan, sementara dia adalah Ketua Panel PHPU tersebut.

"Pak Akil Ketua Panel, putusan 7 hari sebelum dibacakan sudah ada, tapi pasca ditangkap Pak Akil itu tiba-tiba pihak sana (KarSa) yang menang. Ini ada apa?" kata Otto.

Untuk itu, lanjut Otto, Akil mengirim surat ke MK. Isinya meminta klarifikasi kepada para hakim konstitusi lain, kenapa putusan itu tiba-tiba berubah. "Jadi tadi Pak Akil minta kepada saya untuk menyurati MK, menglarifikasi masalah tersebut," ucap dia.

Dalam amar putusannya, MK memerkuat keputusan KPUD Jatim yang menetapkan pasangan Soekarwo-Saifullah Yusuf (KarSa) sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih untuk Provinsi Jatim periode 2013-2018.

KPUD Jatim pada Sabtu 7 September 2013 lalu telah menetapkan pasangan KarSa sebagai pemenang Pilkada Jatim yang dilaksanakan 29 Agustus 2013. Pasangan Soekarwo-Saifullah meraih suara tertinggi dengan 8.195.816 suara atau 47,25 persen.

Akil Mochtar oleh KPK ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan sengketa Pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah 2013 dan Pilkada Kabupaten Lebak, Banten 2013 di MK.

KPK juga menyematkan status tersangka pada bekas politisi Partai Golkar itu dalam kasus dugaan pencucian uang yang diduga berasal dari uang suap.

Tak hanya itu, belakangan KPK kembali menetapkan Akil sebagai tersangka dugaan penerimaan gratifikasi atau hadiah atau janji dalam pengurusan sengketa Pilkada di MK.
http://news.liputan6.com/read/812393...im-bukan-karsa

Kisah Foke yang Kena Tepu-tepu Lembaga Survei Politik:
Unggul di Survei Tapi Kalah di Pilkada, Foke Merasa Tak Tertipu
Selasa, 17/07/2012 16:23 WIB

Jakarta - Hampir seluruh lembaga survei mengunggulkan Fauzi Bowo dan pasangannya Nachrowi Ramli memenangkan Pilkada DKI. Hasil survei menempatkan pasangan itu diperingkat satu mengalahkan kontestan lain.

Tapi apa yang terjadi pada pelaksanaan Pilkada pada 11 Juli lalu di luar dugaan. Pasangan Foke-Nara disalip Jokowi-Ahok. Muncul kabar hasil ini membuat kubu Foke geleng-geleng. Isu muncul, Foke merasa tertipu lembaga survei. Benarkah?

"Tidak. Saya tidak merasa tertipu kok," ujar Fauzi Bowo usai meresmikan peluncuran konsep baru Carrefour Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (17/7/2012).

Menurut Foke, hasil dari pilkada putaran pertama kemarin, memang sulit ditebak. Namun, masih dalam keawajaran.

"Lembaga survei dipakai oleh siapa saja. Memang hasilnya di luar perkiraan. Tapi saya kira wajar saja," katanya.

Foke memastikan, tidak pernah keluar dari mulutnya pernyataan yang merendahkan lembaga survei. "Saya tidak pernah membuat pernyataan seperti itu. Lembaga survei bekerja sesuai dengan kaidah dan keahliannya. Memang hasilnya tidak sesuai dengan ekspektasi," tuturnya.

Seperti diketahui, dalam proses pemungutan suara pada 11 Juli 2012 lalu, berdasarkan hasil penghitungan cepat berbagai lembaga survei, menempatkan pasangan Joko Widodo-Basuki Tjahja Purnama berada dalam urutan pertama tingkat elektabilitas. Sementara pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli di urutan kedua. Disusul oleh pasangan Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini di urutan ketiga.

Namun, hampir dipastikan, proses pemilihan orang nomor 1 DKI Jakarta ini akan berlangsung dalam 2 putaran, karena dari penghitungan cepat, Jokowi belum menembus angka 51% sesuai dengan pertauran yang ditetapkan.
http://news.detik.com/read/2012/07/1...sa-tak-tertipu

Lembaga Survei Tolak Pengaturan "Quick Count" di RUU Pemilu
Selasa, 19 Februari 2008 | 13:54 WIB

JAKARTA,SELASA - Sejumlah lembaga survei seperti seperti Puskapol FISIP UI, LP3ES, Lembaga Survei Indonesia dan Litbang Kompas,  menolak tegas rencana pengaturan waktu keluarnya hasil quick count yang sedang berkembang dalam pembahasan RUU Pemilu. "Kami menolak hasil pengumuman quick count dilakukan 24 jam setelah penutupan TPS, karena dikhawatirkan dapat terjadi manipulasi suara dan sulit bagi masyarakt untuk mendeteksinya," ujar Direktur Pusat Kajian FISIP UI, Sri Budi Eko Wardani di Jakarta (19/2).

Menurutnya,  anggapan partai politik dan DPR yang menilai hasil quick count dapat meresahkan masyarakat, sebagai alasan adanya rencana pengaturan waktu tersebut. Padahal, pada dasarnya quick count mendorong kualitas hasil pemilu. Namun ia mengakui hal itu memang belum dipahami secara benar, baik oleh masyrakat umum maupun kalangan politikus dan partai politik. "Quick count seharusnya dilihat sebagai alat kontrol bagi proses penghitungan suara, yaitu sebagai pembanding untuk melihat terjadinya manipulasi perhitungan suara," tegasnya.

Dalam pembahasan RUU Pemilu berkembang, alternatif pengaturan waktu keluarnya hasil quick count yang menyebutkan bahwa hasil penghitungan cepat itu harus dilakukan 24 jam setelah penutupan TPS. Selain itu juga berkembang alternatif hasil quick count dapat dipublikasi beberapa jam setelah penutupan TPS yakni pukul 18.00.
http://travel.kompas.com/read/2008/0....di.RUU.Pemilu

----------------------------

Cerita diatas hanya hendak menunjukkan bahwa hasil perhitungan Lembaga Survei Politik di Indonesia, tak semuanya shahih, tapi ada pula hasil survei yang hasilnya sarat dengan rekayasa dan sangat berkaitan dengan "vested interest" dan kepentingan kedua pihak.

Dalam kasus Pilpres kali ini, kedua kubu capres memiliki tim survei yang meskipun berpenampilan seakan-akan "netral", tapi sebenarnya tidak netral. Makanya hasilnya sesuai kepentingan pemesannya masing-masing. Lembaga survei yang sedari awal pro-Jokowi, pastilah punya kepentingan "menyetel" hasil "QC"-nya agar sesuai misinya. Begitu pula yang menjadi lembaga survei tim Prabowo.

Makanya, untuk sementara waktu, itu semua hasil "QC" supaya dibekukan atau dianggap tidak ada saja hingga KPU resmi mengumumkan hasilnya. Kalau masih ngotot bahwa hasil survei timnya yang betul, yaa bisa perang dan rusuh diantara kedua kubu.



emoticon-Matabelo
Diubah oleh shopishields 09-07-2014 10:18
tien212700
tien212700 memberi reputasi
1
9.5K
61
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan