b4djulAvatar border
TS
b4djul
SBY Aktif di G20 dan APEC, Indonesia Dapatnya Apa ya?

Presiden SBY di Mongolia


Menyoal Manfaat Kunjungan SBY ke Mongolia
Jumat, 7 September 2012 | 15:27 WIB

INILAH.COM. Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali hadir di KTT APEC 2012 yang kali ini digelar di Vladivostok, Rusia. Sebelum ke Vladivostok, Presiden SBY singgah di Ulan Bator, ibukota Mongolia.

Ada hal yang patut dikritisi dari lawatan Kepala Negara RI kali ini. Yaitu mempertanyakan tentang apa manfaat yang bisa dipetik Indonesia dari persinggahannya di Ulan Bator, Mongolia. Laporan terakhir menyebutkan di UIan Bator, Presiden menghadiri sebuah bisnis forum Mongolia-Indonesia dan mendorong agar para pengusaha kedua negara meningkatkan kerja sama mereka.

Walaupun presiden memiliki hak dan kewenangan mengunjungi negara mana saja di belahan dunia saat ini, tetapi di era keterbukaan seperti sekarang, menjadi kewajiban presiden pula untuk bersikap full disclosure kepada rakyatnya.

Sebab setiap sen rupiah yang digunakan untuk perjalanan presiden besar kecilnya tetap diambil dari kas negara. Dan negara, Indonesia, yang saat ini masih dalam keadaan terpuruk, jelas memiliki kas negara yang punya keterbatasan. Atas dasar pemikiran itu maka, wajib dan wajar apabila setiap pengeluaran negara yang digunakan presiden, terus dihitung dan diawasi.

Kembali ke soal Ulan Bator, kota yang disinggahi Presiden SBY. Kota itu memang berada pada jalur yang bisa dilewati menuju Vladivostok. Tapi Ulan Bator atau Mongolia bukanlah satu-satunya rute yang ada. Mengingat Vladivostok terletak di perbatasan antara RRC dan Korea Utara, maka sebetulnya presiden bisa memilih rute yang satu ini.

Rute RRC atau Korea Utara selain lebih singkat, dijamin lebih produktif. Dalam arti kalaupun presiden melakukan transit di ibukota RRC atau Korea Utara, dan membuat acara, transit itu tetap punya manfaat.

Dengan RRC, jelas banyak kepentingan yang bisa dibicarakan. Bersama Korea Utara, bisa berbicara dengan pemimpin baru di negara komunis itu. Pembicaraan itu akan menciptakan perspektif baru tentang Indonesia di mata dunia internasional. Terutama karena Korea Utara saat ini dari waktu ke waktu semakin tertutup kepada dunia internasional.

Pelapor PBB asal Indonesia, Marzuki Darusman, yang sudah tiga tahun diangkat bertugas memperbaiki hubungan Korea Utara dengan masyarakat internasional, hingga sekarang belum mendapat akses masuk ke Korea Utara.

Nah, untuk kepentingan nasional, Presiden SBY barangkali bisa mengingatkan kepada pemimpin Korea Utara bahwa utusan PBB itu seorang warga negara Indonesia. Peran ini jauh lebih produktif ketimbang menggelar bisnis forum di Mongolia.

Sehingga menyinggahi Mongolia, merupakan keputusan yang keliru. Menyinggahi Mongolia dengan alasan apapun, lebih memberi kesan, Presiden SBY sebetulnya tidak memiliki agenda yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan diprioritaskannya.

Patut diingat, "time is money". Waktu bagi seorang presiden, sangat berharga. Itu sebabnya, kepada presiden juga perlu diingatkan, meninggalkan Indonesia untuk beberapa hari, kemudian singgah di negara yang tidak prospektif, merupakan sebuah pengorbanan yang sangat mahal.

Persinggahan ke Mongolia dalam rangka menuju Vladivostok, terkesan tidak memperhitungkan manfaat waktu yang mahal itu. Selain itu alasannya, terlalu dicari-cari. Mengapa ?

Mongolia bukanlah sebuah negara potensil di bidang investasi, perdagangan dan bisnis. Letak geografis Mongolia dalam politik global, juga tidak berada pada posisi strategis. Singkatnya Mongolia dalam perspektif bisnis dan ideologi, tidak berada dalam posisi penting.

Di zaman sekarang, Indonesia harus bisa memilah-milah mana yang penting dan mana yang tidak dan seterusnya. Think and work smartly! Sebagai negara yang penduduknya cuma 2,7 juta jiwa, Mongolia bukanlah sebuah negara pasar yang menjanjikan bagi produk-produk Indonesia.

Sebaliknya dari negara itu, hampir tidak ada produk yang sangat diperlukan Indonesia. Di bidang teknologi ataupun pendidikan, juga kurang lebih sama, praktis tidak ada yang bisa dimanfaatkan Indonesia.

Itu pula sebabnya di Ulan Bator, ibukota Mongolia, Indonesia tidak membuka Kedutaan Besar RI. Sama halnya Mongolia yang tidak membuka perwakilan diplomatiknya di Jakarta. Kontak-kontak diplomatik kedua negara dilakukan lewat negara ketiga. Urusan diplomatik dan konsuler Indonesia di Mongolia dilakukan lewat KBRI di Beijing, RRC. Sedangkan Mongolia, menugaskan kedutaan besarnya di Bangkok, Thailand.

Sebagai sebuah negara penghasil sutera terbaik di dunia, Mongolia memang memiliki kekhasannya. Akan tetapi sebagai sebuah negara yang tidak punya laut sehingga semua perjalanan harus dilakukan lewat darat atau udara, berhubungan bisnis dengan Mongolia, bagi Indonesia merupakan sebuah kegiatan yang mahal.

Melalui darat, pasti harus melewati negara ketiga. Sehingga belum apa-apa produk yang diekspor Indonesias ke Mongolia, sudah terkendala oleh tambahan biaya. Melalui udara, antara Jakarta dan Ulan Bator, tidak punya penerbangan langsung. Inilah faktor utama yang membuat mengapa Mongolia hampir tidak pernah diperhitungkan oleh kalangan pebisnis di Indonesia.

Delapan ratus tahun yang lalu, Mongolia di bawah pimpinan Genghis Khan, memang dikenal sebagai sebuah negara "militer" yang kuat. Kekuatannya antara lain terletak pada kemampuan pasukan Mongolia melakukan invasi ke berbagai negara.

Tapi saat ini, kejayaan Mongolia itu tinggal merupakan ceritera nostalgia. Bank Dunia yang melakukan pemeringkatan ke semua negara di dunia, mengkategorikan Mongolia sebagai "lower middle economy" pada urutan ke-44. Pengkategorian ini sudah cukup berbicara, bagaimana posisi Mongolia di dalam persaingan global.

Oleh sebab itu, cukup mengejutkan ketika belakangan terungkap, dalam lawatan Presiden SBY ke Vladivostok, pemimpin Indonesia itu merasa perlu mampir di Ulan Bator. Keputusan singgah di Ulan Bator itu boleh jadi atas pertimbangan para penasehat Presiden RI.

Tetapi jelas terlihat disini, orang-orang yang dipercaya presiden sebagai penasehat tidak mampu memberi nasehat yang terbaik kepada Kepala Negara. Mereka bahkan "menjerumuskan" Orang Nomor Satu di Indonesia.

Itu sebabnya konklusi sementara adalah nampaknya alasan untuk mengadakan lawatan Presiden RI ke luar negeri tidak lagi didasarkan pada pertimbangan yang kreatif serta demi kepentingan dan kebutuhan nasional yang mendesak.

Kalau saja di dalam negeri tidak menumpuk sejumlah masalah dan penyelesaiannya tanpa harus membutuhkan kehadiran seorang Presiden/Kepala Negara, maka tak menjadi masalah apabila Presiden SBY terus berada di luar negeri.

Padahal sebagaimana kita ketahui, pada saat ini, tidak sedikit persoalan bangsa yang "menggantung". Dari mulai masalah terorisme, korupsi hingga masalah-masalah yang "menggantung" karena birokrasi dalam pemerintahan SBY tidak ada yang berani mengambil keputusan, menerima risiko atau melakukan terobosan.

Lihat saja terjadinya kekosongan dalam pimpinan Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (HAM). Presiden sepatutnya menindak atau menegur Sekretaris Negara atas terjadinya kekosongan di sebuah lembaga negara.

Sangat mungkin kealpaan terjadi karena para personal yang dipercaya Presiden kurang memiliki kemampuan. Atau visi mereka tentang menjadi orang kepercayaan Presiden RI, pada saat Indonesia masih dalam keadaan terpuruk, justru bergeser.

Berani bertaruh, perjalanan ke Ulan Bator (Mongolia) lebih cocok disebut sebagai sebuah wisata kepresidenan. Oleh sebab itu bangsa dan rakyat Indonesia sebaiknya jangan berharap banyak, jangan berpikiran presiden kita setelah kembali dari lawatan itu akan membawa oleh-oleh yang sangat dibutuhkan rakyat Indonesia.
http://nasional.inilah.com/read/deta...by-ke-mongolia

-----------------

Kalau Obama atau Hillary Clinton ke Jakarta, biasanya dia kembali dengan membawa komitmen ekonomi berupa konsesi-konsesi ekonomi, politik dan sejenisnya, yang memberikan lapangan pekerjaan besar dan pemasukan devisa bagi negerinya. Begitu juga kalau PM Australia, Inggris, Jerman atau Jepang dan China bila ke jakarta. Lalu kalau Pak SBY rajin menghadiri G-20 atau sidang APEC, itu manfaat riel dan langsung yang dirasakan rakyat Indonesia itu, apa aja ya! Kok jarang kedengaran apa saja keuntungan yang bersifat nyata untuk rakyatnya.
0
2.1K
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Urutan
Terbaru
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Komunitas Pilihan