- Beranda
- Komunitas
- Entertainment
- The Lounge
Kisah HIRO ONOODA , Prajurit yg sangat Patuh
TS
sendalj
Kisah HIRO ONOODA , Prajurit yg sangat Patuh
Welcome to my thread
Ini Kisah nyata,tentang seorang Prajurit yg "sangat patuh" terhadap perintah atasannya,.silahkan disimak ceritanya gan :
Quote:
Spoiler for Hiro Onooda:
Pada tanggal 17 Desember 1944, tentara Jepang mengirimkan prajurit berumur 23 tahun bernama Hiroo Onoda ke Filipina untuk bergabung dengan Brigade Sugi. Dia ditempatkan di "Lubang", sebuah pulau kecil yang kira-kira berjarak 120 kilometer sebelah barat daya Manila. Misinya adalah memimpin garnisun Lubang dalam perang gerilya.
Ketika Onoda hampir berangkat untuk mengawali misinya, komandan divisinya berkata: "Kau sepenuhnya dilarang bunuh diri. Misi ini mungkin akan memakan waktu 3 atau 5 tahun. Tapi apapun yang terjadi, kami akan menjemputmu kembali. Sampai saat itu tiba kau harus tetap bertahan walaupun anak buahmu tinggal 1 orang. Mungkin nanti kau harus bertahan hidup dengan makan kelapa. Jika itu yang terjadi, makanlah kelapa. Bagaimanapun juga kau tidak boleh menyerah secara sukarela, baik itu kepada musuh ataupun kepada keadaan". Akibat perkataan komandannya ini, Onoda merasa sangat bersemangat dan berjanji dalam hati untuk tidak menyerah. Kejadian itu adalah 29 tahun sebelum akhirnya dia meletakkan senjatanya dan menyerah.
Pada bulan Februari 1945, yaitu 2 bulan setelah Onoda tiba di Lubang, angkatan perang Sekutu menyerang pulau itu dan menhancurkan pertahanannya. Karena Sekutu bergerak sampai ke pedalaman, Onoda dan prajurit gerilya lainnya terpecah menjadi beberapa kelompok dan mundur ke gunung. Kelompok Onoda terdiri dari dia sendiri dan 3 prajurit lain: Kopral Shoichi Shimida, Tamtama Kinsichi Kozuka, dan Tamtama Yuichi Akatsu. Mereka bertahan hidup dengan menjatah bekal dan memakan kelapa serta pisang hijau dari hutan. Adakalanya mereka mencuri sapi penduduk untuk dimakan.
Pada saat berburu sapi itulah salah seorang prajurit menemukan sebuah catatan berupa selebaran yang ditinggalkan oleh penduduk setempat yang menyebutkan: "Perang berakhir pada 15 Agustus. Turun gununglah!" Mereka memeriksa dengan teliti catatan itu dan menyimpulkan bahwa itu hanyalah tipuan licik Sekutu untuk membujuk mereka keluar dari persembunyian. Padahal pesan itu benar dan itu bukanlah satu-satunya pesan yang mereka temui.
Selama bertahun-tahun, pamflet dijatuhkan dari kapal terbang, bungkusan-bungkusan ditinggalkan beserta surat-surat dari sanak keluarga yang disertai foto-foto. Tetapi semua usaha itu dipandang oleh mereka sebagai kebohongan yang dikarang oleh sekutu.
Di pulau Lubang Filipina-lah Onoda dan anak buahnya hidup di hutan selama bertahun-tahun dan terlibat perang kecil-kecilan dengan penduduk karena melaksanakan aksi sabotase sebagai bagian dari gerilya. Mereka tersiksa oleh panasnya hutan, hujan yang terus-menerus, tikus yang berkeliaran, nyamuk yang berterbangan, dan terkadang perang salah paham dengan rombongan pencari bersenjata yang sebenarnya ingin menyelamatkan mereka. Setiap penduduk desa yang ditemui dipandang sebagai mata-mata yang dikirim oleh sekutu, karenanya segera diserang dan dibunuh sehingga dalam waktu sekian tahun sejumlah orang tidak bersalah menjadi korban kegilaan mereka.
Pada bulan september 1949, sekitar 4 tahun setelah keempat orang itu bersembunyi, salah seorang anak buah Onoda putus asa. Tanpa berpamitan, Tamtama Akatsu pergi begitu saja sehingga Brigade Sugi berkurang menjadi 3 orang. Pada suatu hari di tahun 1950, mereka menemukan sebuah catatan dari Akatsu yang memberitahukan bahwa dia telah dijemput oleh pasukan baik ketika dia meninggalkan hutan. Namun bagi mereka catatan itu adalah sebuah kejelasan bahwa Akatsu telah dipaksa oleh musuh untuk menulis catatan bohong, karenanya tidak dapat dipercaya lagi. Merekapun terus melanjutkan gerilya mereka namun dengan lebih berhati-hati.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1953, kopral Shimida tertembak kakinya saat terlibat baku tembak dengan beberapa orang nelayan. Onoda dan Kozuka menolongnya mundur ke hutan, dan tanpa obat apapun, mereka merawatnya sampai sembuh beberapa bulan kemudian. Meskipun sembuh, Shimida menjadi murung. Sekitar setahun kemudian, mereka bertemu dengan rombongan pencari di sebuah pantai di Gontin dan Shimida tertembak mati. Dia berumur 40 tahun saat itu.
Selama 19 tahun Onoda dan Kozuka melanjutkan aktifitas gerilya dengan sesekali mencuri sapi untuk dimakan sehingga menggelisahkan penduduk. Mereka terus bergerilya atas dasar keyakinan bahwa angkatan perang Jepang pada akhirnya akan mengambil-alih kembali pulau Lubang dari Sekutu dan taktik gerilya mereka akan terbukti berharga dalam usaha pengambil-alihan itu.
Sembilan belas tahun sejak Shimida terbunuh, tepatnya pada bulan Oktober 1972, Onoda dan Kozuka keluar dari hutan untuk membakar lumbung padi milik penduduk yang menurut anggapan mereka menjadi sumber pasokan makanan bagi Sekutu. Patroli polisi Filipina memergoki mereka dan menembakkan dua peluru. Kozuka yang saat itu berumur 51 tahun terbunuh, mengakhiri 22 tahun masa persembunyiannya. Onoda melarikan diri ke hutan, sendirian, menjalani misi yang tidak jelas.
Berita kematian Kozuka sampai ke Jepang dengan cepatnya. Dapat disimpulkan bahwa jika Kozuka dapat bertahan hidup sampai selama itu, maka Onoda pun tentu masih hidup walaupun secara resmi telah dianggap mati 13 tahun lebih awal. Rombongan pencari yang lebih banyakpun dikirim untuk menemukan Onoda. Namun Onoda selalu berhasil menghindarinya. Tetapi pada bulan Februari 1974, setelah Onoda sendirian selama sekitar satu setengah tahun, seorang pelajar Jepang bernama Norio Suzuki, mengatur rencana untuk membuat Onoda mau keluar.
Ketika Suzuki hendak meninggalkan Jepang, dia berkata kepada teman-temannya bahwa dia akan mencari Letnan Onoda. Setelah sampai di Lubang dan bertemu dengan Onoda, Suzuki menjadi teman karibnya. Suzuki mencoba meyakinkan Onoda bahwa perang sudah lama berakhir tetapi Onoda bersikukuh bahwa dia tidak akan menyerah kecuali jika komandannya memerintahkan. Suzuki lalu berfoto bersama Onoda dan meyakinkan Onoda untuk menemuinya lagi sekitar 2 minggu kemudian di lokasi yang telah ditentukan.
Ketika Onoda mendatangi tempat pertemuan itu, Suzuki telah tiba dengan komandan Onoda Mayor Taniguchi. Onoda mengenakan seragam perang, lengkap dengan pedang, senapan, dan granat. Mayor Taniguchi yang sudah lama pensiun dari militer dan kini menjadi pedagang buku, membaca perintah keras-keras: "Jepang kalah perang dan segala aktifitas perang harus dihentikan secepatnya". Dalam kemarahan yang tidak terucap, Onoda mengokang bedil dan mengosongkannya, melepaskan ransel lalu meletakkan bedil itu menyilang di atasnya. Setelah semuanya dia sadari, dia menangis sekeras-kerasnya.
Pada saat dia menyerah secara resmi kepada Presiden Filipina saat itu, Ferdinand Marcos, di tahun 1974, Onoda telah bergerilya selama 29 tahun menjalani perang yang sebetulnya sudah lama berakhir. Dia dan anak buahnya telah membunuh 30 orang tidak bersalah dan melukai ratusan orang lainnya. Tetapi mereka melakukan semua itu atas kepercayaan bahwa mereka sedang perang sehingga Presiden Marcos memaklumi dan memaafkan semua kejahatan Onoda dan kawan-kawannya selama dalam persembunyian.
Onoda kembali ke Jepang sebagai pahlawan, tetapi dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan modern di sana. Dia menerima bayaran dari pemerintah Jepang untuk waktu 29 tahunnya di Lubang tetapi jumlahnya terlampau sedikit. Dia menulis sejarahnya dalam sebuah memoar lalu pindah ke Brazil untuk menjalani hidup yang tenang dengan memelihara ternak dan bertani.
Pada bulan Mei 1996, Hiroo Onoda kembali ke Lubang dan menyumbangkan 10 ribu dolar untuk sekolah di sana. Dia lalu menikahi wanita Jepang dan kembali ke Jepang untuk mengelola perkemahan alam anak-anak di mana Onoda dapat membagi pengalaman tentang bertahan hidup di alam.
Ketika Onoda hampir berangkat untuk mengawali misinya, komandan divisinya berkata: "Kau sepenuhnya dilarang bunuh diri. Misi ini mungkin akan memakan waktu 3 atau 5 tahun. Tapi apapun yang terjadi, kami akan menjemputmu kembali. Sampai saat itu tiba kau harus tetap bertahan walaupun anak buahmu tinggal 1 orang. Mungkin nanti kau harus bertahan hidup dengan makan kelapa. Jika itu yang terjadi, makanlah kelapa. Bagaimanapun juga kau tidak boleh menyerah secara sukarela, baik itu kepada musuh ataupun kepada keadaan". Akibat perkataan komandannya ini, Onoda merasa sangat bersemangat dan berjanji dalam hati untuk tidak menyerah. Kejadian itu adalah 29 tahun sebelum akhirnya dia meletakkan senjatanya dan menyerah.
Pada bulan Februari 1945, yaitu 2 bulan setelah Onoda tiba di Lubang, angkatan perang Sekutu menyerang pulau itu dan menhancurkan pertahanannya. Karena Sekutu bergerak sampai ke pedalaman, Onoda dan prajurit gerilya lainnya terpecah menjadi beberapa kelompok dan mundur ke gunung. Kelompok Onoda terdiri dari dia sendiri dan 3 prajurit lain: Kopral Shoichi Shimida, Tamtama Kinsichi Kozuka, dan Tamtama Yuichi Akatsu. Mereka bertahan hidup dengan menjatah bekal dan memakan kelapa serta pisang hijau dari hutan. Adakalanya mereka mencuri sapi penduduk untuk dimakan.
Pada saat berburu sapi itulah salah seorang prajurit menemukan sebuah catatan berupa selebaran yang ditinggalkan oleh penduduk setempat yang menyebutkan: "Perang berakhir pada 15 Agustus. Turun gununglah!" Mereka memeriksa dengan teliti catatan itu dan menyimpulkan bahwa itu hanyalah tipuan licik Sekutu untuk membujuk mereka keluar dari persembunyian. Padahal pesan itu benar dan itu bukanlah satu-satunya pesan yang mereka temui.
Selama bertahun-tahun, pamflet dijatuhkan dari kapal terbang, bungkusan-bungkusan ditinggalkan beserta surat-surat dari sanak keluarga yang disertai foto-foto. Tetapi semua usaha itu dipandang oleh mereka sebagai kebohongan yang dikarang oleh sekutu.
Di pulau Lubang Filipina-lah Onoda dan anak buahnya hidup di hutan selama bertahun-tahun dan terlibat perang kecil-kecilan dengan penduduk karena melaksanakan aksi sabotase sebagai bagian dari gerilya. Mereka tersiksa oleh panasnya hutan, hujan yang terus-menerus, tikus yang berkeliaran, nyamuk yang berterbangan, dan terkadang perang salah paham dengan rombongan pencari bersenjata yang sebenarnya ingin menyelamatkan mereka. Setiap penduduk desa yang ditemui dipandang sebagai mata-mata yang dikirim oleh sekutu, karenanya segera diserang dan dibunuh sehingga dalam waktu sekian tahun sejumlah orang tidak bersalah menjadi korban kegilaan mereka.
Pada bulan september 1949, sekitar 4 tahun setelah keempat orang itu bersembunyi, salah seorang anak buah Onoda putus asa. Tanpa berpamitan, Tamtama Akatsu pergi begitu saja sehingga Brigade Sugi berkurang menjadi 3 orang. Pada suatu hari di tahun 1950, mereka menemukan sebuah catatan dari Akatsu yang memberitahukan bahwa dia telah dijemput oleh pasukan baik ketika dia meninggalkan hutan. Namun bagi mereka catatan itu adalah sebuah kejelasan bahwa Akatsu telah dipaksa oleh musuh untuk menulis catatan bohong, karenanya tidak dapat dipercaya lagi. Merekapun terus melanjutkan gerilya mereka namun dengan lebih berhati-hati.
Tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1953, kopral Shimida tertembak kakinya saat terlibat baku tembak dengan beberapa orang nelayan. Onoda dan Kozuka menolongnya mundur ke hutan, dan tanpa obat apapun, mereka merawatnya sampai sembuh beberapa bulan kemudian. Meskipun sembuh, Shimida menjadi murung. Sekitar setahun kemudian, mereka bertemu dengan rombongan pencari di sebuah pantai di Gontin dan Shimida tertembak mati. Dia berumur 40 tahun saat itu.
Selama 19 tahun Onoda dan Kozuka melanjutkan aktifitas gerilya dengan sesekali mencuri sapi untuk dimakan sehingga menggelisahkan penduduk. Mereka terus bergerilya atas dasar keyakinan bahwa angkatan perang Jepang pada akhirnya akan mengambil-alih kembali pulau Lubang dari Sekutu dan taktik gerilya mereka akan terbukti berharga dalam usaha pengambil-alihan itu.
Sembilan belas tahun sejak Shimida terbunuh, tepatnya pada bulan Oktober 1972, Onoda dan Kozuka keluar dari hutan untuk membakar lumbung padi milik penduduk yang menurut anggapan mereka menjadi sumber pasokan makanan bagi Sekutu. Patroli polisi Filipina memergoki mereka dan menembakkan dua peluru. Kozuka yang saat itu berumur 51 tahun terbunuh, mengakhiri 22 tahun masa persembunyiannya. Onoda melarikan diri ke hutan, sendirian, menjalani misi yang tidak jelas.
Berita kematian Kozuka sampai ke Jepang dengan cepatnya. Dapat disimpulkan bahwa jika Kozuka dapat bertahan hidup sampai selama itu, maka Onoda pun tentu masih hidup walaupun secara resmi telah dianggap mati 13 tahun lebih awal. Rombongan pencari yang lebih banyakpun dikirim untuk menemukan Onoda. Namun Onoda selalu berhasil menghindarinya. Tetapi pada bulan Februari 1974, setelah Onoda sendirian selama sekitar satu setengah tahun, seorang pelajar Jepang bernama Norio Suzuki, mengatur rencana untuk membuat Onoda mau keluar.
Ketika Suzuki hendak meninggalkan Jepang, dia berkata kepada teman-temannya bahwa dia akan mencari Letnan Onoda. Setelah sampai di Lubang dan bertemu dengan Onoda, Suzuki menjadi teman karibnya. Suzuki mencoba meyakinkan Onoda bahwa perang sudah lama berakhir tetapi Onoda bersikukuh bahwa dia tidak akan menyerah kecuali jika komandannya memerintahkan. Suzuki lalu berfoto bersama Onoda dan meyakinkan Onoda untuk menemuinya lagi sekitar 2 minggu kemudian di lokasi yang telah ditentukan.
Ketika Onoda mendatangi tempat pertemuan itu, Suzuki telah tiba dengan komandan Onoda Mayor Taniguchi. Onoda mengenakan seragam perang, lengkap dengan pedang, senapan, dan granat. Mayor Taniguchi yang sudah lama pensiun dari militer dan kini menjadi pedagang buku, membaca perintah keras-keras: "Jepang kalah perang dan segala aktifitas perang harus dihentikan secepatnya". Dalam kemarahan yang tidak terucap, Onoda mengokang bedil dan mengosongkannya, melepaskan ransel lalu meletakkan bedil itu menyilang di atasnya. Setelah semuanya dia sadari, dia menangis sekeras-kerasnya.
Pada saat dia menyerah secara resmi kepada Presiden Filipina saat itu, Ferdinand Marcos, di tahun 1974, Onoda telah bergerilya selama 29 tahun menjalani perang yang sebetulnya sudah lama berakhir. Dia dan anak buahnya telah membunuh 30 orang tidak bersalah dan melukai ratusan orang lainnya. Tetapi mereka melakukan semua itu atas kepercayaan bahwa mereka sedang perang sehingga Presiden Marcos memaklumi dan memaafkan semua kejahatan Onoda dan kawan-kawannya selama dalam persembunyian.
Onoda kembali ke Jepang sebagai pahlawan, tetapi dia tidak dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan modern di sana. Dia menerima bayaran dari pemerintah Jepang untuk waktu 29 tahunnya di Lubang tetapi jumlahnya terlampau sedikit. Dia menulis sejarahnya dalam sebuah memoar lalu pindah ke Brazil untuk menjalani hidup yang tenang dengan memelihara ternak dan bertani.
Pada bulan Mei 1996, Hiroo Onoda kembali ke Lubang dan menyumbangkan 10 ribu dolar untuk sekolah di sana. Dia lalu menikahi wanita Jepang dan kembali ke Jepang untuk mengelola perkemahan alam anak-anak di mana Onoda dapat membagi pengalaman tentang bertahan hidup di alam.
Berikut foto-foto Hiroo Onooda :
Spoiler for Hiro:
Spoiler for Foto Hiro lagi:
Foto Hiro Saat ini :
Spoiler for skrg:
Quote:
Spoiler for Penutup:
Sekian thread dari ane,.kalo berkenan dan nya gan
Sumber :
Spoiler for Sumber:
http://selaras.web44.net/prajurit.php
Diubah oleh sendalj 05-01-2014 11:39
0
7.4K
Kutip
61
Balasan
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan