my.own.lifeAvatar border
TS
my.own.life
[Sebaik apakah Jagoan kamu?] 10 Ciri & karakter yang wajib dimiliki seorang pemimpin


Pengantar dari penulis :

Jika anda memilih pemimpin bukan karena popularitasnya, melainkan karena prestasinya, maka selamat, anda adalah orang waras dan rasional!

namun sebetulnya, memilih pemimpin berdasar prestasi dan sumbangsihnya tidaklah cukup, tanpa mengkesampingkan prestasi dan kontribusi calon pemimpin, harus mempertimbangkan kelayakan seseorang sebagai pemimpin, skill dan prestasi bisa diukir seiring perjalanan waktu menjadi pemimpin, namun watak dan karakter hanya bisa dicreate oleh perjalanan waktu dan usia orang tersebut, jauh lebih lama prosesnya ketimbang kesempatan manusia itu untuk berkuasa


10 poin ciri karakter pemimpin yang baik dalam tulisan ini hanyalah copas, namun dijabarkan dengan tulisan tersendiri yang disesuaikan dengan kondisi terkini. Sebagai panduan untuk memilih dan menentukan seberapa baik/ideal kah calon pemimpin jagoan kita.

Semakin banyak point ciri karakter pemimpin yang ideal yang dimiliki calon pemimpin jagoan kamu, maka semakin baik dan layak pula ia menjadi seorang pemimpin


cekidot


1. Niat yang Lurus
Janganlah mencari-cari kekuasaan, jangan rakus/tamak kekuasaan, jangan gila kekuasaan, dan jangan pula terbuai oleh godaan kekuasaan. Kekuasaan adalah amanah, mudah diucapkan namun faktanya, kita sudah melihat hampir seluruh calon penguasa adalah gila kekuasaan,dari yang malu-malu sampai yang tidak tahu malu, dari yang curi-curi kesempatan hingga yang terang-terangan meminta/mencari kekuasaan.

Maka saya tekankan lagi, mereka yang gila dan rakus kekuasaan, sesungguhnya sedang mengurusi kepentingan dirinya sendiri, maka jangan harap mereka mau mengurusi kepentingan orang banyak, meskipun obral janji mereka adalah mengurus orang banyak, karena orientasi mereka adalah keakuan, yaitu ego yang muncul dari syahwat untuk berkuasa

Niat yang lurus, mungkin tidak pernah terlihat, namun seiring waktu, semua akan terbuka dengan sendirinya secara perlahan-lahan, akan terlihat, para pemimpin, yang maju karena ambisi berkuasa, karena gila kekuasaan, karena rakus kekuasaan, karena syahwat berkuasa. Maka jika sudah melihatnya sendiri, jangan ambil resiko, mereka adalah manusia yang dikuasai oleh syahwat dan ego, yang bernama “tahta”

Niat yang lurus, or ambisi or visi misi, tidak harus diwujudkan dengan pernyataan or keinginan “saya maju menjadi calon penguasa”, melainkan dengan kesiapan untuk menjadi pemimpin. Yang penting itu siap, siap untuk dipilih oleh rakyat, rakyat adalah subyek, calon pemimpin adalah obyek, bukan sebaliknya, dengan begitu kehendak berada ditangan rakyat, selaku pemberi mandat/amanah kepada calon pemimpin yang siap tersebut. Karena orientasi/fokus kehendak ada pada rakyat pemberi amanah, maka, calon pemimpin itu akan mudah menerima kekalahannya untuk tidak dipilih, karena semua itu semata-mata karena kehendak rakyat sebagai pemilik amanah




2. Laki-Laki
Apakah kriteria laki-laki adalah bentuk penentangan dari emansipasi wanita? Sudah saatnya kita meluruskan pemahaman yang benar mengenai definisi dan implementasi dari emansipasi wanita, the fact is, wanita memiliki kodrat yang jelas-jelas berbeda dengan pria, dimana kodrat tersebut sebetulnya merupakan penyeimbang dari kodrat pria, sebagai contoh kodrat pria dan wanita, yaitu, rasional-sentimentil/sensitif, kuat-lemah, tegas/keras-lembut/penyayang, independen-dependent, tukang ngatur-penurut, dll.

Singkatnya, dengan berbagai kodrat tersebut memang laki-laki ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, dan menempatkan seorang wanita sebagai pemimpin hanya karena sentimen emansipasi wanita adalah tindakan tidak bijak, samahalnya tidak bijak menempatkan seseorang pada bidang yang tidak sesuai dengan kompetensinya

Adapun hadist yang berkaitan yaitu;
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.”(Hadits Riwayat Al-Bukhari dari Hadits Abdur Rahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).




3. Tidak Meminta Jabatan/kekuasaan
Sudah jelas, jabatan adalah amanah, menjadi beban ataupun tanggungan, ataupun merupakan mandat yang diberikan oleh para pemilihnya. Memiliki cita-cita untuk menjadi pemimpin/penguasa adalah sah-sah saja, terlebih jika tujuannya untuk mengisi kekosongan ataupun memperbaiki keadaan, namun ada perbedaan jelas antara "misi visi untuk memimpin" dengan "ambisi untuk memimpin". Saya ulangi lagi, kepemimpinan bukanlah sesuatu yang diperebutkan melainkan merupakan pemberian/pelimpahan amanah. Orang yang memperebutkan kekuasaan, ataupun yang berambisi atas kekuasaan tersebut, ataupun orang yang gila dan rakus kekuasaan, maka siap2 saja menjadi bencana bagi suatu kaum yang ia pimpin. Alasannya sederhana saja, karena ia berkuasa untuk dirinya sendiri, bukan untuk rakyatnya, bukan pula karena mendapat amanah dari rakyatnya

Adapun hadist yang berkaitan yaitu;
Rasullullah bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,
”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)





4. Memutuskan Perkara Dengan Adil
Keadilan adalah harga mutlak, dan mudah dipahami, karena keadilan adalah jaminan atas tegaknya kebenaran, Bahkan ditegaskan, Tuhan lebih menyukai pemimpin yang adil dari kalangan kafir, ketimbang pemimpin yang zalin dari kalangan muslim. Alasannya sederhana saja, dengan keadilan, maka kebenaran (dari Tuhan) dapat ditegakkan, dengan kezaliman, maka kebenaran tersebut hanya menjadi klaim penguasa semata.

Keadilan or “menempatkan sesuatu pada haknya”. Mungkin terdengar mainstream, bagi pemimpin yang koar2 bicara keadilan, namun sering kali pemimpin tidak paham atas “sesuatu pada haknya”, karena keterbatasan ilmunya, sehingga cenderung menerima bisikan or pengaruh dari lainnya, sehingga merasa sudah berbuat adil, namun faktanya tidak, karena pemimpin tersebut tidak menempatkan sesuatu pada haknya, hanya demi menyenangkan pihak2 yang dianggap “orang banyak”, meskipun begitu selalu saja ada pembelaan, tidak bisa memenuhi keadilan bagi semua pihak, maka dibutuhkan kebijaksanaan, dengan kata lain, mereka yang adil adalah mereka yang bijak

Keadilan, tidak terbatas pada perkara permasalahan antar 2 pihak (rakyat), melainkan perkara keadilan antara pemimpin dengan rakyatnya. Pemimpin sebagai pemegang amanah, apakah sudah adil memperlakukan rakyatnya, terutama dalam hal amanah (janji/kepercayaan untuk memimpin) yang diberikan oleh rakyat kepada pemimpin nya. Pemimpin yang adil, benar-benar memberatkan or mendahulukan kepentingan rakyat banyak, yaitu para pemilihnya, bukan memberatkan kepada pihak2 asing diluar orang banyak, apalagi memberatkan ego dan syahwat nya sendiri (pemimpin) terutama dalam hal harta tahta wanita.

Adapun hadist yang berkaitan yaitu;
”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.” (Riwayat Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).





5. Tegas
Tegas erat kaitannya dengan perkara adil, karena keadilan hanya dapat diterapkan dengan ketegasan, tegas bukan berarti otoriter ataupun tirani, ataupun berkuasa mutlak, melainkan jelas antara yang benar dan salah, tidak bias, dan tidak pula mencampur adukan keduanya (abu-abu) dengan begitu keadilan akan tercipta dengan sendirinya. Sebetulnya, orang yang memiliki perilaku tegas (tidak bermuka dua or tidak bersilat lidah or tukang ngeles), dengan sendirinya memiliki sifat2 ciri kepemimpinan yang baik lainnya yaitu, jujur, amanah, tidak munafik, dan lain sebagainya

Ketegasan juga terkait dengan independensi seorang pemimpin, pemimpin yang tegas, yang yakin dengan kebenaran yang ia jalani, tidak mudah terpengaruh oleh pihak luar, termasuk godaan2 duniawi (harta tahta wanita), tidak mudah didikte, bagai benteng kokoh yang berdiri tegak di tengah amukan gelombang ombak samudra, untuk berjuang bagi kebenaran dan membela rakyatnya, dan bukan mengikuti bisikan-bisikan ataupun titipan (pengaruh) dari pihak gaib yang jelas2 tidak sesuai kehendak rakyat banyak




6. Menasehati rakyat
Cakap dan pandai adalah syarat mutlak menjadi pemimpin, terutama cakap dan pandai dalam berkomunikasi dengan rakyatnya, hal itu bisa dilihat dari pemilihan bahasa, pemilihan kata-kata or kalimat, intonasi, komitmen/konsistensi atas ucapannya, dll. Komunikasi juga bertujuan untuk meneruskan pemikiran rakyat kepada pemimpin, atau biasa dikenal, “penyambung lidah rakyat”, apa yang rakyat inginkan diterima, dicerna, dipahami dan diteruskan oleh pemimpin, sehingga mindset penguasa haruslah sama dengan mindset rakyatnya, sehingga pemimpin tidaklah “asing” dimata rakyatnya sendiri

Pemimpin punya hak untuk mengatur rakyatnya, cara yang paling sederhana dan ringan, yaitu menasehati rakyatnya, dengan begitu tidak harus bertumpu pada sanksi hukum untuk mengatur rakyatnya, melainkan dengan pendekatan persuasif. Untuk itu keteladanan menjadi modal mutlak agar rakyat mau mendengar dan menerima nasehat dari pemimpinnya. Dengan begitu, hanya pemimpin yang jujur, tegas, lurus, konsisten, tidak munafik, dan adil lah yang dapat menasehati rakyatnya dengan baik.

Jangan sampai, pemimpin menasehati dan berbicara banyak dihadapan khalayak, namun dianya sendiri suka mengingkari ataupun tidak pernah menjalankan nasehatnya sendiri, jika sudah begitu, maka kepercayaan dari rakyat akan luntur, dan tentu saja sifat amanah (dapat dipercaya) dari pemimpin sudah tidak ada lagi. Maka apakah ia masih layak menjadi pemimpin?

Adapun hadist yang berkaitan yaitu;
”Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum Muslimin lalu ia tidak bersungguh-sungguh dan tidak menasehati mereka, kecuali pemimpin itu tidak akan masuk surga bersama mereka (rakyatnya).”




7. Tidak Menerima Hadiah
Hadiah or penghargaan dapat mempengaruhi independensi seorang pemimpin, terlebih jika pemberian tersebut diiringi oleh titipan ataupun pesanan pihak-pihak tertentu yang sudah jelas tidak sesuai dengan kepentingan orang banyak. Jika kita melihat kekuasaan sebagai amanah, maka seharusnya pemimpin tidak berhak atas hadiah dari pihak2 tertentu. Sederhananya, pemimpin adalah pekerja yang kita serahi tugas dan amanah, dan kita “bayar”, maka mereka (pemimpin) itu bekerja untuk kita, bukan bekerja untuk para “pemberi hadiah” yang jumlahnya segelintir

Lalu bagaimana dengan alasan hadiah atas sebuah prestasi kepemimpinan? Hei, pemimpin adalah amanah dari rakyat, mereka bekerja untuk rakyat, jika pemimpin itu baik/berprestasi, itu sudah seharusnya, jika jelek, ya sudah seharusnya diganti, namanya saja amanah, masak memberi amanah kepada mereka yang sama sekali tidak becus memegang amanah tersebut. Dalam sudut pandang pemimpin, yang diberi amanah, sudah kewajibannya untuk berbuat yang terbaik buat orang banyak, dan semua itu dilakukan bukan karena or demi gelar, status, or penghargaan, melainkan karena demi memenuhi amanah dari rakyatnya.

Karena itulah baik buruknya pemimpin adalah tanggung jawab or resiko pemilihnya, andaikan ada hasil terbaik/prestasi/penghargaan/hadiah, maka rakyatlah yang berhak atas klaim tersebut

Adapun hadist yang berkaitan yaitu;
Rasulullah bersabda, ” Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” (Riwayat Thabrani).




8. Lemah Lembut
Pemimpin yang lemah lembut tidak berarti pemimpin itu tidak tegas, jika tegas dimaksudkan pada ketegasan pendirian/independensinya, maka lembah lembut dimaksutkan dengan perlakukan pemimpin terhadap rakyatnya. bisa diartikan, pemimpin yang memiliki akhlak yang baik atau mulia, sebagai contoh akhlak ramah, penyabar, santun, terpuji, sopan, pemberi teladan, tidak suka mencela, tidak mudah memprovokasi, bertanggung jawab, tidak lempar masalah/kambing hitam dan lain lain.

Bagaimanapun juga rakyat adalah pemberi amanah, maka sudah seharusnya rakyat diperlakukan dengan baik. Dan sudah menjadi kewajiban seorang pemimpin untuk berbuat yang terbaik untuk urusan/hajat hidup rakyatnya, termasuk berbuat yang terbaik dalam hal pelayanan/perlakuan terhadap rakyatnya.

Well bagaimanapun juga, setiap ciri-ciri pemimpin yang disebutkan diatas memiliki keterkaitan, dan sebetulnya saling mempengaruhi satu sama lainnya, atau dengan bahasa sederhana, ciri-ciri/kharakter diatas adalah secara keseluruhan pasti dimiliki oleh pemimpin yang baik dan ideal. Sebagai contoh, pemimpin berakhlak mulia (lemah lembut), pastilah ia mampu bersikap adil dan tegas, tidak ambisius, lurus dan jujur, pandai merebut simpati rakyat, menjadi teladan bagi rakyat, zuhud (tidak gila keduniawian ex. Hadiah, gelar, status), dll

Dengan begitu ia akan dicintai oleh rakyatnya dan rakyat tetap mempercayainya untuk memegang amanah kepemimpinan tersebut

Doa Rasullullah :
"Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya"

bersambung
Diubah oleh my.own.life 03-05-2014 15:13
anasabila
anasabila memberi reputasi
1
4.9K
21
Thread Digembok
Urutan
Terbaru
Terlama
Thread Digembok
Komunitas Pilihan