Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

bleseng1Avatar border
TS
bleseng1
(kain kassa tertinggal dlm perut) Dugaan Mall Praktek, Kain Kassa Pembawa Petaka
Dugaan Mall Praktek, Kain Kassa Pembawa Petaka
Penulis : redaksi | Jumat, 28 Februari, 2014,16:21 | | 0 Komentar
Dr. Zayadi Husein, SPOG, saat akan menuju ke ruang pemeriksaan unit Tipiter Polres Bengkulu kemarin (27/2). FAZLUR/RB
Dr. Zayadi Husein, SPOG, saat akan menuju ke ruang pemeriksaan unit Tipiter Polres Bengkulu kemarin (27/2). FAZLUR/RB
BENGKULU – Polres Bengkulu terus menggeber kasus dugaan mall praktek yang dilaporkan Siti Zulaikha, istri Kajari Bengkulu H. Suryanto, SH. Kamis (27/2), Dr. Zayadi Husein, SPOG selaku pihak terlapor memenuhi panggilan penyidik Polres.

Dr. Zayadi yang juga pimpinan RS Tiara Sella diperiksa selama 6 jam didampingi Penasihat Hukum (PH), Sri Rejeki, SH. Mengenakan kemeja biru lengan panjang, Zayadi diperiksa masih dalam kapasitas sebagai saksi.

Dari pemeriksaan terhadap Zayadi kemarin, penyidik masih mencoba menelusuri pemilik kain kassa yang tertinggal di dalam tubuh korban. Sebab, Zayadi membantah kain kassa tersebut milik RS Tiara Sella.

Sri Rejeki, SH membantah kliennya telah melakukan dugaan mall praktek. Sri menceritakan, terakhir kali Siti Zulaikhah berobat di RS Tiara Sella 11 Juli 2013. Selanjutnya pada Desember 2013 Siti Zulaikhah tercatat berobat ke dokter berinisial Y dan akhirnya dirujuk ke RS Darmais yang ditangani oleh dokter berinisial W. Dia juga menyebut, kassa yang ditemukan juga berada di puncak kemaluan korban, bukan di dalam rahim.

“Kassa tersebut bukan dari RS Tiara Sella, karena prosedur operasi setiap sebelum dan sesudah selalu dilakukan penghitungan kassa. Menggunakan sistem inspekulo, tidak ada kassa di puncak vagina usai operasi di Tiara Sella. Bisa mungkin Kassa itu dari pihak ketiga, karena pasien sudah pernah berobat ke dokter lain. Ini sesuai juga dengan SMS dari dokter W yang melakukan operasi di RS Dharmais,” terang Sri Rejeki.

Dalam pemberitaan sebelumnya, dalam laporan ke polisi, versi korban dia hanya melakukan konsultasi ke dokter Y. Tapi tidak melakukan operasi. Bahkan dokter Y juga yang menyarankan supaya berobat ke RS Dharmais.

Dalam pemeriksaan yang dilakukan di ruang unit Tipiter Polres Bengkulu, Zayadi dicecar pertanyaan seputar operasi yang dilakukan terhadap Siti Zulaikhah. Meliputi proses dan mekanisme yang dilakukannya saat melakukan operasi. Kepada penyidik, Zayadi menegaskan bahwa mekanisme dan prosedur tetap (protap) dalam operasi sudah dilakukan sesuai peraturan baku yang berlaku.

Sedikitnya ada 40 pertanyaan yang dilontarkan pada dokter ini. Termasuk pertanyaan seputar tim dokter yang melakukan operasi. Begitupun dengan hasil operasi yang dilakukan dokter di RS Darmais Jakarta, juga ditanyakan kepada dokter Zayadi. Saksi mengaku tak tahu menahu. Ia bersikukuh, bahwa operasi yang dilakukannya sudah sesuai mekanisme yang berlaku sesuai dengan aturan dunia kesehatan.

Periksa Saksi-Saksi Lain

Sementara itu Kapolres Bengkulu, AKBP. Iksantyo Bagus Pramono, SH, MH melalui Kasat Reskrim, AKP. Amsaludin, S.Sos mengatakan, masih akan memeriksa saksi-saksi lainnya, terkait laporan dugaan mall praktek. “Kami akan periksa tim dokter operasinya. Kan yang melakukan operasi itu bukan dokter Zayadi sendirian. Masih banyak saksi yang akan kita mintai keterangannya.” Demikian Kasat Reskrim.

Sekadar mengingatkan, sebelumnya istri Kajari Bengkulu, H. Suryanto bernama siti Zulaikha melaporkan dugaan mall praktek yang dilakukan Dokter Zayadi ke Polres Bengkulu. Berawal saat Siti merasakan sakit di bagian kemaluannya. Selanjutnya dilakukan operasi di RS Tiara Sella yang dipimpin Dokter Zayadi. Dua kali operasi, Siti masih merasakan sakit.

Selanjutnya Siti disarankan berobat ke RS Dharmais Jakarta setelah berkonsultasi ke dokter Y. Hasilnya saat diperiksa di RS Dharmais, ditemukan ada kassa tertinggal di dalam tubuh korban. Selanjutnya dilakukan operasi untuk mengambil sisa kain kassa tersebut.

UU No 29 Tahun 2004

Dari hasil penelusuran RB, berdasarkan Undang-Undang No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran diatur mengenai praktik kedokteran yang bertujuan memberikan perlindungan kepada pasien, mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis dan memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter gigi.

Undang-Undang No 29 Tahun 2004 juga mengatur tentang persyaratan dokter untuk dapat berpraktik kedokteran, yang dimulai dengan keharusan memiliki sertifikat kompetensi kedokteran yang diperoleh dari Kolegium selain ijazah dokter yang telah dimilikinya, keharusan memperoleh Surat Tanda Registrasi dari Konsil Kedokteran Indonesia dan kemudian memperoleh Surat ijin Praktik dari Dinas Kesehatan Kota / Kabupaten.

Pada bagian ini Undang-Undang juga mengatur tentang hak dan kewajiban dokter dan pasien. Salah satu hak dokter yang penting adalah memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional, sedangkan hak pasien yang terpenting adalah hak memperoleh penjelasan tentang penyakit, tindakan medis, manfaat, risiko, komplikasi dan prognosisnya dan serta hak untuk menyetujui atau menolak tindakan medis.

Pada akhirnya Undang-Undang No 29/2004 mengancam pidana bagi mereka yang berpraktik tanpa STR dan atau SIP, mereka yang bukan dokter tetapi bersikap atau bertindak seolah-olah dokter, dokter yang berpraktik tanpa membuat rekam medis, tidak memasang papan praktik atau tidak memenuhi kewajiban dokter. Pidana lebih berat diancamkan kepada mereka yang mempekerjakan dokter yang tidak memiliki STR dan/atau SIP

Secara yuridis kasus malpraktek medis di Indonesia dapat diselesaikan dengan bersandar pada beberapa dasar hukum yaitu: KUHP, KUHPerdata, UU No 23 Tahun 1992, UU No 8 Tahun 1999, UU No 29 Tahun 2004, UU No 36 Tahun 2009, UU Nomor 44 Tahun 2009, Peraturan Menteri Kesehatan No 585/Menkes/Per/IX/1989, Peraturan Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007, Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/III/2008. Undang-Undang yang bersangkutan, antara lain : UU No 23 Tahun 1992, UU No 29 Tahun 2004, UU No 36 Tahun 2009, UU No 44 Tahun 2009. Serta UUPK memberikan dasar bagi pasien untuk mengajukan upaya hukum.

Peraturan yang tidak masuk dalam hierarki sistem hukum Indonesia tetapi berkaitan dengan malpraktek medis antara lain: Peraturan Menteri Kesehatan No 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis, Peraturan Menteri Kesehatan No 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran, Peraturan Menteri Kesehatan No: 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik.

Dari pengaturan tersebut yang sudah tidak berlaku lagi yakni, UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan yang sudah diganti dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Surat Edaran Mahkamah Agung Repiblik Indonesia (SEMA RI) tahun 1982, dianjurkan agar kasus-kasus yang menyangkut dokter atau tenaga kesehatan lainnya seyogyanya tidak langsung diproses melalui jalur hukum, tetapi dimintakan pendapat terlebih dahulu kepada Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK).

Majelis Kehormatan Etika Kedokteran merupakan sebuah badan di dalam struktur organisasi profesi Ikatan Dokter Indonesia (IDI). MKEK ini akan menentukan kasus yang terjadi merpuakan pelanggaran etika ataukah pelanggaran hukum. Hal ini juga diperkuat dengan UU No. 23/1992 tentang kesehatan yang menyebutkan bahwa penentuan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian ditentukan oleh Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (pasal 54 ayat 2) yang dibentuk secara resmi melalui Keputusan Presiden (pasal 54 ayat 3).

Pada tanggal 10 Agustus 1995 telah ditetapkan Keputusan Presiden No. 56/1995 tentang Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) yang bertugas menentukan ada atau tidaknya kesalahan atau kelalaian dokter dalam menjalankan tanggung jawab profesinya. Lembaga ini bersifat otonom, mandiri dan non structural yang keanggotaannya terdiri dari unsur Sarjana Hukum, Ahli Kesehatan yang mewakili organisasi profesi dibidang kesehatan, Ahli Agama, Ahli Psikologi, Ahli Sosiologi. Bila dibandingkan dengan MKEK, ketentuan yang dilakukan oleh MDTK dapat diharapkan lebih obyektif, karena anggota dari MKEK hanya terdiri dari para dokter yang terikat kepada sumpah jabatannya sehingga cenderung untuk bertindak sepihak dan membela teman sejawatnya yang seprofesi. Akibatnya pasien tidak akan merasa puas karena MKEK dianggap melindungi kepentingan dokter saja dan kurang memikirkan kepentingan pasien. (fiz)

.http://harianrakyatbengkulu.com/dugaan-mall-praktek-kain-kassa-pembawa-petaka/

untung kain kassa..kalo gunting yang tinggal emoticon-Takut
0
5.2K
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan