uchiddanzAvatar border
TS
uchiddanz
Beli Kiloan atau Literan? Mana Lebih Baik
Maksud saya, mana yang lebih baik dan adil, transaksi literan (volumetrik) atau kiloan (gravimetrik).

Gravimetrik lebih adil. Kenapa? Karena tidak tergantung suhu. Satu kilogram minyak goreng akan tetap satu kilogram dimanapun dimuka bumi di tempat yang diam, pada suhu panas maupun dingin. Belanja biasanya di tempat yang diam, kan? Masa iya anda belanja sekilo minyak goreng di pesawat yang sedang terbang hiperbolik? Kalau iya, maka cuma ukuran volumetrik yang bisa digunakan, karena semua yang ada dalam pesawat sedang dalam kondisi tak memiliki berat.

Membeli satu kilogram minyak goreng di Pasar Moderen BSD pada suhu yang membuat kita gerah sama saja dengan membeli satu kilogram minyak goreng di puncak Gunung Tangkuban Parahu pada suhu kurang dari sepuluh derajat Celcius, di mana minyak goreng membeku. Timbang saja. Kalau minyaknya membeku, justru agak sulit membelinya dengan ukuran liter. Catatan penting: tak ada yang menjual minyak goreng di puncak Tangkuban Parahu. Belerang dan kaktus banyak.

Kalau kita beli Pertamax (Premium hanya untuk golongan yang tidak mampu), ukurannya liter. BBM memuai jika suhunya naik. Jadi, beli BBM tengah hari bolong yang panas akan memberikan keuntungan lebih banyak kepada SPBU dibandingkan anda membelinya pada saat suhu lebih rendah (tengah malam yang hujan di Lembang, misalnya. Kayaknya ada SPBU 24 jam di sana).

Ayo kita usul supaya beli BBM juga menggunakan ukuran kilogram, seperti kalau kita beli Elpiji. Keadilan ditegakkan. (Catatan: beli LPG untuk kendaraan di Thailand dan Australia, ukurannya liter juga).

Sebenarnya beli dengan liter juga bisa adil, kalau dilakukan kompensasi. Tapi urusan jadi ruwet, karena kalau mau otomatis, alat ukurnya jadi mahal. Alat ukurnya harus berubah mengikuti perubahan suhu.

Dalam skala kecil, seperti kalau kita beli BBM, sekitar 40 sampai 50 liter, begitu, beda suhu beberapa derajat tak berpengaruh banyak pada perubahan volume. Tapi bila anda punya usaha SPBU, sekali penerimaan 36000 liter. Taruhlah koefisien muai BBM adalah 0,11% per derajat Celcius. Kalau Truk Tangki mengambil BBM di depot Pertamina di Plumpang pada suhu 30 derajat, sedangkan SPBU anda ada di Cisarua bersuhu 20 derajat, maka ada beda suhu 10 derajat. Anda mengalami kerugian sebanyak 0,11% x 10×36000=396 liter. Kalau seliter Rp. 9.250,-, maka kerugian anda menjadi Rp. 3.583.800,-. Belum lagi kalau suhu di SPBU anda turun.

Dalam skala yang lebih besar, misalnya kalau Pertamina beli minyak dari luar negeri, ini tidak bisa di abaikan.

Oleh karena itu, di dunia Migas satuan barrel tidak hanya barrel, tetapi disertai dengan suhu. Kalau anda beli sejuta barrel BBM, maka harus disepakati sejuta barrel pada suhu berapa. Biasanya pada suhu standar, yaitu 15 derajat Celcius.

Ekspor-impor gas alam malah sudah lebih maju. Satuannya bukan volumetrik atau gravimetrik, tetapi energi , Btu, British thermal unit. Kenapa bukan KWH atau Joule, saya kira ini masalah historis. Seperti juga barrel dan bukan meter kubik.

Ini yang paling adil.

“Bang, saya beli minyak goreng 30.000 Btu”. Ini istri saya minta ditimbangkan 1 kg minyak goreng curah.

Dia juga bisa bilang begini: “Tolong timbangkan minyak goreng 30 mBtu”. Sama saja, karena m di sini bermakna 1000, seperti M pada bilangan Romawi.

Kalau istri saya bilang:” saya beli 30 mmBtu”, maka ia adalah pedagang minyak goreng. Karena 30 mmBtu bermakna kurang lebih satu ton minyak goreng. M=1000, MM=1000.000.

Satuan gravimetrik sepadan dengan satuan energi. Kalau menurut Einstein, E=mc2, energi memang sama dengan massa. Bukan cuma sepadan.

http://edukasi.kompasiana.com/2011/0...ik-365065.html
0
7K
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan