Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

cri_dragon_ballAvatar border
TS
cri_dragon_ball
Kenapa Posisi Bek Kiri itu Langka dalam Sepakbola
WELCOME TO MY THREAD


Maaf kalau masih berantakan, TS masih nubie, baru pertama bikin thread.

Spoiler for Bukti tidak repost:


Ada satu anekdot yang menyatakan bahwa jika Anda seorang pesepakbola yang ingin kariernya panjang, jadilah seorang bek kiri. Memang, di saat striker, gelandang, atau pemain sayap mendulang banyak pujian karena aksi individunya, seorang fullback jarang dapat sorotan.

Namun, jarangnya pemain yang mampu mengisi pos ini menjadikan fullback lebih memberi peluang bagi para pesepakbola yang menginginkan kepastian bermain.

Meski hanya berupa anekdot, cerita tentang langkanya pemain dengan kaki kiri dominan yang mampu bertahan bukan hal baru lagi. Coba lihat saja Brendan Rodgers yang lebih memilih untuk menempatkan Glen Johnson (seorang bek kanan) atau Daniel Agger (bek tengah) saat Jose Enrique tak bisa bertanding. Atau, bagaimana Philipp Lahm yang acap digunakan sebagai bek kiri sebelum akhirnya David Alaba ditarik dari lini tengah oleh Jupp Heynckes.

Maka jika hampir 10 tahun nama Ashley Cole tetap jadi jawaban atas pertanyaan siapakah bek kiri terbaik di dunia saat ini, sesungguhnya ini bukan hal aneh lagi.

Lalu apa sebenarnya yang menyebabkan langkanya pemain bek kiri dalam dunia sepakbola? Jawabannya sederhana. Jumlah pemain berkaki kiri dominan memang jauh lebih sedikit, sehingga yang mampu, atau memilih jadi bek kiri, akan jauh lebih minim lagi.

Tak tanggung-tanggung, perbandingan jumlah antara pemain dominan kaki kiri dengan pemain "berkaki" kanan pun bisa mencapai 1 banding 4. Ini terlihat dari satu studi terhadap 236 pemain yang berlaga di Piala Dunia 1998. Penelitian ini menyatakan bahwa 79% pesepakbola di turnamen tersebut acap menggunakan kaki kanan dalam menerima dan memberikan umpan. Sementara itu, hanya 21% yang fasih menggunakan kaki kiri.

Studi-studi serupa memberikan angka yang berbeda. Namun, rata-rata menyatakan bahwa jumlah pemain berkaki kiri kurang dari 30% dari total pesepakbola keseluruhan.

Sedikitnya jumlah pemain berkaki kiri ini, menurut Gianluca Vialli, jadi salah satu penyebab adanya paradigma bahwa bek kanan akan diisi pemain terburuk dalam tim.

Analoginya begini: jika seorang pesepakbola memiliki kemampuan bertahan yang baik dan tinggi badannya di atas rata-rata, maka ia akan diposisikan sebagai bek tengah. Sementara mereka-mereka yang memiliki teknik penguasaan bola mumpuni akan ditempatkan sebagai pemain tengah.

Maka pemain yang tersisa, pemain yang skill bertahan maupun menyerangnya biasa-biasa saja, acap dipasang sebagai bek kanan. Pemain berkaki kiri tentu beda. Ia akan diberi perlakukan istimewa karena memang jumlahnya yang sedikit.

Fullback dan Sepak Bola Modern

Terlepas dari permasalahan jumlah pemain yang minim, evolusi peran bek kiri dalam sepak bola modern sendiri tak bisa dilepaskan dari hakikatnya sebagai fullback. Juga tak bisa putus dari relasinya terhadap posisi lain dalam tim, serta perkembangan taktikal dewasa ini.

Misalnya saja tentang permainan yang semakin menyempit ke tengah lapangan seiring dengan populernya penggunaan formasi 4-2-3-1. Dengan kecenderungan ini, maka fullback jadi posisi yang paling mendapatkan ruang untuk berlari, sementara pemain lainnya menumpuk di tengah lapangan. Menjadi tugas fullback untuk "turun-naik" dan jadi outlet penyerangan, serta memperlebar ruang permainan.

Ini terutama terjadi pada tim-tim yang menggunakan peran inverted-winger sebagai salah satu strategi dalam menyerang. Pemain sayap yang bergerak menusuk ke area kotak penalti akan lebih efektif saat ia berkombinasi dengan fullback untuk menciptakan situasi 2 lawan 1 dengan fullback lawan.
Ilustrasi yang pas untuk menggambarkan ini adalah musim pertama Pep Guardiola di Barcelona.

Dengan mendatangkan Dani Alves dari Sevilla, Pep menjadikan kombinasi Lionel Messi-Alves sebagai tumpuan serangan utama Blaugrana. Messi yang berlari menusuk ke dalam, serta Alves yang tetap berjaga dekat garis lapangan, kerap membuat bingung fullback yang mengawal keduanya. Mengikuti Messi bergerak ke dalam berarti memberikan ruang bagi Alves untuk melancarkan umpan silang.

Sementara tetap berjaga di pinggir lapangan berarti membiarkan Messi melakukan tendangan dengan kaki terkuatnya, yaitu kaki kiri. Bek tengah terdekat pun tak leluasa untuk bergerak terlalu kedepan, karena bisa dimanfaatkan oleh ujung tombak atau playmaker merangsek naik ke dalam kotak penalti.

Dengan cara ini, Alves mencatatkan 10 kali assist (beberapa di antaranya key-assist: assist pencipta gol pertama atau gol kemenangan), dan jadi salah satu pemain terbaik Barca di musim tersebut.

Cara ini juga yang kemudian digunakan oleh Del Bosque ketika Spanyol kehilangan akal untuk membobol gawang lawan. Jesus Navas sering dimasukkan ke lapangan untuk menarik fullback lawan sehingga ada celah bagi Iniesta untuk mengirimkan umpan terobosan.

Ya, berbeda dengan pemain sayap yang sering mendapatkan umpan di area pertahanan lawan, acap kali "lari" yang dilakukan oleh fullback sendiri tak berujung pada penguasaan bola bagi dirinya sendiri. Lari yang tidak egois. Namun lari ini penting dilakukan untuk dua hal: untuk menciptakan ruang bagi pemain sayap, serta untuk menjadi tujuan umpan bagi pemain tengah, pemain sayap, atau bahkan kiper sekalipun.

Menjadi Bugar dan Pintar

Implikasi menarik dari perkembangan peran fullback ini, selain bek kiri-kanan yang dituntut untuk memiliki kemampuan passing mumpuni, adalah pada kondisi fisik pemain.

Dengan menjadi outlet penyerangan, dan dengan memiliki ruang berlari terpanjang, otomatis fullback lah yang kini mengemban peran sebagai pemain box-to-box. Merekalah yang kini mesti terbiasa dengan lari sprint, baik dalam jarak pendek maupun panjang.

Karena itu, fullback dituntut untuk memiliki level kebugaran lebih tinggi dari pemain lainnya. Ketahanan fisik untuk sprint mengejar musuh, sering kali dari lini pertahanan lawan ke garis gawang sendiri, di menit-menit akhir pertandingan tentu jadi faktor krusial yang mesti dimiliki seorang fullback.

Jika seorang striker masih bisa bermalas-malasan saat kondisi fisiknya menurun dalam satu pertandingan, kemewahan ini tak didapatkan oleh para fullback. Terutama karena ada ruang yang ditinggalkan oleh fullback saat ia naik untuk membantu penyerangan.

Maka tak heran jika dalam sesi latihan, fullback mendapatkan porsi lari lebih banyak. Biasanya berupa sesi lari dari satu ujung bendera sudut ke sudut lainnya.

Selain kebugaran, salah satu kemampuan lainnya yang dituntut dari baik bek kanan dan kiri adalah kemampuan untuk mengenali bagaimana pemain tengah atau pemain sayap dalam tim ingin bermain. Simaklah penuturan Glen Johnson mengenai hubungannya dengan pemain lainnya di Liverpool pada musim 2008/2009:

"Jika saya bermain dengan Maxi Rodriguez atau Dirk Kuyt, saya tahu saya bisa berlari menyerang kapanpun. Ini karena mereka akan cutting inside dan memberikan saya ruang, juga memberikan bantuan saat bertahan. Tapi Ryan Babel lebih sering dribbling dan menggunakan area sayap lapangan, sehingga tugas saya lebih untuk membantunya," ujar Johnson kepada majalah Four Four Two.

Sulit Tergantikan

Terkait dengan berkembangnya peran fullback jadi lebih menyerang inilah, bek kiri lebih sulit tergantikan dibandingkan dengan rekannya di kanan.

Mensubstitusi seorang bek kiri dengan center-back tentu bisa dilakukan. Tetapi ini dengan resiko menghilangkan potensi sisi penyerangan, karena tak semua center-back memiliki insting untuk mendobrak maju.

Sementara itu, menarik seorang pemain tengah menjadi bek akan lebih berbahaya. Ini disebabkan tak semua pemain tengah memiliki kemampuan bertahan untuk menghadapi pemain sayap. Apalagi menghadapi inverted-winger berkaki.

Sebagai contoh, lihat saja bagaimana kesulitannya Javier Mascherano di Barcelona untuk menghadapi serangan balik dari kiri, saat Jordi Alba masih berada di depan. Atau, matinya serangan dari sayap kiri Liverpool saat Daniel Agger diplot untuk menggantikan Jose Enrique. Pemain asal Denmark ini lebih sering bertahan menjaga basisnya ketimbang naik untuk membantu Stewart Downing atau Raheem Sterling di kiri.

Sektor kanan pertahanan umumnya tak memiliki kesulitan dalam hal ini. Masing-masing tim relatif memiliki cadangan bek kanan yang kualitasnya tak jauh dari pemain inti.

Di Eropa sendiri mungkin hanya Real Madrid yang jadi klub dengan dua bek kiri berkualitas hampir sama dalam diri Marcelo dan Fabio Coentrao. Sementara Manchester United masih mengandalkan Patrice Evra, Man. City dengan Gael Clichy, Barcelona dengan Alba, dan Bayern Munich dengan David Alaba.

Begitu pula dengan Chelsea yang juga tetap mengandalkan Ashley Cole. Maka jika harga Gareth Bale atau Leighton Baines kemudian meroket tinggi, ini bukan hal yang aneh lagi.

Lalu bagaimana kah caranya menghentikan bek kiri yang kerap naik untuk membantu penyerangan? Cara pertama yang bisa dilakukan adalah memasang defensive winger yang langsung menghadang serangan. Satu taktik yang melahirkan generasi baru pemain sayap yang fasih bertahan seperti James Milner, Park Ji Sung, atau Dirk Kuyt
Sementara yang kedua, adalah dengan menggunakan winger yang memang fasih men-dribble, memiliki yang akselerasi baik, atau yang kerap mencetak gol. Dengan cara ini, fullback pun akan berpikir dua kali jika ingin meninggalkan posnya tak terjaga.

=====

*akun Twitter penulis: @vetriciawizach dari @panditfootball

Sharing dari agan thepuppy :
Spoiler for thepuppy:


Spoiler for Sumber:


Spoiler for Pesan TS:
Diubah oleh cri_dragon_ball 15-08-2013 17:37
0
22.3K
320
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan