- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Cintaku Luluh Ketika Aku Melepasnya...
TS
windri.nungki
Cintaku Luluh Ketika Aku Melepasnya...
Spoiler for Pembukaan:
sorry ya gan kalo salah kamar,this is my first thread, silahkan di baca kalo yang mau baca , minta cendolnya yaa dan rate 5nya gan
Spoiler for Part one:
Walau kadang terasa berat mengingatnya, dan sulit untuk menceritakan kisah ini, meskipun ada ikatan batin antara aku dan kisah ini, namun tekadku telah bulat untuk menceritakan kisah ini, aku Bunga Kartarajasa, yang telah melewati masa rehabilitasiku di tempat yang sebenarnya tak diinginkan oleh semua orang, karena kisah ini yang membuatku mengerti bahwa cinta tak terhalang apapun dan membuatku tak ingin lagi merasakan apa yang di sebut.. cinta.
“Berapa bu ?”
“Satu kilo lima belas ribu, orang baru yaa ?” tanya ibu penjual jeruk itu padaku.
“Iyaa, saya beli dua kilo bu..” jawabku sambil tersenyum tipis.
“Buat siapa Non..?” Buat ayah saya.
“Wah pasti seneng ya, udah anaknya cantik, perhatian lagi..” selagi menimbang jeruk yang akan ku beli.
“Wah.. ibu berlebihan, “ sanggahku
“Ini Non, gapapalah, emang Nona cantik kok..” sembari memberi sekantung jeruk padaku.
“oh ya.. ini uangnya, terimakasih bu.. mari..”
“oh.. iyaa.. jangan segan segan beli jeruk lagi yaa..”
“iyaa,” jawabku sembari berlari-lari kecil. Dan.
BUUUKK !
“Ehh, maaf..”
“Aku yang maaf, salahku..” ucapku pada seorang laki-laki yang kutabrak sembari memunguti jeruk-jeruk yang berjatuhan.
“Biar saya bantu,”
“Yaa, terimakasih..”
“Ini..” ucapnya memberikan jeruk terakhir yang ada di tanah.
“Iyaa.. terimakasih..”
“Iya sama-sama..”
“Siapa namamu..?”
“Bungaa.. maaf aku sedang buru-buru..” sembari meninggalkannya dari keramaian pasar.
Aku yang sebenarnya telah tinggal lama di kota ini namun pada kenyataanya banyak
Yang tak mengenalku. Yang lahir dari Danu Kartarajasa seorang mafia ternama di negara ini, membuatku sulit untuk bernafas lega, namun beberapa hari ini aku telah melanggar janjiku pada ayahku, yang seharusnya tetap tinggal di rumah, namun kadang menelusup keluar rumah hanya untuk menikmati udara segar.
“Berapa bu ?”
“Satu kilo lima belas ribu, orang baru yaa ?” tanya ibu penjual jeruk itu padaku.
“Iyaa, saya beli dua kilo bu..” jawabku sambil tersenyum tipis.
“Buat siapa Non..?” Buat ayah saya.
“Wah pasti seneng ya, udah anaknya cantik, perhatian lagi..” selagi menimbang jeruk yang akan ku beli.
“Wah.. ibu berlebihan, “ sanggahku
“Ini Non, gapapalah, emang Nona cantik kok..” sembari memberi sekantung jeruk padaku.
“oh ya.. ini uangnya, terimakasih bu.. mari..”
“oh.. iyaa.. jangan segan segan beli jeruk lagi yaa..”
“iyaa,” jawabku sembari berlari-lari kecil. Dan.
BUUUKK !
“Ehh, maaf..”
“Aku yang maaf, salahku..” ucapku pada seorang laki-laki yang kutabrak sembari memunguti jeruk-jeruk yang berjatuhan.
“Biar saya bantu,”
“Yaa, terimakasih..”
“Ini..” ucapnya memberikan jeruk terakhir yang ada di tanah.
“Iyaa.. terimakasih..”
“Iya sama-sama..”
“Siapa namamu..?”
“Bungaa.. maaf aku sedang buru-buru..” sembari meninggalkannya dari keramaian pasar.
Aku yang sebenarnya telah tinggal lama di kota ini namun pada kenyataanya banyak
Yang tak mengenalku. Yang lahir dari Danu Kartarajasa seorang mafia ternama di negara ini, membuatku sulit untuk bernafas lega, namun beberapa hari ini aku telah melanggar janjiku pada ayahku, yang seharusnya tetap tinggal di rumah, namun kadang menelusup keluar rumah hanya untuk menikmati udara segar.
Spoiler for part two:
*Keesokan harinya*
“Bi, aku mau keluar sebentar yaa.. ya bi yaa..”
“Aduhh, Non, saya takut di marahin Tuan,,” Ucap bibiku alias pengasuhku yang telah merawatku dari kecil karena Ibuku telah tiada akibat insiden kecelakan pesawat, saat beliau sedang berlibur ke Perth, dan membuatku menjadi selalu di awasi ketat oleh pengawal-pengawal ayahku, agar tak terjadi sesuatu padaku, utuk ke dua kalinya alias karena alasan aku mirip dengan ibu.
“Ayo dong bi.. Cuma mau ke bukit belakang..” Rajukku.
“Tapi Non..”
“Udahlah, ayah kan masi pergi..”
“Tapii saya takut Non..”
“Gapapa bi.. bentar doang..” Ucapku sembari meninggalkannya.
“Non..Non.. aduh gimana ni...”
Aku melalui pagar kayu belakang rumahku yang diantaranya ada yang sedikit lapuk karena kebun belakang telah jarang di gunakan semenjak ibuku meninggal dan itu membuatku mudah keluar dengan menggeser salah satu kayu tersebut. Aku berjalan menyusuri jalanan kecil di pasar yang kemarin aku lewati, walau pasarnya tak bagitu luas dan banyak namun sayur dan buah disana cukup lengkap. Aku melanjutkan perjalananku menuju bukit kecil atau layak dinamakan padang rumput tempat ini aku tahu dari buku diary Ibuku yang telah aku baca, dan tak kusangka bukit ini begitu indahnya, dengan hamparan rumput hijau, dan beberapa bunga bermekaran di sudutnya, dan sapi-sapi gembala yang dilepas di hamparan rumput, dengan udara yang begitu segar, dengan pohon-pohon rindang yang terjajar bak sebuah gerbang.
“Hei..”
“Hah,” membuatku berbalik badan karena suara asing dari belakang.
“Bunga kan..?” tanyanya.
“Iy..Iyaa, kamu siapa?” tanyaku heran dan ketakutan.
“Kamu lupa yaa.. kita kemarin tabrakan kan, dan jeruk yang ada di keranjangmu jatuh kan..? lupa yaa?”
“Oh.. maaf aku lupa, nama.. kamu siapa?”
“Anton.. kamu ngapain disini..?”
“Liat pemandangan, kamu..?”
“Liat sapi-sapi gak..?”
“Iyaa, tapi apa hubungannya?”
“Yaa, karna sapi itu aku disini..”
“Ohh, maaf aku gak tau..”
“Yaa gapapa kok...”
“Eh, pulang dulu yaa..” ucapku sembari meninggalkannya.
“Ha, Eh... Hei, hei..” memanggilku namun tak ku hiraukan.
Aku terus berjalan cepat dan menyampai pasar karena aku tahu ayahku taakkan pernah melepaskan pandangannya dariku, karena dia akan sesekali pulang untuk memeastikan aku baik-baik saja.
“Bunga mana bi ?”
“Eh, anu Tuan..”
“Anu apa ?”
“ehh..”
“Dimana bi..?!”
“Anu Tuan ...”
“Di dapur yahh..” Ucapku mengendalikan nafasku yang terburu-buru.
“Lho..” Menatapku terkejut, kemudian memalingkan wajahnya dengan raut muka curiga kepada Bibi.
“Maaf yahh.. Tadi aku tak mendengar.. karena aku ke kebun belakang..” Ujarku berbohong.
“Sejak kapan kamu sering ke kebun belakang ?”
“Ha? K..Kan bukankah beberapa hari yang lalu adalah peringatan hari kematian ibu sejak dua tahun silam. Aku hanya ingin mengenangnya yah..”
“Baiklah..”
Ayahku meninggalkanku namun dalam otaknya masih banyak pertanyaan yang ingin Ia lontarkan padaku.
“Ya ampun Non, bibi khawatir, hampir aja Non..” Ucapnya sembari menghampiriku.
“Haha, udahlah Bi.. Udah ah.. aku mau ke kamar ..”
“Ya ampun Non bunga Non bunga.. kelakuannya mirip sama almarhumah Nyonya..”
“Bi, aku mau keluar sebentar yaa.. ya bi yaa..”
“Aduhh, Non, saya takut di marahin Tuan,,” Ucap bibiku alias pengasuhku yang telah merawatku dari kecil karena Ibuku telah tiada akibat insiden kecelakan pesawat, saat beliau sedang berlibur ke Perth, dan membuatku menjadi selalu di awasi ketat oleh pengawal-pengawal ayahku, agar tak terjadi sesuatu padaku, utuk ke dua kalinya alias karena alasan aku mirip dengan ibu.
“Ayo dong bi.. Cuma mau ke bukit belakang..” Rajukku.
“Tapi Non..”
“Udahlah, ayah kan masi pergi..”
“Tapii saya takut Non..”
“Gapapa bi.. bentar doang..” Ucapku sembari meninggalkannya.
“Non..Non.. aduh gimana ni...”
Aku melalui pagar kayu belakang rumahku yang diantaranya ada yang sedikit lapuk karena kebun belakang telah jarang di gunakan semenjak ibuku meninggal dan itu membuatku mudah keluar dengan menggeser salah satu kayu tersebut. Aku berjalan menyusuri jalanan kecil di pasar yang kemarin aku lewati, walau pasarnya tak bagitu luas dan banyak namun sayur dan buah disana cukup lengkap. Aku melanjutkan perjalananku menuju bukit kecil atau layak dinamakan padang rumput tempat ini aku tahu dari buku diary Ibuku yang telah aku baca, dan tak kusangka bukit ini begitu indahnya, dengan hamparan rumput hijau, dan beberapa bunga bermekaran di sudutnya, dan sapi-sapi gembala yang dilepas di hamparan rumput, dengan udara yang begitu segar, dengan pohon-pohon rindang yang terjajar bak sebuah gerbang.
“Hei..”
“Hah,” membuatku berbalik badan karena suara asing dari belakang.
“Bunga kan..?” tanyanya.
“Iy..Iyaa, kamu siapa?” tanyaku heran dan ketakutan.
“Kamu lupa yaa.. kita kemarin tabrakan kan, dan jeruk yang ada di keranjangmu jatuh kan..? lupa yaa?”
“Oh.. maaf aku lupa, nama.. kamu siapa?”
“Anton.. kamu ngapain disini..?”
“Liat pemandangan, kamu..?”
“Liat sapi-sapi gak..?”
“Iyaa, tapi apa hubungannya?”
“Yaa, karna sapi itu aku disini..”
“Ohh, maaf aku gak tau..”
“Yaa gapapa kok...”
“Eh, pulang dulu yaa..” ucapku sembari meninggalkannya.
“Ha, Eh... Hei, hei..” memanggilku namun tak ku hiraukan.
Aku terus berjalan cepat dan menyampai pasar karena aku tahu ayahku taakkan pernah melepaskan pandangannya dariku, karena dia akan sesekali pulang untuk memeastikan aku baik-baik saja.
“Bunga mana bi ?”
“Eh, anu Tuan..”
“Anu apa ?”
“ehh..”
“Dimana bi..?!”
“Anu Tuan ...”
“Di dapur yahh..” Ucapku mengendalikan nafasku yang terburu-buru.
“Lho..” Menatapku terkejut, kemudian memalingkan wajahnya dengan raut muka curiga kepada Bibi.
“Maaf yahh.. Tadi aku tak mendengar.. karena aku ke kebun belakang..” Ujarku berbohong.
“Sejak kapan kamu sering ke kebun belakang ?”
“Ha? K..Kan bukankah beberapa hari yang lalu adalah peringatan hari kematian ibu sejak dua tahun silam. Aku hanya ingin mengenangnya yah..”
“Baiklah..”
Ayahku meninggalkanku namun dalam otaknya masih banyak pertanyaan yang ingin Ia lontarkan padaku.
“Ya ampun Non, bibi khawatir, hampir aja Non..” Ucapnya sembari menghampiriku.
“Haha, udahlah Bi.. Udah ah.. aku mau ke kamar ..”
“Ya ampun Non bunga Non bunga.. kelakuannya mirip sama almarhumah Nyonya..”
Spoiler for part three:
Aku berjalan meninggalkan dapur, namun aku masih mendengar ucapan Bibi, benarkah Ibuku seperti itu, apa aku semirip itu dengan ibu. Aku masuk ke kamar dan kemudian mengingat-ingat kejadian tadi, Anton. batinku lumayan, Tapi mengapa Ia tak mengenalku anak seorang Danu Kertarajasa. Biarlah, aku lebih suka dia tak tahu, dan hari demi haripun berlalu, Aku semakin sering menemui Anton di bukit belakang rumah, dan itu pastinya tanpa sepengetahuan ayahku, apa ini cinta, atau hanya sekedar suka, entahlah. Dan suatu hari ketika Aku sedang berada di bukit itu.
SRRAAAKK !
“Anton ..” Ucapku membalikan badan.
“Ayaah..” Tambahku
“Kenapa ?”
“Maaf Ayah, Aku..”
“Cukup..! Kau tak akan menemui laki-laki ini lagi..” lirik Ayahku kebelakang yang ternyata kedua pengawal Ayahku telah menjinjing Anton dengan bahu mereka dengan muka dan badan Anton yang telah babak belur berlumur darah.
“ANTON..!” Teriaku menghampirinya, namun telah di cegah oleh ayahku dengan mencengkeram lenganku.
“Anton..” tangisku seketika melihat orang yang aku sayang terluka.
“Bawa dia pulang..” Ucap Ayahku pada pengawalnya untuk membawaku pulang, dan seketika mereka melepaskan Anton dari bahu mereka yang membuat Anton tersungkur duduk di rerumputan, dan aku hanya bisa menatap wajahnya yang lebam dan bengkak dengan matanya yang membiru dan di sudut bibirnya dan keningnya yang mengeluarkan darah.
*Rumah*
“Apa-apaan kamu !”
“Apa ?!!”
“Kamu gak seharus menyukai lelaki seperti itu !”
“Aku salah?!”
“DIAM ! Kamu pikir Ayah gak tau kalau selama ini kamu bohongin Ayah.. Masuk kamu !!”
“Ayah gak pernah ngerti perasaanku !!”
PLAAK .
Ayah menamparku ! Tega sekali dia, seketika aku meninggalkan Ayahku dan pergi masuk ke kamar dan aku menangis sejadi-jadinya, untuk apa aku hidup namun takkan pernah menikmati kehidupan, dan bahwa selama belasan tahun aku hanya berdiam diri merenungkan hidupku yang tak kunjung berubah, dengan Ayah yang begitu kolot dan tak pernah mengerti perasaanku, dengan selalu mengucapkan hal-hal yang menurutnya benar atas apa yang telah Ia berikan pada putri kandung satu-satunya ini, dengan membiarkan anaknya terpenjara dalam kesendirian dan tak pernah benar-benar merasakan udara dan kebebasan yang semestinya di alami oleh anak remaja biasanya, bukan hanya memberikan harta pada putrinya dan itu menjanjikan dia akan selalu bahagia, bukan hanya dengan cara memberi ia perhatian lebih, dan yang selalu membuat putrinya mengurungkan hati untuk meminta sesuatu yang di inginkannya, yang membuat sakit dalam hati ini aku pendam sendiri, yang membuat aku terluka lebih sakit di banding di aniaya, dan bagai hatiku telah tak dapat merasakan apapun, dan itu kulakukan demi kau, Ayah. Karena aku tak ingin mengecewakanmu, namun wajarkah aku terpenjara sendiri di rumah ini selama belasan tahun, wajarkan aku yang telah beranjak dewasa tak pernah memiliki seorang teman Ayah ? Dan apa yang bisa kulakukan hanya menangis sejadi-jadinya di dalam kamar dan mendengar kemenangan Ayahku untuk membuatku tetap tinggal dirumah bagai kacung tak berharga.
Hari demi haripun berlalu, aku mulai kehilangan semangat hidupku, dan kemudian membuat aku semakin kehilangan akal dan tak beranjak dari tempat tidurku dengn mata yang telah hitam berkantung dan tubuhku yang semakin kurus juga aku yang tak sanggup berbicara dan menangis lagi membuatku hanya duduk terdiam di tengah tempat tidur dengan tatapan kosongku, seperti orang gila, dan aku memang telah gila.
Ayahku telah kehabisan akal untuk mengembalikanku seprti semula, menyembuhkanku, dan mencoba menjanjikan ribuan hal-hal yang yang tak menarik bagiku, dan hingga suatu hari.
SRRAAAKK !
“Anton ..” Ucapku membalikan badan.
“Ayaah..” Tambahku
“Kenapa ?”
“Maaf Ayah, Aku..”
“Cukup..! Kau tak akan menemui laki-laki ini lagi..” lirik Ayahku kebelakang yang ternyata kedua pengawal Ayahku telah menjinjing Anton dengan bahu mereka dengan muka dan badan Anton yang telah babak belur berlumur darah.
“ANTON..!” Teriaku menghampirinya, namun telah di cegah oleh ayahku dengan mencengkeram lenganku.
“Anton..” tangisku seketika melihat orang yang aku sayang terluka.
“Bawa dia pulang..” Ucap Ayahku pada pengawalnya untuk membawaku pulang, dan seketika mereka melepaskan Anton dari bahu mereka yang membuat Anton tersungkur duduk di rerumputan, dan aku hanya bisa menatap wajahnya yang lebam dan bengkak dengan matanya yang membiru dan di sudut bibirnya dan keningnya yang mengeluarkan darah.
*Rumah*
“Apa-apaan kamu !”
“Apa ?!!”
“Kamu gak seharus menyukai lelaki seperti itu !”
“Aku salah?!”
“DIAM ! Kamu pikir Ayah gak tau kalau selama ini kamu bohongin Ayah.. Masuk kamu !!”
“Ayah gak pernah ngerti perasaanku !!”
PLAAK .
Ayah menamparku ! Tega sekali dia, seketika aku meninggalkan Ayahku dan pergi masuk ke kamar dan aku menangis sejadi-jadinya, untuk apa aku hidup namun takkan pernah menikmati kehidupan, dan bahwa selama belasan tahun aku hanya berdiam diri merenungkan hidupku yang tak kunjung berubah, dengan Ayah yang begitu kolot dan tak pernah mengerti perasaanku, dengan selalu mengucapkan hal-hal yang menurutnya benar atas apa yang telah Ia berikan pada putri kandung satu-satunya ini, dengan membiarkan anaknya terpenjara dalam kesendirian dan tak pernah benar-benar merasakan udara dan kebebasan yang semestinya di alami oleh anak remaja biasanya, bukan hanya memberikan harta pada putrinya dan itu menjanjikan dia akan selalu bahagia, bukan hanya dengan cara memberi ia perhatian lebih, dan yang selalu membuat putrinya mengurungkan hati untuk meminta sesuatu yang di inginkannya, yang membuat sakit dalam hati ini aku pendam sendiri, yang membuat aku terluka lebih sakit di banding di aniaya, dan bagai hatiku telah tak dapat merasakan apapun, dan itu kulakukan demi kau, Ayah. Karena aku tak ingin mengecewakanmu, namun wajarkah aku terpenjara sendiri di rumah ini selama belasan tahun, wajarkan aku yang telah beranjak dewasa tak pernah memiliki seorang teman Ayah ? Dan apa yang bisa kulakukan hanya menangis sejadi-jadinya di dalam kamar dan mendengar kemenangan Ayahku untuk membuatku tetap tinggal dirumah bagai kacung tak berharga.
Hari demi haripun berlalu, aku mulai kehilangan semangat hidupku, dan kemudian membuat aku semakin kehilangan akal dan tak beranjak dari tempat tidurku dengn mata yang telah hitam berkantung dan tubuhku yang semakin kurus juga aku yang tak sanggup berbicara dan menangis lagi membuatku hanya duduk terdiam di tengah tempat tidur dengan tatapan kosongku, seperti orang gila, dan aku memang telah gila.
Ayahku telah kehabisan akal untuk mengembalikanku seprti semula, menyembuhkanku, dan mencoba menjanjikan ribuan hal-hal yang yang tak menarik bagiku, dan hingga suatu hari.
Spoiler for last part:
“Bunga..” Ucap laki-laki yang tengah duduk di samping tempat tidurku.
“Bunga, ini Anton..” Tambahnya.
“Ayo kita jalan-jalan..” Ucapnya lagi. Bahkan mendengar nama Antonpun aku tak dapat melakukan apapun kecuali menatapnya kosong dan fikiranku semakin hilang, dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
Setelah bertahun-tahun lamanya kisah itu terjadi, dan kini aku disini semenjak kepulanganku beberapa hari yang lalu dari tempat rehabilitasiku, namun aku masih dalam proses penyembuhan kerena depresi yang aku alami. Entah dimana sekarang Anton berada, dan sekarang takkan ada lagi penghalang di hidupku, namun entah mengapa aku tak ingin beranjak dari rumahku, Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar .
“Bunga..” Seseorang memanggilku sembari membuka pintu kamarku pelan, seseorang yang aku kenal.
“Bunga, ini Anton..” Tambahnya.
“Ayo kita jalan-jalan..” Ucapnya lagi. Bahkan mendengar nama Antonpun aku tak dapat melakukan apapun kecuali menatapnya kosong dan fikiranku semakin hilang, dan tiba-tiba semuanya menjadi gelap.
Setelah bertahun-tahun lamanya kisah itu terjadi, dan kini aku disini semenjak kepulanganku beberapa hari yang lalu dari tempat rehabilitasiku, namun aku masih dalam proses penyembuhan kerena depresi yang aku alami. Entah dimana sekarang Anton berada, dan sekarang takkan ada lagi penghalang di hidupku, namun entah mengapa aku tak ingin beranjak dari rumahku, Tiba-tiba suara ketukan pintu terdengar .
“Bunga..” Seseorang memanggilku sembari membuka pintu kamarku pelan, seseorang yang aku kenal.
Spoiler for bonus:
Tunggu kisah lainnya yaa
Windri
Windri
terimakasih, wassalam
0
6.7K
Kutip
55
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan